Ayahku Menggali Kuburan Massal, Konflik di Sampit 2001 Suku Dayak Versus Madura
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 28 Juli 2022 06:32 WIB
Oleh Denny JA
ORBITINDONESIA – Selaku pendiri ORBITINDONESIA, Denny JA prihatin terhadap konflik bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan di Indonesia.
Baca Juga: New Year Gaza 24 B
Menurut Denny JA, konflik seperti itu sungguh merusak manusia sekaligus nilai-nilai kemanusiaannya.
Atas keprihatinannya itu, Denny JA menulis puisi dan berbagai esai tentang isu dan konflik yang bermuatan primordial sekaligus untuk menggugah kesadaran manusia akan arti pentingnya bersatu dalam keberagaman:
Baca Juga: Kenali Risiko Terlalu Banyak Konsumsi Makanan Gorengan, Bisa Jadi Penyebab Diabetes Tipe 2
Berikut ini salah satu puisi esai mini karya dari Denny JA:
“Ayahku Menggali Kuburan Massal”
Rasa kosong itu, kembali datang.
Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda
Di mana-mana.
Bergelantungan di ranting pohon-pohon, melayang di udara Kota Sampit.
Ia alami ini,
Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma
bertahun sudah.
Rasa bersalah menjadi raja.
Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan
Berkuasa di hati.
Rasa sesal terus bermukim,
di tulang sumsum.
mengganggu,
sepanjang hari, sepanjang bulan.
Betahun sudah.
Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota
Pukul tiga dini hari.
Nanjan duduk di sana, sejak tadi malam.
Baca Juga: Peringati Hari Bela Negara, Ibnu Chuldun: Bersatu dan Berkontribusi untuk Indonesia Maju
Di beranda rumah.
Menghadap ke langit luas.
Baca Juga: Horoskop Kesehatan Zodiak Leo 27 Juli 2022: Saatnya Anda Istirahat
Baca Juga: Permohonan Layanan Melonjak, Sandi Andaryadi: Imigrasi DKI Jakarta Harus Bekerja Prima
“Ya Tuhan,
mengapa aku tak kunjung mati?
Aku takut bunuh diri.
Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Waktunya Masuk Kampus dan Sekolah
Cepat ambil nyawaku.
“Apalagi yang harus kubuat?
Aku ingin mati.”
Nanjan kirimkan doa itu ke langit.
Ia berharap malaikat mendengarnya.
Membawa harapan kematiannya kepada penguasa hidup, penguasa alam semesta.
Baca Juga: Warga Negara Asing Asal Korea Selatan Jadi Tersangka Pembunuhan Petugas Imigrasi Tri Fattah Firdaus
Nanjan, usia 55 tahun.
Kuyu dan kusut.
Jarang bicara.
Baca Juga: Di Gedung Long See Tong Kota Padang, Mahfud MD Janji Perjuangkan Hak Adat
Badannya lemah.
Baca Juga: Horoskop Kesehatan Zodiak Leo 27 Juli 2022: Saatnya Anda Istirahat
Duduk di kursi roda,
Baca Juga: Muhaimin Iskandar Janjikan Tunjangan Ibu Hamil, Guru Mengaji, dan Bebaskan Pajak Bumi Bangunan
sejak lima tahun lalu.
Menarik diri dari keluarga,
Menjauh dari teman-teman,
bertahun sudah.
Konflik suku Dayak dan Madura di Sampit, 2001,
Baca Juga: Taman Mini Indonesia Indah Gelar Konser Musik untuk Natal dan Tahun Baru
menjadi awal perkara.
Sesuatu yang sangat horor,
Baca Juga: Dinas Kesehatan: Pengidap COVID 19 di Jakarta Mencapai 200 Kasus per Hari
yang wow, mencekam,
dari peristiwa itu, terus menjadi beban,
menetap, tak mau pergi.
Baca Juga: Relawan Santri Muda Garut Dukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD
“Ayah, sudah jam 3.00 subuh.
