DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Kisah Ratusan Pejuang Kemerdekaan Bertahan Hidup di Boven Digoel dalam Pertunjukan Wayang Kertas

image
Kisah Ratusan Pejuang Kemerdekaan Bertahan Hidup di Boven Digoel dalam Pertunjukan Wayang Kertas/Antara

ORBITINDONESIA.COM- Ratusan pejuang Kemerdekaan Indonesia, coba kembali dihadirkan dalam sebuah pertunjukan wayang kertas oleh Museum Macan.

Para pejuang kemerdekaan digambarkan sedang berada di tempat pengasingan Boven Digoel tahun 1926.

Kisah pejuang kemerdekaan ini ditampilkan dalam pertunjukan wayang kertas berjudul Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang oleh Jumaadi dan The Shadow Factory.

Baca Juga: Bursa Transfer Liga 1: Resmi, Rizky Pellu CLBK dengan PSM Makassar

Baca Juga: The Beatles Hadirkan Kembali Suara Mendiang John Lennon dan George Harrison di Lagu Terbarunya Now and Then

Dalam pertunjukan ini, setiap wayang kertas mewujudkan sebuah potongan peristiwa, dan dimainkan secara terampil oleh dua orang pawang bayang-bayang di atas dua mesin overhead projector (OHP), diiringi dengan musik eksperimental.

Karya tersebut diadaptasi dari kisah 823 pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Di tengah kesulitan yang melanda, para pejuang ini beralih pada musik dan seni untuk mempertahankan semangat hidup.

Baca Juga: Ingin Berkebun Tapi Halaman Sempit, Ini Tips Budidaya Kangkung dengan Sistem Hidroponik

Baca Juga: Mengenal Wayang Krucil, Seni Pertunjukan yang Digemari Para Petani di Jawa

Mereka menggunakan perkakas seadanya, seperti paku, bilah cangkul, kaleng kosong, rantang, dan peralatan makan untuk menciptakan seperangkat gamelan.

Pada tahun 1942, setelah Jepang mengambil alih Hindia Belanda, para pejuang ini dilarikan ke Australia dan memboyong gamelan ini ke sana.

Baca Juga: Kemenkumham DKI Gelar Diseminasi Penjaringan Calon Pemberi Bantuan Hukum, Ibnu Chuldun: Semangat Mengabdi

Setelah kemerdekaan, sebagian dari para pejuang kembali ke tanah air.

Baca Juga: Taman Mini Indonesia Indah Gelar Wayang Urban 25 Juni 2023, Temanya tentang Raja Muda Gatotkaca

Namun, nasib sebagian besar dari mereka tidak diketahui karena kisahnya tidak banyak diceritakan lagi.

Melalui perpaduan seni visual, musik, dan puisi, Jumaadi dan the Shadow Factory, membayangkan kembali pertunjukan wayang kulit di masa kini dengan menghadirkan karya inovatif yang jenaka, mengusik, tetapi terasa akrab dengan kita.

Eksplorasi medium kertas dan musik mengajak kita merasakan keindahan yang syahdu dan melihat bagaimana seni mendorong kita untuk bertahan hidup.

Jumaadi mengatakan Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang adalah sebuah kisah tentang bertahan hidup, bagaimana seni dan keindahan menjadi penting bagi umat manusia.

Pengunjung akan menyaksikan kisah akan migrasi dan perpindahan, gagasan-gagasan tentang keindahan dalam ketangguhan, menemukan keberanian, dan kebebasan berekspresi.

Baca Juga: Piala AFF U19: Kalahkan Filipina 5-1, Peluang Indonesia ke Semifinal Tetap Terbuka

Namun karya ini juga memunculkan pertanyaan tentang relevansi wayang di era digital ini.

"Selama 1,5 tahun terakhir mengembangkan proyek ini, kami telah mencoba menata ulang wayang dengan mengeksplorasi medium kertas, cerita, dan musik, dan kami dapat menyajikan pertunjukan langsung dengan ratusan guntingan kertas dalam berbagai bentuk dan ukuran," ucapnya dalam keterangan yang diterima, Jumat.

Pertunjukan Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang berdurasi 45-60 menit. Pertunjukan ini mengandung unsur kekerasan dalam sejarah dan cocok untuk segala umur, dengan bimbingan orang tua untuk anak-anak.

Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang merupakan pertunjukan terbatas pada 18-26 November 2023.***

 

 

Berita Terkait