Menata Hati: Ketika Kajian Rohani Bertemu Kemampuan Branding dan Public Speaking

ORBITINDONESIA.COM - Minggu pagi, 7 September 2025, saya yang sudah berdandan rapi mengenakan gamis dan hijab warna senada melangkahkan kaki ke Ballroom Double Tree Hotel, Bintaro, Tangerang Selatan. Agenda hari ini sudah saya tandai di kalender saya sejak Juli lalu, tepatnya setelah saya berhasil "war" tiket seharga Rp140 ribu untuk ikut kajian agama Islam bertajuk "Menata Hati". Ini adalah kajian yang diisi oleh seorang pendakwah kondang yang kerap wara wiri di televisi dan FYP (For Your Page) Tiktok, yakni Ustaz Hilman Fauzi, atau yang biasa juga disebut juga Aa Hilman. Beliau memang rutin menggelar kajian Menata Hati di sejumlah wilayah dan kota di Indonesia. Awal September ini di Bintaro. 

Menata Hati di Bintaro ini dibuat tiga sesi kajian yang diisi oleh Ustaz Hilman dengan tema berbeda.  Saya memilih ikut sesi pertama di pagi hari yang mengangkat tema "Rahasia Ketenangan Hati". Sesi pertama dimulai sejak pukul 08.30 pagi yang diisi dengan pesan-pesan sponsor dari sederet brand populer, dan dilanjutkan dengan kajian dari Ustaz Hilman, disambung sesi tanya jawab serta curhat dan ditutup dengan doa bersama. Ini adalah kali kedua saya mengikuti kajian Menata Hati. Sebelumnya saya juga pernah mengikuti di Bogor pada bulan ramadhan lalu. 

Sejak awal kajian, Ustaz Hilman menekankan bahwa ini bukan sekadar kajian rutin, melainkan sebuah acara yang benar-benar berbicara tentang hati dan menyentuh relung hati. Tak heran jika 6.000 tiket ludes hanya dalam dua hari untuk tiga sesi kajian di Bintaro saja. Ini merupakan indikasi betapa banyak orang merindukan ruang untuk mengisi kebutuhan batin, rohani dan spiritualitas, termasuk ketenangan hati.

Pada awal kajian, ada pertanyaan yang sederhana namun menghantam tepat di pusat kesadaran yang dilontarkan oleh Ustaz Hilman: semua orang ingin bahagia, tapi di mana letak kebahagiaan itu? Apakah pada harta yang menumpuk, pasangan yang setia, atau popularitas yang diagungkan? Beliau menjelaskan, kebahagiaan tidak terletak pada ketiga hal itu, melainkan pada hati yang merasakan ketenangan dalam setiap keadaan.

Ustaz Hilman juga menguraikan lebih jauh mengenai tiga rahasia ketenangan hati, merujuk pada hadis. Pertama, meyakini perjumpaan dengan Allah. Dengan demikian, kita sebagai manusia bisa memahami bahwa tujuan hidup kita adalah surga dan dunia adalah jembatan menuju ke sana. Ia mengajak audiens untuk tidak mudah patah, luka dan resah dengan dunia yang sementara, karena tidak satupun manusia yang hidupnya baik-baik saja. Setiap orang berjuang dengan ujiannya masing-masing. Bedanya, orang beriman yang meyakini perjumpaan dengan Allah akan memiliki ketenangan hati menghadapi setiap ujian yang datang. 

Rahasia ketenangan hati kedua, jelas Ustaz Hilman, adalah ridha menerima atas segala apa yang Allah hadirkan. Ketenangan hati akan dirasakan saat kita selalu menerima segala ketentuan Allah. Dengan demikian, kita selalu bisa memaknai setiap kejadian yang datang dengan mengubah cara pandang kita terhadap takdir Allah.

Rahasia ketenangan hati yang ketiga, sambungnya, adalah merasa cukup dengan setiap pemberian Allah. Ketenangan hati terletak pada hati yang lapang dengan merasa cukup atas semua karunia Allah.