Masuk lagi ke kamar.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Ikut Kirab Budaya Nitilaku UGM Yogyakarta
Tidur Ayah.”
Baca Juga: RANS Nusantara FC akan Bertanding Melawan PSS Sleman, Inilah Harga Tiketnya
Tanpa perlu persetujuan Ayah,
Baca Juga: Buruh Rokok di Kudus Deklrasi Dukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka
Jenta mendorong kursi roda, masuk ke kamar.
Dipapahnya Nanjan ke ranjang.
Dimatikannya lampu,
Baca Juga: Pesantren Lirboyo Kediri Dukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar
agar Ayahnya tidur.
Jenta kerjakan hal yang sama, untuk Ayahnya,
berulang-ulang,
hampir setiap hari.
bertahun sudah.
Baca Juga: Diskusi SATUPENA, Satrio Arismunandar: Hak Asasi Manusia dan Pembaruan Islam Terus Berkembang
Ia anak putri satu-satunya.
Sangat menyayangi Ayahnya.
Sampit, 2001.
Nanjan gagah perkasa.
Baca Juga: Kampanye di Pelabuhan Perikanan, Nelayan Minta Gibran Bikin Aturan yang Memudahkan Penjualan Ikan
Tapi hatinya luka.
Adiknya dibunuh orang Madura.
Baca Juga: Tok! Hakim Tolak Praperadilan Eks Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming
Baca Juga: Ahmad Syahroni Nasdem: Anies Baswedan Harapan Perubahan untuk Indonesia Timur
Itu era Sampit menjadi gila.
Permusuhan dengan Madura memenuhi udara.
Suku Dayak berkumpul,
dari banyak pedalaman, datang ke Sampit.
Mereka dari utara,
dari selatan,
dari barat dan timur,
Baca Juga: BMKG: Selasa Ini, Cuaca Jakarta Diperkirakan Cerah dan Berawan
melewati sungai,
menyebarangi rawa,
mendaki bukit.
Ujar pemimpin Dayak yang dituakan:
“Panglima burung sudah datang.
Para leluhur dari ratusan tahun lalu sudah hadir.
Hiruplah udara.
Rasakanlah air.
Isyarat itu sudah bicara.
Baca Juga: Bila Menghadapi Mafia Tanah, Adukan Saja ke Sini
“Saatnya balas dendam.
Tradisi kita dilecehkan.
Perang segera kita mulai.
Perjuangan kita menangkan.”
Baca Juga: Hasil Practice MotoGP Valencia 2023, Jorge Martin Menjadi yang Pertama
“Kita bersihkan Sampit,
dari sampah,
Baca Juga: Truk Bantuan Bahan Bakar Mulai Masuki Jalur Gaza
dari suku Madura.”
Ratusan suku Dayak histeris,
Baca Juga: Dewan Kota Barcelona Tangguhkan Hubungan Diplomatik dengan Israel
mandau diacung-acungkan ke langit:
“Usir. Bunuh. Pancung!
Kita basmi.
Baca Juga: Hasil Pekan ke 11 Pegadaian Liga 2, PSIM Yogyakarta Melawan Malut United Berakhir Tanpa Pemenang
Kita habiskan.”
Panglima Burung adalah Pangkalima.
Baca Juga: Hasil Perempat Final Piala Dunia U17, Kalahkan Uzbekistan Prancis Tatap Semifinal
Ia pemimpin spiritual Dayak sejak ratusan tahun lalu.
Wujudnya tak telihat.
Semakin tak nampak, semakin melegenda.
Baca Juga: Inilah Jadwal Pertandingan PSS Sleman Periode Juli Sampai Agustus 2022
Dialah bapak pelindung.
Dialah pemersatu.
Baca Juga: Hasil Sprint Race MotoGP Valencia 2023, Jorge Martin Ungguli Francesco Bagnaia
Warga Dayak meyakini Panglima Burung.
Ia sosok gaib.
Baca Juga: Hasil Pekan ke 20 BRI Liga 1, PSS Sleman Sukses Raih Tiga Angka atas Barito Putera
Bermukim di pedalaman Kalimantan.
