DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Cara Orang Jawa Menghormati Sayyidina Husein, Tak Bikin Hajatan di Bulan Suro

image
Hari Asyura 10 Muharram 61 Hijriyah menjadi hari terakhir cucu Rasulullah Sayyidina Husein dengan pidato terakhir yang menyentuh hati.

ORBITINDONESIA - Ada seseorang cucu bertanya: "Mbah, kenapa dalam budaya Jawa pada bulan Suro (Muharram) gak boleh mengadakan pesta hajatan.!? Apakah gara² Nyai Roro Kidul setiap bulan Suro mantu.!?" (hajatan kemanten)

Bukan, bukan gara² itu nak.. Orang Jawa itu unik dan punya tradisi/budaya dalam setiap menghormati sebuah peristiwa. Jadi gak ada kaitannya dgn Nyi Roro Kidul atau Ratu Pantai Selatan di pulau Jawa..

Pada jaman kerajaan Singosari, dan Majapahit masih belum ada kepercayaan adanya Nyi Roro Kidul/Ratu Pantai Selatan. Tapi munculnya Kisah tersebut pada jaman kerajaan Islam Mataram.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Dilibatkan dalam Pemenangan Pilkada 2024

Baca Juga: Liga 1: Eduardo Almeida Diminta Mundur, Aremania Ungkap Kekecewaan

Jadi sama sekali gak ada kaitannya tentang pelarangan membuat pesta hajatan pernikahan dgn Nyi Roro Kidul/Ratu Pantai Selatan.”

Kemudian cucu tsb bertanya lagi: "Trus, apa alasannya mbah, kok org² Jawa itu gak mau mengadakan Hajatan Pernikahan dlm bulan Suro/Muharrom mbah.!?"

Baca Juga: Kemendagri Tunjuk Muhammad Idris sebagai Pelaksana Harian Gubernur Sulawesi Barat

Begini nak,, Orang Jawa itu sangat menghormati Kanjeng Nabi saw dan keluarganya. Pada tgl 10 Muharrom cucu Kanjeng Nabi Saw yg bernama Sayyidina Husein (orang Jawa menyebutnya Kusen), dibantai dan disembelih di tanah Karbala.

Kemudian kepala Cucu Kanjeng Nabi saw tsb ditancapkan ke tombak dan diarak dari Karbala menuju Kufah kemudian diarak lagi menuju istana Yazid bin Muawiyyah.

Baca Juga: Lulusan Ponpes Tidak Harus Menjadi Kiai atau Ustadz

Baca Juga: Jaksa Interogasi Pendeta di Kasus Hadiah Tas Mewah untuk Ibu Negara Korea Selatan Kim Keon Hee

Sisa-sisa keluarga Kanjeng Nabi saw yg selamat tsb membuat tradisi menganjurkan setiap bulan Muharrom dijadikan bulan duka cita, sehingga mereka tdk mengadakan pesta hajatan, dalam rangka mengenang tragedi kematian leluhurnya Sayidina Husein dan keluarganya.

Tradisi tsb dibawa oleh para penyebar agama Islam ke pulau Jawa yang kebanyakan masih keturunan Kanjeng Nabi Saw lewat jalur Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein, dan tradisi tsb diterima dan dikembangkan dgn pemahaman org Jawa yaitu dgn membuat simbol dgn Bubur Suro.

Adapun warna putih melambangkan Sayyidina Hasan dan merah melambangkan Sayyidina Husain sebagai simbol untuk mengenang cucu Kanjeng Nabi saw.

Baca Juga: Ivo Mateus Goncalves: Buku John Roosa tentang Kekerasan Antikomunis 1965-1966 di Indonesia

Cucu tsb berkata: "Ternyata begitu asal usulnya ya mbah.?? Trus apa kaitannya dalam bulan Suro/Muharrom ini org Jawa dianjurkan laku prihatin dan mencuci keris dan pusaka lainnya yg dimiliki mbah.!?"

Baca Juga: Semifinal Piala AFF U16 2022: Malaysia Tersingkir, Timnas Indonesia U16 Ditantang Myanmar

Begini nak,, Orang Jawa itu sangat arif dan bijaksana.. Stiap tradisi pasti ada maksud dan tujuannya..

Baca Juga: Staf Museum di Vatikan Ajukan Pengaduan Kolektif Pertama Kalinya, Minta Perbaikan Kondisi Kerja

Kenapa dianjurkan laku prihatin dlm bulan Suro.!? Agar kita paham bahwa dalam bulan Suro itu keluarga Kanjeng Nabi saw menderita, Sayyidina Husein dipenggal kepalanya, sedangkan rombongan wanitanya diarak, dilempari, diludahi, dicaci dan dihina.

Mulai dari tanah Karbala menuju kantor Gubenur di Kufah Irak, lalu menuju ke Istana Yazid di Syam..

Jadi bulan Muharrom itu bulan duka citanya keluarga Kanjeng Nabi Saw. Dan sebagai bentuk penghormatan, biasanya org Jawa itu emoh/gak mau membuat pesta hajatan di bulan Suro ini ntk menghargai dan menghormati keluarga Kanjeng Nabi Saw.

Baca Juga: Mesir Gabung Afrika Selatan, Ikut Seret Israel ke Mahkamah Internasional Terkait Gugatan Genosida di Gaza

Baca Juga: Maulana Habib Luthfi Bin Yahya: Siroh Singkat Wali Sanga

Adapun tradisi mencuci keris dan pusaka lainnya, itu juga sama mempunyai simbol, makna dan pesan bhwa seakan-akan persiapan mau perang melawan musuh.

Hal ini agar kita ingat dgn peristiwa Sayyidina Husein dan beberapa sahabat dan kerabatnya yg masih anak-anak dgn gigihnya melawan musuh-musuhnya, sehingga mereka semuanya terbunuh menjadi Syahid di Karbala.

Baca Juga: Mahkamah Konstitusi Sebut Terima Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Anwar Usman

Itulah cara org Jawa menghormati Sayyidina Husein.

Orang Jawa itu gak paham apa itu Sunni apa itu Syi’ah. Yang dipikir orang Jawa adalah kok ada org yang mengaku Islam, pengikut Kanjeng Nabi Muhammad Saw, tapi justru anak keturunan Nabinya dibantai dan dihinakan.

Baca Juga: Klub London Biru Chelsea Siap Datangkan Mantan Pemain Manchester United

Baca Juga: Klasemen Usai MotoGP Prancis: Jorge Martin di Puncak

Andaikata Sayyidina Husein dulu hidupnya di Jawa, maka org Jawa akan memuliakan dan menghormatinya.

Oleh krn itu setiap bulan Suro/Muharrom, org Jawa membuat Jenang Kasan dan Kusen (Hasan dan Husein). ***

Berita Terkait