Ketika Banyak Remaja Larut dalam Dunia Digital, Raihan Mengolah Kulit Bawang Jadi Tinta Spidol
Ketika sebagian besar anak SMP seusianya menghabiskan waktu luang dengan scrolling media sosial atau bermain gim daring, Raihan Jouzu Syamsudin justru memilih aktivitas yang berbeda. Sepulang sekolah, siswa SMP Negeri 57 Surabaya ini menyempatkan diri mengumpulkan kulit bawang putih dari pasar dan lingkungan sekitar. Limbah dapur yang kerap dianggap tak bernilai itu ia olah melalui proses bertahap hingga menjadi tinta spidol ramah lingkungan.
Ketertarikan Raihan berawal dari kegelisahan melihat sampah organik yang menumpuk setiap hari. Kulit bawang putih, yang jumlahnya melimpah di pasar tradisional, hampir selalu berakhir di tempat pembuangan. Ia merasa ada yang keliru dengan cara manusia memperlakukan limbah. “Kalau setiap hari dibuang, ke mana akhirnya sampah ini?” Pertanyaan sederhana itu perlahan mengarahkan Raihan pada pencarian panjang tentang kemungkinan lain dari kulit bawang.
Prosesnya tidak instan. Dalam empat bulan pertama, Raihan hanya mampu mengumpulkan sekitar 300 kilogram kulit bawang putih. Bahan ini ringan, cepat rusak, dan tidak semuanya layak diolah. Berkali-kali ia harus memilah ulang, mengeringkan, dan membuang bagian yang sudah tak bisa digunakan. Meskipun prosesnya tidak mudah, namun ia tidak menyerah dan terus melakukan percobaan demi percobaan. Setiap kegagalan ia jadikan bahan belajar. Raihan mencoba menyesuaikan waktu pengeringan, cara penyimpanan, hingga teknik pengolahan agar kulit bawang tidak cepat rusak dan tetap bisa dimanfaatkan. Ada kalanya hasil yang ia dapatkan jauh dari harapan, tinta terlalu encer atau warna tidak keluar dengan baik. Namun dari situ ia mulai memahami karakter bahan yang ia olah.
Seiring waktu, Raihan menyadari bahwa ia tidak bisa berjalan sendiri. Ia mulai membangun komunikasi dengan pedagang pasar, warga sekitar, serta lingkungan RT dan RW untuk memastikan pasokan kulit bawang putih tetap tersedia dan dalam kondisi layak. Perlahan, jumlah bahan yang terkumpul meningkat. Dari ratusan kilogram, pengumpulan itu berkembang hingga mencapai lebih dari 3,12 ton kulit bawang putih.
Ketekunan tersebut akhirnya membuka jalan bagi tahap berikutnya. Kulit bawang yang telah dikeringkan diolah menjadi pigmen alami berwarna gelap, lalu diracik menjadi tinta spidol ramah lingkungan. Tinta berbahan kulit bawang ini menjadi alternatif yang lebih aman dibandingkan tinta sintetis berbahan kimia.
Namun proses ini tidak hanya menuntut ketelitian, tetapi juga kesabaran, karena setiap tahapan menentukan kualitas hasil akhir. Raihan memahami bahwa inovasi tidak lahir dari jalan pintas, melainkan dari kesediaan menjalani proses panjang dengan konsisten. Tidak semua kulit bawang berhasil menjadi tinta. Namun Raihan tak membiarkannya terbuang percuma. Bahan yang tidak memenuhi syarat ia olah kembali menjadi eco enzyme dan sabun cair ramah lingkungan. Baginya, proses kreatif tidak hanya soal hasil akhir, tetapi juga tentang bagaimana bertanggung jawab pada seluruh sisa produksi.
Upaya yang berangkat dari kepedulian itu akhirnya mendapat pengakuan. Pada ajang Pangeran Lingkungan Hidup 2024, Raihan meraih Juara 2 berkat inovasinya. Karyanya juga mulai dikenal dalam berbagai pameran, bahkan sempat dibeli oleh pengunjung. Meski masih dalam skala kecil, hal tersebut menjadi bukti bahwa ide sederhana dapat menemukan ruangnya di tengah masyarakat.
Bagi Raihan penghargaan bukanlah tujuan akhir. Ia masih menyimpan mimpi yang besar untuk mengembangkan produknya lebih jauh, termasuk mengolah kulit bawang putih menjadi tinta toner mesin fotokopi. Ia ingin membuktikan bahwa inovasi berbasis lingkungan tidak harus rumit atau mahal, asalkan dijalankan dengan konsistensi dan niat yang jelas.
Kisah Raihan menunjukkan bahwa kepedulian tidak selalu lahir dari gagasan besar. Di usia ketika banyak remaja sibuk dengan dunia digital, ia memilih memberi perhatian pada lingkungan terdekatnya. Dari proses yang dijalani perlahan, terlihat bahwa perubahan bisa tumbuh dari langkah kecil yang dilakukan dengan konsisten dan penuh kesadaran.