Sejak ratusan tahun lalu,
Baca Juga: Pekan ke 20 BRI Liga 1: Ciro Alves Hattrick, Persib Bandung Pesta Gol ke Gawang Dewa United
Panglima Burung mengawasi Suku Dayak,
menjaga, merawat,
memantau dari jauh.
Panglima Burung turun ke bumi, sewaktu-waktu.
Ia hadir seutuhnya.
Baca Juga: Hasil Pekan ke 13 Liga Italia, Juventus Melawan Inter Milan Berakhir Tanpa Pemenang
Atau ia hadir lewat jiwa orang lain.
Baca Juga: MUI Hentikan Kerja Sama dengan ACT, Ini Alasannya
Mata air karakter Dayak sejati,
Baca Juga: Hasil Pekan ke 20 BRI Liga 1, Persik Kediri Libas 10 Pemain Arema FC
itulah Panglima Burung.
Ia cinta damai, pengalah, penolong, pemalu, sederhana.
Baca Juga: MotoGP 2023: Fabio Di Giannantonio Resmi Gantikan Luca Marini di VR46 Racing Team
Tapi, oh tapi.
Panglima burung bisa berubah tegas, dan gagah berani, kapanpun dibutuhkan, jika suku Dayak terancam, teraniaya, dilecehkan.
Baca Juga: Hasil Pekan ke 20 BRI Liga 1, Gol Telat Ragil Selamatkan Muka Bhayangkara FC
Di mata lawan, Panglima Burung bisa sangat kejam. Sadis! Tanpa ampun.
Ritual khusus sudah dilakukan.
Panglima Burung sudah dipanggil.
Baca Juga: Hasil Pekan ke 20 BRI Liga 1, Asisst Stefano Lilipaly Bawa Borneo FC Kalahkan Persis Solo
Nanjan bergelora.
Mandau sudah diasahnya, berkali-kali. Tajam sekali.
Baca Juga: Hasil Semifinal Piala Dunia U17 2023, Argentina Kalah Tos Tosan, Jerman Melaju ke Final
Baca Juga: Ada Info Lowongan Kerja Buat Lulusan SMK/Sederajat yang Paham Desain Grafis
Ia isap udara itu.
Nanjan rasakan Panglima Burung berbicara padanya.
Baca Juga: Berikut Daftar Tim dan Pebalap pada MotoGP 2024
Ia pun bergerak.
Tanggal 20 Febuari 2001,
Baca Juga: Hasil Semifinal Piala Dunia U17 2023, Dua Gol Cantik Antarkan Prancis Tatap Final
ribuan suku Dayak menyerbu.
Nanjan teriak kencang sekali:
“Habisiiiiiiiiiiiiiiiiiiii !”
“Basmiiiiiiiii!”
Nanjan tak lagi ingat.
Baca Juga: Hasil 16 Besar Piala Dunia U17 2023, Kalahkan Ekuador Brasi Melaju ke Perempat Final
Berapa kepala yang ia pancung.
Nanjan rasakan itu, alam yang berbeda.
Baca Juga: Hasil 16 Besar Piala Dunia U17 2023, Pulangkan Jepang Spanyol Tatap Perempat Final
Kekuatan magis merasuk.
Ia hayati leluhur yang hadir membimbing.
Panglima Burung menjadi komandan.
Baca Juga: Hasil 16 Besar Piala Dunia U17 2023, Dramatis Jerman Kalahkan Amerika Serikat
Baca Juga: Ada Kebakaran di Plaza Senayan Jakarta
Beberapa hari kemudian, situasi berubah.
Hening.
Sunyi.
Diam.
Nanjan normal kembali.
Baca Juga: Menambah Kedalaman Skuad dan Berbagi Pengalaman, Alasan Marcelo Rospide Datangkan Irfan Bachdim
Ia melihat diri sedang mengemudi truk.
Di belakang, di dalam bak truk,
Baca Juga: Qatar akan Umumkan Gencatan Senjata Antara Hamas dan Israel
puluhan mayat bertumpuk.