Mengikuti kajian ini membuat saya belajar banyak, bukan hanya dalam ilmu agama dan kebutuhan rohani serta mengisi ceruk yang kosong di hati, tapi juga belajar soal bagaimana mengelola event dengan baik, membangun branding yang kuat, membangun kemampuan public speaking yang mumpuni serta tetap relevan dengan zaman. 

Saya berangkat ke kajian dengan niat belajar lebih dalam akan banyak hal. Namun saat mengikuti kajian, saya rupanya tidak bisa menahan diri untuk tidak menitikan air mata saat Ustaz Hilman menyinggung sisi-sisi kemanusiaan yang relevan dengan kehidupan saya. Saya yakin saya tidak sendiri, karena saya melihat di sekitar saya juga jamaah ada yang menangis di beberapa momen saat kajian. 

Saya kagum pada Ustaz Hilman karena isi kajiaannya universal namun mampu menyentuh banyak sisi kemanusiaan serta masalah hidup yang relevan dengan audiensnya, serta orang dewasa pada umumnya. Beberapa isu yang diangkat seperti hati yang belum berdamai dengan trauma masa lalu, kekecewaan pada pasangan, permasalahan cinta, anak, keluarga, karir, perasaan dilukasi dilukai, dikhianati serta dikecewakan. 

Kemampuan Ustaz Hilman mengemas isi kajiannya yang sarat ilmu agama namun membumikan isinya agar relevan dengan situasi audiens, saya acungi jempol. Ditambah lagi kemampuan public speakingnya yang mumpuni, dengan gaya bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, bahkan sesekali menyelipkan guyonan, membuat kemasan acara tersebut memiliki value yang lebih kuat. 

Tidak jarang di sela-sela kajian, Ustaz Hilman dengan sengaja mengajak audiensnya untuk menyalakan kamera handphone dan mengunggah momen kajian itu di media sosial. Selain bisa ikut menebarkan kebaikan, hal tersebut juga menunjukkan bagaimana Ustaz Hilman sangat memahami audiensnya serta kebutuhannya untuk eksis di media sosial. Hal ini sekaligus membantu memperkuat citra dan popularitas Ustaz Hilman, paling tidak melalui media sosial. Tidak ada yang salah dengan ini, saya justru salut dengan apa yang beliau lakukan. 

Hal lain yang juga saya apresiasi adalah pengaturan acara yang cukup rapi. Meski pada saat bubar acara ada sedikit kepadatan, karena hanya pintu belakang yang dibuka, namun secara keseluruhan, acara diselenggarakan dengan tertib. Saya pun tertarik dengan konsep kajian di ballroom hotel seperti ini karena membawa suasana berbeda yang lebih kasual. Ditambah lagi, ballroom hotel yang sejuk membuat saya nyaman dan bisa khidmat menyimak kajian hingga akhir.

Mengikuti kajian Menata Hati di Bintaro bersama Ustaz Hilman Fauzi menjadi pengalaman yang tidak hanya memperkaya batin, tetapi juga membuka mata tentang pentingnya menghadirkan nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Dari pesan yang sederhana namun mendalam, saya belajar bahwa ketenangan hati bukanlah sesuatu yang datang dari luar, melainkan lahir dari keyakinan, keridhaan, dan rasa cukup atas pemberian Allah. 

Namun lebih dari itu, saya juga menemukan pelajaran berharga di luar ranah spiritual: bagaimana sebuah acara bisa dikemas dengan branding yang kuat, public speaking yang mengena, serta strategi bisnis yang relevan dengan kebutuhan audiens masa kini. Hal ini terasa sejalan dengan bidang akademis yang sedang saya tempuh, sehingga kajian ini bagi saya menjadi ruang belajar yang lengkap—menata hati sekaligus menajamkan cara pandang tentang komunikasi, branding, dan manajemen. ***

** Penulis merupakan postgraduate student di Business and Communication Management LSPR Institute, Jakarta