DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Mengenal Biografi Singkat Ki Hajar Dewantara, Menteri Pendidikan Pertama Indonesia

image
2 Mei diperingati sebagai Hardiknas sebab penghargaan bagi Ki Hajar Dewantara.

ORBITINDONESIA.COM - Pada Hari Pendidikan Nasional sudah menjadi kewajiban bagi rakyat Indonesia untuk mengingat dan mengenang sosok Ki Hajar Dewantara.

Karena Ki Hajar Dewantara adalah tokoh penting pendidikan sekaligus menjadi Menteri Pendidikan pertama Republik Indonesia.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Karena Ki Hajar Dewantara jugalah 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional yang merupakan hari lahir dari pria bangsawan Kadipaten Paku Alaman itu.

Baca Juga: Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto: Pelaku Penembakan Kantor MUI Pusat Berdomisili di Lampung

Ki Hajar Dewantara lahir pada 2 Mei 1889, di Kadipaten Paku Alaman, Yogyakarta, dan memiliki nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Seperti yang bisa dilihat pada tempat kelahirannya, Ki Hajar Dewantara adalah keturunan bangsawan yang merupakan putra dari GPH Soerjaningrat dan cucu Paku Alam III.

Ki Hajar Dewantara menamatkan pendidikan dasar di Europeesche Lagere School, dia terbilang mendapat keberuntungan karena sekolah ini hanya bisa ditempati oleh anak dari tanah Eropa.

Baca Juga: Contoh Puisi yang Bisa Dibacakan saat Lomba Hari Pendidikan Nasional di Sekolah

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Setelah itu, ia sempat melanjutkan pendidikan kedokteran di STOVIA, sayang dia tidak menyelesaikan sekolah ini karena kondisi kesehatan yang buruk.

Setelah tidak menamatkan pendidikannya, Ki Hajar Dewantara bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa judul surat kabar.

Ki Hajar Dewantara pernah bekerja untuk surat kabar Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Baca Juga: Sel Mewah di Lapas Viral, Wamenkumham Edward Omar Syarif Hiariej Sedang Mendalami

Ki Hajar Dewantara termasuk sebagai pengkritik yang frontal terhadap pemerintah Kolonial Belanda dengan tulisannya yang dipenuhi gagasan yang tajam.

Sehingga sosok Ki Hajar Dewantara memang dikenal sebagai salah satu tokoh pergerakan Indonesia yang perlu diwaspadai.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Salah satu judul tulisan yang pernah dibuat oleh Ki Hajar Dewantara dan membuat Belanda naik darah berjudul “Seandainya aku seorang Belanda".

Baca Juga: Dua Petugas MUI Terluka, Pintu Kaca Hancur, Amirsyah: Jangan Terpancing

Tulisan ini terbit tahun 1913 di surat kabar de Express milik Dr. Douwes Dekker dengan judul asli Als ik een Nederlender was.

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Tulisan ini dibuat oleh Ki Hajar Dewantara untuk mengkritik pemerintah Kolonial yang mengumpulkan sumbangan dari Hindia Belanda (Indonesia) untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Prancis.

Selain aktif menulis sebagai wartawan, Ki Hajar Dewantara juga aktif di organisasi Boedi Oetomo pada 1908.

Baca Juga: Begini Penampakan Bekas Tembakan di Kantor MUI Pusat, Pintu Sampai Hancur

Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota

Dalam organisasi Boedi Oetomo, Ki Hajar Dewantara sebagai seksi propaganda yang mensosialisasikan tentang pentingnya persatuan dalam berbangsan dan bernegara.

Perjuangan Ki Hajar Dewantara tidak berhenti sampai di organisasi, dia juga membentuk partai politik pertama di Hindia Belanda bersama Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker.

Partai yang dibentuk itu bernama Indische Partij dan resmi berdiri pada 25 Desember 1912 dan tentu saja bertujuan untuk menggelorakan semangat kemerdekaan.

Baca Juga: Peringati Hari Bela Negara, Ibnu Chuldun: Bersatu dan Berkontribusi untuk Indonesia Maju

Baca Juga: Selasa Malam Ini, Petinggi Parpol Koalisi Pemerintah Halal Bihalal Bersama Presiden Jokowi di Istana.

Karena tulisannya yang terus membuat pemerintah Belanda marah, akhirnya Ki Hajar Dewantara diasingkan ke Pulau Bangka.

Namun atas permintaan Cipto Mangunkusomo dan Douwes Dekker, pengasinganga Ki Hajar Dewantara dipindahkan ke Belanda.

Baca Juga: Permohonan Layanan Melonjak, Sandi Andaryadi: Imigrasi DKI Jakarta Harus Bekerja Prima

Ki Hajar Dewantara memanfaatkan kesempatan ini untuk memperdalam pendidikan dan pengajaran hingga mendapatkan sertifikat Europeesche Akte.

Baca Juga: Belum Ditangkap, Pelaku Penembakan di Kantor MUI Pusat Sudah Tewas, Kok Bisa

Barulah pada 1918, Ki Hajar Dewantara menaruh perhatian yang serius pada bidang pendidikan dan tahun 1922 dia mendirikan taman siswa.

Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Waktunya Masuk Kampus dan Sekolah

Yang saat ini dikenal sebagai Perguruan Nasional Taman Siswa yang mengajarkan nasionalisme, cinta tanah air dan semangat kemerdekaan.

Sambil menghabiskan waktunya untuk mengurus taman siswa, Ki Hajar Dewantara tetap aktif menulis tentang pendidikan dan kebudayaan.

Baca Juga: Menkumham Yasona H. Laoly: Tuduhan Anak Saya Terlibat Bisnis di Lapas Bohong Besar

Baca Juga: Kepala Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta Ibnu Chuldun Resmikan Laboratorium Peradilan Pidana Universitas Yarsi

Di masa kemerdekaan Indonesia, Ki Hajar Dewantara pun diangkat menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang pertama di tahun 1950.

Setelah itu Ki Hajar Dewantara juga mendapat gelar doktor honoris causa dari Universitas Gajah Mada (1959) serta diangkat sebagai pahlawan nasional pada tahun 1959.

Bertugas sebagai menteri pendidikan di Indonesia yang pertama, ia melakukan berbagai macam pergerakan dan dibahas pada buku Ki Hadjar Dewantara: Putra Keraton Pahlawan Bangsa.

Baca Juga: Pembunuh Petugas Imigrasi Tri Fattah Firdaus Jadi Tersangka, Sandi Andaryadi: Kami Apresiasi Polda Metro Jaya

Baca Juga: Viral Kantor MUI Jakarta Rusak Ditembak Senjata Api, Sejumlah Orang Terluka, Begini Upaya Polisi

Ki Hajar Dewantara meninggal dunia pada 26 April 1959, di Padepokan Ki Hajar Dewantara dan disemayamkan di Taman Wijaya Brata, Yogyakarta.

Upacara pemakamannya saat itu dipimpin oleh Soeharto sebagai inspektur upacara.***

Baca Juga: Warga Negara Asing Asal Korea Selatan Jadi Tersangka Pembunuhan Petugas Imigrasi Tri Fattah Firdaus

Dapatkan informasi menarik lainnya dari ORBITINDONESIA.COM di Google News.

Berita Terkait