Nanjan terpana.
Beberapa mayat itu tanpa kepala. (1)
Baca Juga: Hasil 16 Besar Piala Dunia U17, Dramatis Maroko Kalahkan Iran Lewat Titik Putih
Ia melihat dirinya menggali kubur.
Puluhan mayat digabung menjadi satu.
Ia teringat peristiwa.
Nanjan membunuh sepupunya sendiri, sesama Dayak.
Baca Juga: Hasil 16 Besar Piala Dunia U17 2023, Argentina Sukses Gulung Venezuela
Sepupu itu mencoba menghalangi, sambil berteriak:
“Jangan memancung, Nanjan.
Ingat buyut kita: Damang Batu.”
Baca Juga: Laga Kualifikasi Piala Eropa 2024: Belanda Sukses Gebuk Gibraltar
Baca Juga: Polisi Ikut Percepat Penyerahan Santunan Kepada Keluarga Korban Kecelakaan Odong Odong
Saat itu, Nanjan tak peduli.
Menerjang apapun yang menghalangi.
Baca Juga: Hasil Sidang Komdis PSSI, Akibat Ulah Suporter Bali United dan Persib Bandung Kompak Didenda
“Jangan Nanjan, Jangan.
Ingat Damang Batu,“ sepupunya menahan.
Baca Juga: Hasil Piala Dunia U17 2023: Secara Mengejutkan Uzbekistan Singkirkan Inggris di Babak 16 Besar
Tapi Nanjan terus menyerbu.
Matanya merah.
Ini roh menggerakkannya.
Minggu berganti minggu.
Baca Juga: Penampilan Menurun, Timnas Thailand Pecat Mano Polking Akankah Park Hang seo Menggantikannya
Bulan berganti bulan.
Suasana berbeda.
Baca Juga: Inilah Wajah Sopir Taksi Diduga Pelaku Pencabulan Bocah Perempuan yang Sekarang Dicari Polisi
Baca Juga: Hasil Drawing Piala Asia U23 2024, Indonesia Masuk Grup Neraka Bersama Australia dan Qatar
Nanjan terpana.
Istri dan anak dari sepupu yang ia bunuh, menderita.
Sangat.
Baca Juga: Hasil Pekan ke 20 BRI Liga 1: Bali United Sukses Libas Madura United di Hadapan Kcong Mania
Ia melihat puluhan ribu Madura mengungsi.
Menderita.
Baca Juga: Hasil Pekan ke 20 BRI Liga 1:Lumat Persikabo 1973, PSM Makassar Sukses Amankan 10 Besar
Sangat.
Ia teringat ucapan sepupunya:
“Damang Batu.
Leluhur kita Damang Batu.”
Baca Juga: Hasil FP1 MotoGP Valencia 2023: Johan Zarco Menjadi yang Tercepat Ungguli Jorge Martin
Rasa salah menyelinap perlahan.
Makin lama, rasa itu menggulung,
menenggelamkannya.
Baca Juga: Ini 4 Manfaat Mengkonsumsi Buah Apel secara Rutin, Salah Satunya Cegah Diabetes
Terasa ada yang memanggilnya.
“Nanjan, mengapa kau mengayau?
Mengapa kau memancung kepala?”
Kembali Nanjan dihantui,
oleh bayangan derita orang banyak,
keluarga yang dibunuhnya.
Baca Juga: Contoh Soal dan Kunci Jawaban Mapel Pendidikan Pancasila untuk Siswa Kelas 1 SD
Bayangan derita dilihatnya,
di seluruh langit.
Datang lagi panggilan itu.
Baca Juga: 5 Laptop Termahal yang Pernah Diciptakan Manusia, Ada yang Harga 7 Miliar
“Nanjan, datanglah ke Tumbang Anoi.
Baca Juga: BMKG: Senin Malam Ini, Sebagian Wilayah DKI Jakarta Hujan
Kunjungi Tumbang Anoi.
Ziarah ke Tumbang Anoi.
