Ayah, Ibu, dan Dua Adiknya Melompat dari Gedung Tinggi, Bunuh Diri
“Setiap hari dengan pahat,
kubentuk takdirku sendiri.
Baca Juga: MotoGP Prancis: Disiarkan Langsung Oleh Trans7 Minggu Malam Ini
Aku adalah tukang kayu bagi hidupku.
Telah kuniatkan memahat hidup yang bermakna.”
Baca Juga: Al Hilal Juara Liga Saudi, Cristiano Ronaldo Masih Berpeluang Raih Trofi Pencetak Gol Terbanyak
Ini renungan Jalaluddin Rumi.
Seperti cat yang tebal puisi Rumi.
Kukuaskan cat itu,
Baca Juga: Kaesang Bagikan Kabar Suka Cita: Istrinya Hamil
memberi warna jantungku, mengisi paruku,
mengaliri darahku,
melukis hatiku.
Baca Juga: Yang Tercecer di Era Kemerdekaan (8): Mencari Kakek di Hutan Kalimantan
Saat itu aku lemah.
Hidupku hampa.
Baca Juga: Solois dan Anggota Grup Band One Direction, Niall Horan: Terima kasih Jakarta!
Nasibku merana.
Temanku hanya air mata.
Kuperlu makna.
Baca Juga: Liga Champions Asia: Yokohama Marinos Menang Melawan Al Ain di Leg Pertama Final
Puisi datang, mengisi dada.
Kisah ini kuceritakan kepada Pak Polisi.
Baca Juga: Hendrajit: Membaca Benang Merah Dalam Buku Novel Steve Berry dan Dan Brown
Lima jam aku diinterogasi.
Ingin tahu pak polisi.
Mengapa Ayah, Ibu dan dua adikku bunuh diri.
Baca Juga: Liga Inggris: Manchester City Dekati Gelar Juara
Mengapa mereka melompat dari gedung yang tinggi.
Kata polisi, di lift itu,
Baca Juga: Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin: Globalisasi dan Perang Asimetris
Ayah mencium adik dan ibu.
Di lift itu, semua handphone dikumpulkan ibu.
Mereka naik ke lantai itu,
dengan tujuan yang satu.
Mereka nampak baik-baik saja.
Seperti keluarga yang bahagia.
Bahagia untuk mati bersama.
Baca Juga: Laporan Terbaru Counterpoint: Pengiriman Ponsel 5G di Indonesia Tumbuh 77 Persen di Q1 2024
Lalu, terdengar bunyi keras sekali.
Suara yang jatuh dari tempat yang tinggi.
Baca Juga: Media Israel: Pemimpin Hamas, Yahya Sinwar Mungkin Ada di Terowongan Khan Younis, Gaza Selatan
Ya, Tuhan, empat tubuh terkapar, mati.
Empat tubuh jatuh dari atas, mati.
Empat tubuh melompat sendiri, mati. (1)
Baca Juga: Media Israel: Pemimpin Hamas mungkin ada di terowongan Khan Younis
Kubaca berita.
Begitu banyak analisa.
Baca Juga: Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid Apresiasi Majelis Umum PBB Dukung Keanggotaan Penuh Palestina
Itu karena kesulitan ekonomi.
Bukan, itu karena hilangnya jaring sosial sebagai pengaman.
Bukan, itu karena negara tak sediakan fasilitas bagi warga, warga yang merana.
Kukatakan kepada polisi.
Banyak keluarga yang lebih sedih.
Baca Juga: Menag Yaqut Cholil Qoumas: Sebanyak 41 Ribu Jamaah Lansia Tunaikan Ibadah Haji Tahun 2024
Tak terbilang keluarga yang lebih perih.
Bukan itu penyebabnya.
Baca Juga: Musisi Asal Kanada, Elijah Woods Bawakan Lagu Taylor Swift Ketika Tampil di Jakarta, Sabtu Malam
Ayah dan Ibu hanya kehilangan harapan.
Makna tak lagi ditemukan.
Dua adikku diyakinkan.
Baca Juga: Guru Besar Unand, Elfindri: Nilai Ekonomi Kebudayaan
Ada hidup yang berbeda di balik awan.
Polisi bertanya menyelidiki?
Baca Juga: Keberangkatan Kloter Pertama Jamaah Haji Indonesia, 388 Jamaah Jakarta dari Embarkasi Pondok Gede
Mengapa kamu tak ikut mati?
Kujawab, aku diselematkan oleh puisi.
Polisi semakin tak mengerti.
Tengah malam, aku berdoa.
Untuk dua adikku, ibu dan Ayah.
Deras mengalir ini air mata.
kurenungkan hikmah.
Kembali kubaca puisi Rumi.
“Jika datang mala petaka,
jika datang derita padamu,
Baca Juga: Bus Rombongan Siswa SMK Lingga Kencana Depok Kecelakaan di Ciater, Subang, 9 Tewas Puluhan Luka-luka
sambutlah ia sebagai tamu yang agung.”
“Sangat mungkin ia sengaja dikirim Tuhan padamu,
Baca Juga: Pilkada Depok 2024: Sudah Resmi, Supian Suri Jadi Calon Wali Kota yang Diusung PDI Perjuangan
untuk pertumbuhanmu.
Pencerahan datang padamu,
acapkali lewat luka.” ***
Baca Juga: Pilkada Jawa Tengah: Partai Golkar Godok Raffi Ahmad, Pengamat Teguh Yuwono Bilang Menarik