Cerpen Iyek Aghnia: Emak

Oleh Iyek Aghnia

ORBITINDONESIA.COM - Suara azan Magrib berkumandang. Langit menjadi sakral, alam raya turut khusyuk. Jiwa-jiwa yang melangkah menuju masjid dipenuhi damai, bersujud kepada Sang Maha Pencipta.

Di sebuah rumah sakit terkenal di ibu kota provinsi, seorang wanita setengah baya masih berjuang melawan keganasan penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Selang infus menempel di lengannya, sementara hidungnya ditutup dengan selang oksigen sebagai alat bantu pernapasan.

Meski sakit, wajah cantiknya tetap terlihat. Pesona itu tak kalah dengan para selebritas yang sering muncul di layar kaca.

Sudah dua hari dua malam Emak menghuni kamar rumah sakit ini. Kami, anak-anaknya, tak henti berdoa agar Sang Pencipta memberikan kesembuhan. Kehilangan suara nasihatnya, kehilangan canda yang biasa membuat kami tertawa, terasa begitu menyiksa.

Emak adalah wanita hebat, bahkan super hebat. Meski hanya lulusan sekolah rakyat, ia pernah bekerja sebagai pegawai kecamatan di kampung halamannya. Di sanalah ia berkenalan dengan Ayah, yang saat itu menjabat sebagai camat.

Setelah menikah, Emak berhenti bekerja. Ia mengurus adik-adik Ayah yang masih kecil. Tak heran, bagi mereka Emak bukan sekadar ipar, melainkan sosok ibu pengganti.

“Emakmu yang mengurus kami saat kecil. Apalagi kakekmu sering berpindah tugas. Jadi kami menganggap Emakmu bukan sekadar ipar, tapi ibu kami,” kenang adik-adik Ayah.

Ketika kami masih duduk di bangku SD, Emak berjualan pisang goreng. Usai salat Subuh, ia membuat jajanan itu untuk menambah penghasilan keluarga. Maklum, Ayah saat itu hanya pegawai rendahan di perusahaan tambang.

Saat kami menginjak SMP, kondisi ekonomi keluarga mulai membaik. Ayah dipercaya menjadi Kepala Urusan, bahkan mampu membeli sepeda motor—barang mewah kala itu. Namun naluri bisnis Emak tak pernah padam. Ia berdagang pakaian, memiliki banyak langganan.

Aku masih ingat, setiap pulang dua minggu sekali dari SMA di luar kota, aku sering menemani Emak menagih pembayaran ke rumah langganannya. Aku bangga setiap kali berjalan bersamanya. Meski pendatang, Emak akrab dengan masyarakat sekitar. Hampir semua orang mengenalnya.

“Emak tinggal di daerah ini sejak menikah dengan ayahmu. Puluhan tahun lamanya, saat daerah ini masih sepi,” katanya suatu hari.

Seiring waktu, aktivitas berdagang berkurang. Emak lebih banyak menghabiskan waktu bersama cucu-cucunya. Naluri keibuannya begitu terasa. Ia menanamkan nilai berbagi dan kepedulian sosial kepada mereka, sebagaimana ia ajarkan kepada kami sejak kecil.

“Berbagi dengan sesama itu penting. Tidak ada orang susah hanya karena berbagi,” pesan Emak.

Saat Ramadhan tiba, ia selalu mengingatkan kami untuk berbagi dengan mereka yang kurang mampu.

“Kalau ada rezeki, bagikanlah. Memberi sesuatu untuk orang berbuka puasa itu besar pahalanya. Dan kamu tidak akan jatuh miskin hanya karena berbagi,” ujarnya.

Emak juga menasihati agar kami bekerja dengan lurus, tanpa menzalimi orang lain atau menjilat atasan.

“Lihat Ayahmu, lihat Kakekmu. Mereka tak pernah meminta jabatan, tak pernah menjilat atasan, dan nama baik mereka tetap hidup hingga akhir hayat,” katanya saat aku mulai bekerja sebagai jurnalis lokal.

Bagi Emak, bersahabat dengan orang berpangkat bukanlah kebanggaan.

“Kalau kamu bersahabat dengan orang besar tapi tak bisa membantu orang kecil, buat apa?” katanya suatu malam.

Kini, Emak terbaring lemah di rumah sakit. Kerabat, tetangga, dan sahabat berdatangan, menceritakan kebaikan yang pernah ia lakukan.
“Emakmu orang baik, suka menolong. Kami berutang budi padanya. Semoga beliau cepat sembuh,” kata mereka.

Namun waktu berkata lain. Sudah hampir delapan tahun Emak meninggalkan kami. Kebaikannya tetap terpatri dalam jiwa. Setiap kali bertemu para tetua di daerah ini, hati kami bahagia karena mereka mengenal Emak—bukan karena jabatan, melainkan karena kebaikan.

Emak memang tak pernah memiliki jabatan apa pun, kecuali sebagai hamba Allah yang selalu ingin berbuat baik kepada sesama.

Toboali, 20 Desember 2025

*Iyek Aghnia adalah nama pena Rusmin Sopian, penulis asal Toboali Bangka Selatan.