Baca Juga: Ada Balita Hilang dalam Kecelakaan Kereta Api KA Probowangi versus Minibus Elf di Lumajang
Nanjan terdiam.
“Inikah suaramu, wahai leluhurku? Wahai Damang Batu?” Nanjan bertanya kepada langit.
Baca Juga: Banyuwangi Gelar Festival Kebangsaan, Satukan Keberagaman Etnis
Nanjan pergi ke Tumbang Anoi.
Sendiri saja.
Ia bawa truk itu.
Truk yang tempo hari mengangkut mayat.
5 jam perjalan darat dari Sampit.
Ziarah ke leluhurnya: Damang Batu.
Baca Juga: Horoskop Percintaan Zodiak Leo 27 Juli 2022: Ada Komplikasi di Dalam Hubungan Anda
Tumbang Anoi, Oh Tumbang Anoi.
Di tempat itu, di tahun 1894, 132 suku Dayak, 1000 orang Dayak, dari seluruh Kalimantan, Malaysia, dan Brunei, berkumpul, selama 3 bulan. (2)
Awalnya perang kayau.
Baca Juga: Pak Bas Dan Mas Dhito Bukan Klub yang Suka Instan-Instan
Suku Dayak saling perang.
Saling potong kepala.
Saling memenggal.
Solusi dicari.
Hukum adat yang baru perlu disepakati.
Suku Dayak dari segala penjuru harus hadir.
Dimulailah persiapan.
Baca Juga: Penggemar James Bond Berusia 7 Tahun Bertemu Roger Moore
Rapat akbar terbesar suku Dayak.
Tiga tahun kerja awal.
Baca Juga: Horoskop Percintaan Zodiak Leo 27 Juli 2022: Ada Komplikasi di Dalam Hubungan Anda
Baca Juga: Kisah Ersis Warmansyah Abbas yang Sudah Menulis 150 Buku
Maka tampilah Damang Batu.
Usia 73 tahun.
Ia berkata:
“Untuk persatuan Suku Dayak.
Untuk kejayaan Suku Dayak.
Biarlah aku bekerja.
Baca Juga: Dikabarkan akan Melatih Thailand, Park Hang seo Siap Dibenci Para Suporter Vietnam
Biarlah aku menjadi tuan rumah.”
Suara menggelegar di langit.
Arwah dan roh leluhur,
dari ratusan tahun lalu, hadir, menyaksikan rencana agung, rapat akbar suku Dayak.
Baca Juga: Viral Penumpang Pesawat Citilink Merokok Ketika Penerbangan Berlangsung, Netizen Langsung Menghujat
Damang Batu memimpin penduduk Tumbang Anoi,
membuka ladang,
di beberapa bukit,
Baca Juga: Hasil Sprint Race MotoGP Qatar 2023, Jorge Martin Menjadi yang Tercepat, Posisi Bagnaia Terancam
sediakan 60 ekor kerbau.
Cari 100 ekor sapi.
Kumpulkan ratusan babi dan ayam.
Baca Juga: Percakapan Antara Kura Kura dan Ikan
Dirikan puluhan rumah baru.
Ujar Damang Batu:
“Ayo handai taulan,
ki sanak, saudaraku, bergerak.”
Baca Juga: Bila Menghadapi Mafia Tanah, Adukan Saja ke Sini
Baca Juga: China Tuan Rumah Latihan Militer Bersama 5 Anggota ASEAN
“1000 tamu Dayak,
selama tiga bulan,
harus kita kenyangkan.
Mereka harus kita senangkan.”
Langit kembali menggelegar.
Baca Juga: Rosadi Jamani: Buku Tak Lagi Didewakan
Roh leluhur dari ratusan tahun lalu, hadir.
Menyetujui.
Banyak utusan hadir.
Semua tokoh.
Hanya tokoh saja.
Baca Juga: Kisah tentang Lagu Hotel California, Karya Besar The Eagles
Kepala suku.
Atau kepala adat.
Peserta harus kuasai adat Dayak wilayahnya.
