Sendirian Tempuh Ribuan Kilometer, Agam Rinjani Bawa 600 kg Perlengkapan Bantuan

Nama Agam Rinjani kembali muncul di ruang publik setelah aksi heroiknya menolong pendaki asing di Gunung Rinjani viral di media massa pada Juni lalu. Kali ini, nama itu hadir bukan di jalur pendakian, melainkan dalam perjalanan ribuan kilometer yang ia tempuh seorang diri demi sebuah misi kemanusiaan. Dari Bogor, Agam bergerak menuju Aceh Tamiang, wilayah yang terdampak banjir, dengan membawa perlengkapan sanitasi, logistik darurat, dan satu tujuan sederhana: memastikan kebutuhan kesehatan dasar warga tidak terabaikan di tengah situasi krisis.

Perjalanan itu dimulai pada Senin, 8 Desember 2025. Pelan namun pasti, Agam menempuh jalur darat hingga Medan, sebelum melanjutkan perjalanan ke Aceh Tamiang, salah satu daerah yang terdampak banjir bandang. Di wilayah tersebut, banjir tidak hanya merendam rumah warga, tetapi juga memutus akses sanitasi dan layanan kesehatan dasar.

“Saya berangkat khusus untuk membangun toilet, sanitasi, dan puskesmas darurat. Teman-teman dokter dan pencinta alam dari universitas di Semarang juga akan membantu. Isinya dokter semua,” ujar Agam saat dihubungi di sela perjalanan.

Bagi pria berusia 36 tahun itu, penanganan sanitasi pascabencana merupakan kebutuhan mendesak yang sering luput dari perhatian. Ia menilai, kondisi lingkungan yang tidak tertata dengan baik justru dapat memicu persoalan baru, terutama penyakit menular.

“Kalau sanitasi tidak ditangani dengan benar, risikonya besar. Pasca banjir bandang banyak bakteri yang bisa menyebabkan diare dan penyakit lainnya. Rumah sakit juga bisa penuh. Karena itu, perlu puskesmas darurat dan fasilitas MCK yang layak,” jelasnya.

Rencana Agam tidak berhenti pada pembangunan toilet darurat. Ia juga berupaya mencari sumber air bersih dan membuat sistem penyaringan sederhana agar warga bisa mandi dan memenuhi kebutuhan dasar lainnya dengan lebih aman. Semua langkah itu dilakukan dengan pendekatan praktis, menyesuaikan kondisi lapangan dan keterbatasan yang ada.

Menariknya, perjalanan panjang ini ditempuh Agam seorang diri. Saat rasa lelah dan jenuh muncul di jalan, ia sesekali melakukan siaran langsung melalui media sosial, bukan untuk mencari sorotan, melainkan untuk berbagi kondisi lapangan sekaligus mengabarkan kebutuhan warga di daerah terdampak.

Di dalam kendaraannya, Agam membawa sekitar 600 kilogram perlengkapan. Isinya beragam, mulai dari perahu karet, pelampung, peralatan penyelamatan, hingga makanan siap saji. Dukungan juga datang dari sejumlah pihak, termasuk Consina, yang turut mengirimkan pakaian untuk warga di pengungsian.

“Bukan cuma alat sanitasi. Ada juga makanan siap saji dan perlengkapan darurat. Teman-teman juga akan menyusul kirim bantuan,” ungkapnya.

Agam berencana menetap sementara di Aceh hingga kondisi mulai membaik. Ia memperkirakan akan berada di lokasi sekitar tiga minggu untuk memastikan fasilitas darurat berfungsi dan kebutuhan dasar warga terpenuhi. Meski memiliki agenda lain ke Thailand pada akhir Desember untuk urusan pekerjaan, ia berniat kembali lagi ke Aceh setelahnya.

Bagi Agam, aksi kemanusiaan bukan soal popularitas atau pengakuan. Ia memandangnya sebagai tanggung jawab moral untuk hadir dan bekerja bersama warga serta berbagai pihak di saat kondisi sulit.

Langkah yang diambil Agam Rinjani menjadi cermin bahwa kepedulian sering kali lahir dari keputusan sederhana: berangkat, melihat langsung, dan melakukan apa yang bisa dilakukan. Di tengah bencana, kehadiran satu orang yang bersedia turun ke lapangan dapat memberi dampak nyata bagi banyak orang yang sedang berjuang memulihkan kehidupan mereka.