DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Jimly Asshiddiqie: Batasan Umur Bukan Diskriminasi

image
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddigie.

ORBITINDONESIA.COM – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, mengatakan masalah batasan umur capres/cawapres tidak bisa dipandang sebagai diskriminasi. Tapi masalah umur adalah salah satu bagian dari persyaratan kerja.

Hal ini disampaikan Jimly Asshiddiqie menanggapi tentang judicial review (JR) batasan umur capres/cawapres, yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ke MK. Jimly mengatakan masalah umur bukan masalah diskriminasi atau ketidakadilan.

Baca Juga: Guru Besar Unand, Elfindri: Nilai Ekonomi Kebudayaan

“Itu persyaratan pekerjaan. Setiap jenis pekerjaan persyaratannya beda-beda, termasuk persoalan usia,” kata Jimly Asshiddiqie, Minggu, 15 Oktober 2023.

Baca Juga: Analisis IPSOS Public Affairs, di Tengah Dilema Prabowo Subianto: antara Erick Thohir dan Gibran Rakabuming

Dicontohkannya, persyaratan usia PNS dengan TNI. “Kalau kemudian TNI menganggap TNI tidak adil lalu mengajukan JR agar disamakan dengan PNS umur 60, dengan alasan masih kuat (jadi TNI). Apakah itu bisa dinilai sebagai diskriminasi? Tentu tidak. Itu adalah syarat pekerjaan yang beda-beda asal diatur dengan UU,” kata Jimly.

Baca Juga: Keberangkatan Kloter Pertama Jamaah Haji Indonesia, 388 Jamaah Jakarta dari Embarkasi Pondok Gede

Kalau kemudian MK membuat keputusan yang berbeda dengan pendapat Jimly, dikatakan Jimly, maka harus tetap dihormati. Sebab mereka memiliki kewenangan memutuskan hal itu.

Dijelaskannya, DPR dan MK sama-sama pembentuk UU, sehingga oleh perumus ide MK pertama di dunia, Hans Kelsen disebut bahwa parlemen adalah positif legislator yang mengadakan pasal, sementara MK adalah negatif legislator meniadakan pasal.

Baca Juga: Bawaslu Awasi Proses Pemeriksaan Kesehatan Anies Baswedan dan Cak Imin: Potensi Pelanggaran Pasti Ada

Baca Juga: Suasana Tanah Datar Mencekam, SAR Padang Gerak Cepat Bantu Korban Banjir Lahar Dingin di Sumatra Barat

“Dicoret dinyatakan tidak berlaku karena bertentangan dengan konstitusi dan memunculkan norma baru,” jelas Jimly.

Jimly mengajak menunggu saja putusan MK seperti apa. “Kita hormati walaupun kita tidak suka. Terlebih kalau putusannya tidak aklamasi. Misalnya ada disentting opinion. Malah itu menunjukkan adanya perdebatan internal (MK),” kata Jimly.

Ditanya apakah persoalan capres/cawapres ini mirip dengan calon independen atau presidential threshold?. Jimly membenarkan. Menurutnya, UUD tidak mengatur masalah umur capres atau cawapres, dan masalah itu diserahkan pada pembuat UU. Tapi UU ini tidak boleh keluar dari semangat UUD.***

Berita Terkait