Baca Juga: Pasukan AS Diserang 151 Kali di Irak dan Suriah Selama Kepresidenan Biden
Jumpa akbar digelar.
Dimulai 1 Januari 1894.
Baca Juga: Dolph Lundgren yang Disebut Sebagai Pria Terkeras di Hollywood
Berakhir 30 Maret 1894.
Tiga bulan lamanya.
Baca Juga: Gegara Inflasi Pendapatan Iklan Google Kini Tidak Sesuai Harapan
Baca Juga: Konflik Palestina Israel, Jerman Serukan Solusi Dua Negara
Datanglah itu perjanjian.
Kesepakatan dibuat.
Para leluhur, arwah dan roh suku Dayak dari abad-abad lampaui, hadir di pohon- pohon, hadir di batu dan udara, menyaksikan kesepakatan, memberi persetujuan.
Baca Juga: Isti Nugroho: Problem Calon dan Lembaga Selektorat
Ini salah satu kesepakatan.
“Semua, wahai semua.
Baca Juga: CATAT! Ini Dia Daftar Tim Nasional yang Lolos ke Babak 16 Besar Piala Dunia U17 2023 di Indonesia
Di manapun kau berada, wahai suku Dayak.
Mulai hari ini,
dalam perjanjian di Tumbang Anoi,
HENTIKAN SALING MENGAYAU!
Semua yang hadir berteriak, koor bersama:
“Hentikan saling mengayau.”
Baca Juga: Israel Hanya Izinkan Setengah Bantuan Bahan Bakar Masuk ke Gaza
HENTIKAN SALING POTONG KEPALA!
Yang hadir kembali koor bersama, kencang sekali:
Baca Juga: Pak Bas Dan Mas Dhito Bukan Klub yang Suka Instan-Instan
Hentikan saling potong kepala.
HENTIKAN SALING MEMBUNUH!
Baca Juga: Penggemar James Bond Berusia 7 Tahun Bertemu Roger Moore
Koor bertalu-talu dari yang hadir:
Baca Juga: Autopsi Ulang Brigadir J, PDFI Minta Masyarakat Jangan Berspekulasi
Baca Juga: Kisah Ersis Warmansyah Abbas yang Sudah Menulis 150 Buku
Hentikan saling membunuh!”
Damang Batu,
Sang tuan rumah acara,
dihormati, lalu dikeramatkan.
Turun temurun.
Nanjan adalah anak dari cucu buyut Damang Batu.
Di makam itu, makam Damang Batu, Nanjan bersimpuh.
Kekuatan magis lain merasukinya.
Telinganya menjadi sangat besar.
Suara dari aneka penjuru bergema, sahut-menyahut, di telinganya:
Baca Juga: Autopsi Ulang Brigadir J Dimulai Hari Ini, Polri Jamin Tim Forensik Tidak Diintervensi
“Nanjan, mengapa kau mengayau?
Baca Juga: Hasil Piala Dunia U17 2023: Burkina Faso Bikin Korea Selatan Alami Kekalahan Ketiga di Fase Grup E
Mengapa kau memenggal kepala?
Mengapa kau juga bunuh sepupumu sendiri?
Mengapa kau khianati kesepakatan yang kami buat?
Mengapa kau khianati Aku?”
Nanjan terdiam.
Ia mencari sumber suara.
Ia bertanya:
“Damang Batu,
Baca Juga: Pegiat Media Sosial Denny Siregar Ungkap Raja Marah Setelah Tahu Elektabilitas Jagoannya Mentok
engkaukah itu?”
Rasa salah turun dari langit.
Baca Juga: Hasil Grup E Piala Dunia U17 2023, Kesempurnaan Jerman Diikuti oleh Prancis
Rasa sesal jatuh dari pohon.
Rasa itu beranak-pianak,
banyak sekali, dalam waktu cepat, dan semua menyelinap, berdiam di hati Nanjan.
Baca Juga: Jokowi Tersenyum kepada Mahfud MD di Pulau Madura, Lalu Berfoto Bersama
Nanjan pun menangis.
