Global Warming dan "Pandemi" Jamur Aspergillus
Oleh Nyoto Santoso*
ORBITINDONESIA.COM - Ancaman maut akibat global warming makin menakutkan. Tidak hanya banjir, badai, dan naiknya permukaan air laut, global warning juga memicu tumbuhnya penyakit mematikan. Salah satunya penyakit yang dipicu jamur aspergillus.
Saat ini, infeksi jamur aspergillus nyaris menjadi "pandemi". Ia telah menginfeksi jutaan manusia di seluruh dunia. Di Afrika, Amerika Selatan, Asia, dan Eropa. Penyakit akibat infeksi jamur aspergillus itu, menyerang sistem pernafasan dan bagian tubuh vital yang lain seperti otak dan jaringan saraf pusat.
Berbagai penelitian ilmiah melaporkan: perubahan iklim — termasuk peningkatan suhu bumi — berisiko memperluas penyebaran spora aspergillus. Seperti A. fumigatus, A. flavus, dan A. niger. Global warming juga berakibat meningkatkan kemungkinan infeksi serius dari aspergillus pada manusia maupun gangguan keamanan pangan.
Penelitian Norman van Rhijn et al. dari Universitas Manchester, Inggris (2025) yang menggunakan pemodelan perubahan iklim, berhasil memproyeksikan penyebaran tiga jenis aspergillus di atas. Van Rhijn et al. menunjukkan, penyebaran A. fumigatus yang meningkat 77,5 persen berisiko memapar hingga lebih dari 9 juta orang di Eropa.
Sedangkan penyebaran A. flavus yang meningkat 16 persen, berisiko memapar satu juta orang di benua biru tadi. Van Rhijn et al. juga melaporkan, akibat global warming, spora aspergillus menyebar ke belahan bumi Utara yang lain seperti Rusia, Cina dan Amerika Utara.
Seberapa jauh penyebaran jamur aspergillus, tulis Van Rhijn, tergantung pada seberapa cepat dunia menghentikan bahan bakar fosil dan mendorong perubahan iklim lainnya. Bila tidak ada upaya apapun, hal ini akan sangat berisiko bagi manusia.
Mengapa jamur menjadi fokus penelitian lingkungan hidup? Karena jamur hidup di udara, tanah, dan di dalam tubuh manusia. Jamur menyebar melalui spora di udara yang dihirup paru-paru manusia.
Celakanya, lebih dari 90 perseb dampak berbagai macam spesies jamur toksik yang memapar tubuh manusia masih belum diketahui sains. Itulah sebabnya, mengapa para peneliti memperingatkan bahwa jika kondisi global warming tidak dikurangi, maka sangat mungkin dunia akan dilanda "pandemi" aspergillus.
Selain aspergillus, ada juga kasus infeksi jamur lain yang menjadi perhatian dunia sains. Misal, jamur Candida auris, yang resisten terhadap obat-obatan dan memiliki "tingkat invasi tinggi" yang membunuh manusia.
Tragisnya, beberapa jenis jamur dapat menyebar dari hewan ke manusia, terutama jika manusia itu memiliki kontak dengan hewan yang terinfeksi jamur. Beberapa jenis jamur yang dapat menyebar dari hewan ke manusia seperti Cryptococcus, Histoplasma, dan Sporothrix, sangat berbahaya. Infeksi jamur-jamur tersebut dapat menimbulkan masalah serius pada paru-paru, kulit, dan sistem saraf pusat.
"Saat ini, dampak penyakit akibat jamur beracun sudah cukup menakutkan," kata Van Rhijn seperti dikutip dari Sky News, Jumat (9 Mei 2025). Infeksi dari semua jamur telah menyebabkan 2,5 juta kematian di seluruh dunia setiap tahun.
Betul, sistem kekebalan tubuh yang sehat mungkin mampu mengusir spora jamur tadi. Namun orang yang rentan dapat tertular infeksi dari aspergillosis yang invasif. Ia menyebar dengan cepat dari paru-paru ke bagian tubuh lain seperti otak. Saat ini, infeksi aspergillosis, kata Van Rhijn, telah membunuh 1,8 juta orang per tahun di seluruh dunia.
"Sebagian besar jamur hidup di lingkungan kita. Karena lingkungan itu berubah dengan cepat, kita pasti akan melihat berbagai jenis penyakit dan infeksi bermunculan di tengah kita. Dalam 50 tahun ke depan, sungguh tak terbayang, berapa ribu jenis penyakit yang muncul akibat jamur toksik tadi, " tambah peneliti jamur asal Belanda ini.
Profesor Dann Mitchell dari Universitas Bristol, Inggris memperingatkan bahwa diagnosis infeksi jamur akibat pengaruh global warming sangat kompleks. Kesalahan diagnosis sering terjadi karena patogen acap muncul di wilayah yang sebelumnya tidak diprediksi. Ini artinya, jamur-jamur toksik tersebut makin luas penyebarannya. Lingkungan yang makin panas tampaknya makin kompatible dengan pertumbuhan jamur beracun itu.
Dalam serial drama TV "The Last of Us" yang ditayangkan HBO tahun 2023, misalnya, digambarkan perubahan iklim telah memicu munculnya patogen baru yang "menyapu" seluruh dunia dan menginfeksi manusia. Patogen baru itu mengubah manusia menjadi zombie dan mengendalikan otaknya. Yang menarik, penyebab "munculnya zombie-zombie" tersebut adalah jamur. Jamur telah menjadi penyebab kehancuran bumi dan mengubah manusia menjadi zombie.
Drama seri "The Last of Us" akhirnya memberitahu kita, kiamat yang akan datang (akibat merebaknya jamur beracun di seluruh dunia dan menginfeksi manusia dengan kejam) adalah dampak dari global warming. Oleh karena itu, kita harus menjaga bumi dari eskalasi global warming yang kian menyeramkan.
Ya, global warming bisa mengubah jamur yang "lemah dan licin" menjadi monster ganas menakutkan yang membunuh manusia. Maka, solusi untuk mengatasinya, mari kita rawat bumi dan melakukan "aksi hijau" untuk menghentikan global warming.
Itulah satu-satunya cara agar generasi penerus kita (manusia) di masa depan dapat menikmati -- betapa indah dan sangat menakjubkannya planet bumi ini. Tapi jika kita membiarkan global warming yang kian eskalatif, maka tunggulah "kiamat" yang kejam dan membunuh manusia.
*Dr. Ir. Nyoto Santoso
Dosen Fakultas Kehutanan, IPB University, Bogor ***