Enam Bulan Danantara: Menata Arah Baru investasi negara

Oleh Kevin Philip*

ORBITINDONESIA.COM - Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) merupakan lembaga baru yang dibentuk Pemerintah Indonesia sebagai sovereign wealth fund (SWF) untuk mengelola dan mengoptimalkan kekayaan negara melalui pendekatan investasi strategis.

Pembentukan Danantara tidak terlepas dari perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 24 Februari 2025. Momen ini menjadi titik balik dalam tata kelola aset negara, dari birokrasi administratif menuju manajemen berbasis nilai dan daya saing global.

Dalam enam bulan pertama operasionalnya, Danantara mencatat sejumlah capaian penting. Salah satu yang paling menonjol adalah keberhasilan memperoleh pendanaan sebesar 10 miliar dolar AS atau setara dengan Rp163,18 triliun dari konsorsium 12 bank asing.

Pendanaan ini menjadi indikator awal kepercayaan internasional terhadap kredibilitas pengelolaan investasi Indonesia, sekaligus membuka ruang fiskal baru untuk mendukung transformasi ekonomi nasional. Dalam situasi geopolitik global yang penuh ketidakpastian, langkah ini menjadi pencapaian strategis yang jarang terjadi pada institusi yang bahkan masih berusia sangat muda.

Keberhasilan ini tidak bisa dilepaskan dari peran penting Chief Operating Officer (COO) Danantara Dony Oskaria. Kiprahnya tidak sekadar menjalankan fungsi operasional, tetapi juga mengarahkan strategi, memperluas jejaring, dan memperkuat kepercayaan global terhadap Indonesia.

Untuk tahun buku 2025, Danantara menyusun 22 program kerja yang dirancang dalam tiga fokus utama: restrukturisasi, konsolidasi, dan pengembangan bisnis.

Restrukturisasi diarahkan pada sektor-sektor yang selama ini menghadapi tantangan manajerial dan finansial, seperti maskapai penerbangan, manufaktur baja, proyek kereta cepat, dan asuransi. Konsolidasi difokuskan pada perampingan dan efisiensi sektor konstruksi, pupuk, rumah sakit, perhotelan, gula, hilirisasi minyak, dan kawasan industri.

Sementara itu, pengembangan bisnis menjajaki sektor-sektor masa depan seperti koperasi, pangan, baterai, semen, perbankan syariah, telekomunikasi, dan galangan kapal.

Visi besar Dony tidak berhenti pada aspek finansial. Danantara juga mulai membangun fondasi pengembangan sumber daya manusia melalui pendirian Danantara Indonesia Academy. Universitas korporat ini dirancang bekerja sama dengan sembilan universitas terkemuka dunia.

Lembaga ini akan menawarkan dua jenis pembelajaran, yaitu pembelajaran umum (general learning) dan pembelajaran khusus (specialized learning), dengan fokus pada kecerdasan buatan (AI), teknik, dan pengembangan sumber daya manusia.

Langkah ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi tidak hanya bertumpu pada modal, tetapi juga pada pengetahuan dan kompetensi. Dalam perspektif pembangunan jangka panjang, langkah ini meneguhkan bahwa Danantara tidak hanya mengelola aset material, tetapi juga mencetak sumber daya manusia unggul untuk Indonesia Emas 2045.

Pada ranah internasional, Danantara berhasil menjalin tiga kemitraan strategis dalam waktu hanya empat bulan sejak berdiri. Pertama, kesepakatan dengan Qatar Investment Authority (QIA) pada April 2025 untuk membentuk dana investasi bersama senilai empat miliar dolar AS, yang diarahkan pada sektor hilirisasi industri, energi terbarukan, layanan kesehatan, dan sektor prioritas transformasi ekonomi Indonesia.

Kedua, kemitraan dengan Future Fund Australia pada Mei 2025, yang tidak hanya melibatkan pembiayaan, tetapi juga membuka akses bagi Danantara menjadi anggota International Forum of Sovereign Wealth Funds (IFSWF). Keanggotaan ini penting sebagai pengakuan global terhadap standar tata kelola Danantara.

Ketiga, kesepakatan dengan China Investment Corporation (CIC), salah satu SWF terbesar dunia, untuk membentuk platform investasi ASEAN–China dengan fokus pada manufaktur, teknologi, kesehatan, dan barang konsumsi.

Kemitraan ini memperkuat posisi Danantara sebagai institusi yang aktif membangun ekosistem investasi global, sekaligus memperluas jejaring strategis Indonesia.

Di sisi internal, Danantara mulai menerapkan reformasi tata kelola yang mencerminkan kultur baru dalam pengelolaan aset negara. Beberapa kebijakan yang diterapkan antara lain pelarangan aktivitas non-produktif di hari kerja, pembatasan keterlibatan keluarga direksi dalam urusan perusahaan, serta pengurangan penggunaan protokol berlebihan.

Selain itu, dibentuk dua entitas khusus yaitu Danantara Asset Management dan Danantara Investment Management. Pendekatan ini penting untuk melindungi aset negara dari kerentanan risiko, sekaligus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

Meski masih berusia muda, Danantara menunjukkan kapasitas kelembagaan yang menjanjikan. Tentu saja, keberhasilan besar ini juga menghadapi tantangan berat. Mengelola dana triliunan rupiah bukan hanya perkara kemampuan manajerial, tetapi juga soal menjaga integritas dan konsistensi di tengah dinamika politik nasional.

Namun enam bulan pertama ini telah memberikan sinyal kuat bahwa Indonesia mampu membangun institusi investasi yang kredibel, efisien, dan berorientasi jangka panjang.

Jika dulu BUMN sering dipandang sebagai “lubang hitam anggaran negara” alias beban fiskal, kini Danantara hadir sebagai simbol baru kedaulatan ekonomi: lembaga negara yang dirancang untuk menjadi motor pertumbuhan, inovasi, dan kesejahteraan nasional.

Transformasi ini bukan hanya soal keberhasilan individu. Ia adalah refleksi dari arah baru tata kelola nasional: modern, transparan, dan berorientasi pada masa depan.

Dengan capaian monumental yang sudah diraih mulai dari pendanaan internasional, program restrukturisasi BUMN, universitas korporat, kerja sama global, hingga kebijakan sosial, Danantara siap membawa Indonesia memasuki era baru pengelolaan kekayaan negara.

Sebuah era di mana BUMN tidak lagi menjadi beban, tetapi justru motor pertumbuhan, inovasi, dan kesejahteraan bangsa.

*Kevin Philip adalah mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Andalas. ***