Keras sekali.
Baca Juga: Paul McCartney Akhirnya Menangis Mengenang John Lennon
Badannya terguncang-guncang.
Baca Juga: Horoskop Percintaan Zodiak Taurus 27 Juli 2022: Ada Cinta yang Datang dari Sahabatmu Sendiri
Itulah awal perkara.
Baca Juga: Deplu AS Setujui Penjualan Sistem Senjata Tomahawk ke Jepang
15 tahun kemudian.
Kata psikolog, Nanjan menderita sakit mental:
Guilty Complex. (3)
Baca Juga: Percakapan Antara Kura Kura dan Ikan
Jenta, putri Nanjan, membangunkannya.
“Ayah, makan dulu.
Baca Juga: China Tuan Rumah Latihan Militer Bersama 5 Anggota ASEAN
Jangan lupa obatnya.“
Jenta menatap lelaki tua itu.
Baca Juga: Rosadi Jamani: Buku Tak Lagi Didewakan
Lelah. Tak lagi semangat.
Dipeluknya sang Ayah.
Dibisikannya di telinga.
Baca Juga: Kisah tentang Lagu Hotel California, Karya Besar The Eagles
“Ayah, maafkan dirimu.
Lupakan masa lalu.”
Baca Juga: Pasukan AS Diserang 151 Kali di Irak dan Suriah Selama Kepresidenan Biden
Dari jauh, Jenta kembali menatap lelaki tua itu.
Kosong. Hambar.
Baca Juga: Dolph Lundgren yang Disebut Sebagai Pria Terkeras di Hollywood
“Ayah, ayah,
Apalagi yang bisa kubuat.”
Baca Juga: Penggemar James Bond Berusia 7 Tahun Bertemu Roger Moore
Tak tega hati Jenta.
Air matanya menetes.
Baca Juga: Kisah Ersis Warmansyah Abbas yang Sudah Menulis 150 Buku
Nanjan duduk di kursi roda.
Ia melihat ke depan.
Baca Juga: Mawardi Yahya Jadi Ketua TKD Prabowo-Gibran Rakabuming Raka di Sumatra Selatan
Namun kembali dilihatnya.
Rasa salah itu bergelantungan di plafon kamar.
Rasa sesal itu menempel di lampu bohlam, di jendela, di ubin.***
Baca Juga: Ridwan Kamil Jadi Ketua TKD Prabowo-Gibran Rakabuming Raka di Jawa Barat
Juli 2022.
CATATAN
1. Kisah supir truk membawa tumpukan mayat dan gali kubur massal akibat konflik suku dayak dan madura terjadi juga di daerah lain.
https://independensi.com/2021/01/15/kisah-tukang-gali-kubur-kerusuhan-dayak-madura-1997/
Baca Juga: Terungkap Kekejaman Suami Dokter Qory, Injak Leher Istri yang Hamil 6 Bulan
2. Damang Batu menjadi tuan rumah pertemuan akbar suku Dayak tahun 1894, yang menghentikan mengayau, saling potong kepala.
https://www.nusapedia.com/2015/07/perjanjian-tumbang-anoi-menelisik.html?m=1
3. Rasa bersalah yang mendalam juga menyebakkan sakit mental
Baca Juga: Hasil Practice MotoGP Qatar 2023, Raul Fernandez Menjadi yang Pertama
https://voi.id/en/amp/194015/always-haunted-by-guilt-and-fear-of-making-mistakes-beware-of-guilt-complex
#Puisi Esai Mini ini bagian dari buku “JERITAN SETELAH KEBEBASAN” yang segera terbit (Denny JA, 2022).
Ini kumpulan kisah konflik primordial di era reformasi: Konflik agama di Maluku (1991-2002), Konflik suku dayak versus madura di Sampit (2001), Konflik Rasial di di Jakarta (Mei 1998), Konflik Ahmadiyah di Mataram (2002-2017), dan konflik pendatang Bali dan penduduk Asli di Lampung (2012).