DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Resensi Buku: Kegalauan Penyair tentang Masa Depan Minangkabau

image
Ilustrasi Tarian tradisional Minangkabau

ORBITINDONESIA.COM - Minangkabau Dalam Batin Penyair (Antologi Puisi Satupena Sumbar). Editor: Sastri Bakry, Armaidi Tanjung. Padang Pariaman: Pusaka Artaz, 2022. Tebal: xx + 216 halaman.

Buku ini terbit dalam rangka pelaksanaan International Minangkabau Literacy Festival (IMLF) yang diselenggarakan oleh Satupena Sumbar, bekerja sama dengan Talenta Indonesia, pada 22-27 Februari 2023.

Acara tentang Minangkabau ini berpusat di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian Dalam Negeri Regional Bukittinggi di Baso, Kabupaten Agam.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Baca Juga: Akhirnya Polisi Periksa Agnes yang Ucapannya Bikin Mario Naik Pitam, Bagaimana Hasilnya

Buku ini berisi 104 puisi yang ditulis oleh sembilan penulis, yang tergabung dalam Satupena Sumatra Barat.

Mereka adalah: Abdullah Khusairi, Armaidi Tanjung, Gamawan Fauzi, Hasanuddin Datuk Tan Putih, Ramli Jafar, Saunir Saun, Sri Wirdani, Yurmanovita, dan Yurnaldi.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Latar belakang profesi mereka berbeda-beda. Ada yang dosen/akademisi, mantan birokrat/menteri/Gubernur Sumbar, guru, pensiunan, karyawan swasta, dan jurnalis.

Kalau kita melihat tema dari puisi-puisi itu, ternyata isinya beragam. Ada yang bertema personal religius, ada yang membahas tentang negeri Indonesia dan Minangkabau, malah ada puisi yang membahas IMLF dan Satupena.

Baca Juga: Viral, Warganet Ungkap Isi Pengaduan Agnes ke Mario Dandy Satriyo yang Bikin David Koma

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Untuk ulasan buku ini, saya akan fokus ke puisi yang bertema keindonesiaan dan keminangan. Hal ini antara lain karena Dr. Gamawan Fauzi, dalam pengantar buku ini, menyinggung soal Minangkabau yang secara etnik juga mengalami perubahan.

Yang dipersoalkan oleh Gamawan: Ke mana arah perubahan itu? Apakah akan mencabut akar-akar budaya atau meninggalkan nilai-nilai yang (dulu) diyakini kebenarannya?

Sehingga orang Minang kehilangan identitas masa lalunya dan menjadi “Minangkabau Baru” yang berbeda sama sekali?

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Di sini Gamawan menegaskan, kebudayaan Minang adalah kebudayaan yang terbuka. Tak resisten dengan kemajuan dan pembaruan, namun toleransi juga tanpa batas.

Baca Juga: Awkarin Bela Jerome Polin Setelah Diserang Netizen Karena Dibenci WNI Di Jepang: Influencer juga Manusia

Sejumlah penyair menyatakan kegalauannya lewat puisi di buku ini. Hal itu sangat tampak pada puisi karya Armaidi Tanjung yang berjudul “Minangkabau” (hlm. 6).  “Rumah gadangku sudah bolong. Udara busuk merasuk ke dalam…” tulis Armaidi.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Sedangkan Hasanuddin Datuk Nan Patih dalam puisinya “Balada Negeri Pujangga” menulis: “Namun, fakta negeri pujangga ketinggalan kereta tak bisa diingkari. Mengapa tidak, itu dua tiga dasawarsa atau segenerasi…”

Sebagai buku kumpulan puisi, buku ini tentu tidak berpretensi untuk mengulas secara utuh atau menjawab pertanyaan-pertanyaan krusial tentang ke mana adat dan budaya Minang itu akan menuju.

Nakun setidaknya, buku ini bisa menggugah pemikiran tentang dinamika apa dan bagaimana yang sedang terjadi di negeri Minangkabau. Tugas para cendekiawan di Sumatra Barat untuk mendalami lebih lanjut dan menjawabnya.

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Oleh: Satrio Arismunandar, Sekjen SATUPENA Pusat, mantan wartawan Harian Kompas dan Trans TV, doktor Filsafat lulusan FIB Universitas Indonesia.

Kontak/Email: 081286299061/ [email protected] ***

 

Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota

 

Berita Terkait