Puisi Satrio Arismunandar: Gus Dur, Pembawa Cahaya di Gelap Sejarah

Oleh Satrio Arismunandar

ORBITINDONESIA.COM - Di tanah air yang penuh warna,  
lahir seorang putra bangsa,  
Abdurrahman Wahid, Gus Dur namanya,  
membawa cahaya di tengah gelap sejarah.  

Ia menatap manusia bukan dari suku,  
bukan dari agama, bukan dari warna kulit,  
melainkan dari hati yang sama berdegup,  
dari jiwa yang sama ingin hidup merdeka.  

Gus Dur, sang guru bangsa,  
menyulam benang toleransi di kain nusantara,  
menyatukan doa dari masjid, gereja, pura, dan vihara,  
menyebut semua anak negeri sebagai saudara.  

Ketika hak asasi diinjak,  
ia berdiri tegak,  
ketika minoritas dibungkam,  
ia membuka suara lantang:  
“Negara ini milik semua, bukan segelintir kuasa.”  

Pluralisme baginya bukan sekadar kata,  
melainkan napas yang menghidupkan bangsa,  
ia ajarkan bahwa perbedaan adalah rahmat,  
dan kemanusiaan adalah kiblat.  

Di masa pemerintahannya,  
ia bebaskan pers dari belenggu,  
ia cabut larangan yang menutup pintu,  
agar suara rakyat mengalir tanpa takut.  

Dan kepada saudara Tionghoa,  
ia kembalikan hak yang lama dirampas,  
Imlek kembali bersinar di langit nusantara,  
barongsai menari di jalan-jalan kota,  
huruf Tionghoa kembali hidup di papan nama.  

Mereka menyebutnya “Bapak Tionghoa”,  
karena ia menghapus luka panjang diskriminasi,  
mereka menyebutnya “Bapak Pluralisme”,  
karena ia merangkul semua dalam kasih.  

Gus Dur, engkau buta mata,  
namun matamu melihat lebih jauh dari siapa pun,  
engkau tertidur di kursi rapat,  
namun bangunmu selalu membawa jawaban.  

Kini engkau telah tiada,  
jasadmu bersemayam di Jombang tercinta,  
namun suaramu masih hidup di hati bangsa,  
ucapanmu yang sederhana,  
“Gitu aja kok repot,”  
menjadi senyum di tengah badai politik.  

Wahai Gus Dur,  
engkau bukan sekadar presiden,  
engkau adalah jiwa bangsa,  
penjaga kemanusiaan,  
pelindung kaum kecil,  
dan cahaya bagi mereka yang pernah terpinggirkan.  

Indonesia menangis saat engkau pergi,  
namun juga tersenyum,  
karena warisanmu adalah harapan,  
bahwa negeri ini akan selalu berdiri,  
di atas cinta, toleransi, dan kemanusiaan.  

Selamat beristirahat, Gus Dur,  
pluralisme tetap hidup,  
hak asasi tetap diperjuangkan,  
dan bangsa ini akan selalu mengingatmu,  
sebagai bapak yang merangkul semua anak negeri.  

Depok, 20 Desember 2025

Biodata:

*Satrio Arismunandar adalah penulis buku dan wartawan senior. Saat ini menjabat Pemimpin Redaksi media online OrbitIndonesia.com dan majalah pertahanan/geopolitik/hubungan internasional ARMORY REBORN. Sekjen SATUPENA (2021-2026) ini pernah menjadi jurnalis di Harian Pelita (1986-1988), Harian Kompas (1988-1995), Majalah D&R (1997-2000), Harian Media Indonesia (2000-2001), Executive Producer di Trans TV (2002-2012), dan beberapa media lain.

Ia lulus S1 dari Jurusan Elektro Fakultas Teknik UI (1989), S2 Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional UI (2000), S2 Executive MBA dari Asian Institute of Management (AIM), Filipina (2009), dan S3 Filsafat dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI (2014). Disertasinya tentang perilaku korupsi elite politik di Indonesia dalam perspektif strategi kebudayaan.

Kontak/WA: 0812 8629 9061. E-mail: sawitriarismunandar@gmail.com ***