Puisi Esai Denny JA: Rahasia yang Dibawa Mati
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 06 September 2022 13:06 WIB
Oleh Denny JA
Baca Juga: Hendrajit: Membaca Benang Merah Dalam Buku Novel Steve Berry dan Dan Brown
ORBITINDONESIA – Penderitaan seorang perempuan korban perkosaan di tengah kerusuhan rasial di Jakarta Mei 1998 yang menimpa etnis Tionghoa dibawa sampai mati.
Penderitaannya baru terungkap setelah ia meninggal, karena ia menulis kisahnya dalam bentuk harian harian yang dibaca suaminya.
Penderitaan perempuan itu diluksikan Denny JA, pegiat kemanusiaan dan hak azasi manusia dalam puisi esai berikut ini:
Baca Juga: Liga Inggris: Manchester City Dekati Gelar Juara
Rahasia Dibawa Mati
Sedalam-dalamnya laut,
dapat kita duga apa yang tersembunyi di dasarnya.
Baca Juga: Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin: Globalisasi dan Perang Asimetris
Tapi di kedalaman jiwa seorang perempuan, siapa yang dapat menduga apa yang disembunyikan di hatinya?
Dua jam sudah Jiang duduk terpana.
Itu makam istrinya, Li Wei, yang wafat seminggu lalu.
Jiang terus saja menangis, menyesali keadaan.
“Li Wei, Li Wei, mengapa kau tak cerita padaku.
Lima belas tahun sudah kita menikah.
Memang kadang tak kupahami perilakumu.”
Baca Juga: Laporan Terbaru Counterpoint: Pengiriman Ponsel 5G di Indonesia Tumbuh 77 Persen di Q1 2024
“Jika kau cerita, aku akan paham.”
Baca Juga: Media Israel: Pemimpin Hamas, Yahya Sinwar Mungkin Ada di Terowongan Khan Younis, Gaza Selatan
Terus saja Jiang menangis.
Ia sangat kasihan pada istrinya.
Baca Juga: Media Israel: Pemimpin Hamas mungkin ada di terowongan Khan Younis
Tiga hari sebelum wafat,
Ketika dokter menyatakan kanker sudah menyebar ke organ vital,
Li Wei mengajak Jiang bicara empat mata.
Baca Juga: Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid Apresiasi Majelis Umum PBB Dukung Keanggotaan Penuh Palestina
“Jiang, maafkan aku.
Ini tak pernah aku ceritakan pada orang lain.”
Li Wei menyerahkan kunci dalam amplop kecil.
Baca Juga: Menag Yaqut Cholil Qoumas: Sebanyak 41 Ribu Jamaah Lansia Tunaikan Ibadah Haji Tahun 2024
“Ini kunci brankasku yang di kamar.
Di dalam amplop ada passcode-nya juga.
Aku ingin kau berjanji.
Baca Juga: Musisi Asal Kanada, Elijah Woods Bawakan Lagu Taylor Swift Ketika Tampil di Jakarta, Sabtu Malam
Ini hanya kau buka setelah aku tiada.
Paling cepat sehari setelah aku dimakamkan.”
Baca Juga: Guru Besar Unand, Elfindri: Nilai Ekonomi Kebudayaan
Saat itu Jiang sudah terpana.
Selama ini ia mengira itu brankas biasa.
Li Wei menyimpan perhiasan dan uang tunai dalam jumlah besar.
Baca Juga: Keberangkatan Kloter Pertama Jamaah Haji Indonesia, 388 Jamaah Jakarta dari Embarkasi Pondok Gede
Jiang mulai merasa.
Agaknya Li Wei menyimpan satu rahasia penting di sana.
Tapi rahasia apakah itu?
Bahkan Jiang tak bisa menerka.
Li Wei wafat.
Sehari setelah dimakamkan,
dag dig dug juga hati Jian.
Rahasia apa yang tersimpan dalam brankas?
Baca Juga: Bus Rombongan Siswa SMK Lingga Kencana Depok Kecelakaan di Ciater, Subang, 9 Tewas Puluhan Luka-luka
ketika membuka brankas,
ia melihat 4 buku diari ada di sana.
Baca Juga: Pilkada Depok 2024: Sudah Resmi, Supian Suri Jadi Calon Wali Kota yang Diusung PDI Perjuangan
Lengkap dengan tulisan tahun di covernya: 1998, 1999, 2000, 2001.
Ada sebuah surat di atasnya.
Baca Juga: Pilkada Jawa Tengah: Partai Golkar Godok Raffi Ahmad, Pengamat Teguh Yuwono Bilang Menarik
“Untuk suamiku, Jiang.”
Surat itu dibuka Jiang terlebih dahulu.
Baca Juga: Kabar Duka, Jaksa Agung Muda Pidana Umum Fadil Zumhana Meninggal
“Suamlku sayang, Jiang.
Kau seorang penulis.
Baca Juga: Pilkada Kota Semarang: Hevearita Gunaryanti Rahayu Diperintah Megawati Maju Bertarung
Aku ingin kau menulis kisahku ini.
Untuk pelajaran.
Tapi samarkan identitasku.”
Bertambah penasaran Jiang.
Dibukanya buku diari itu.
Baca Juga: Pilkada Depok: PKS dan Golkar Sepakat Gotong Royong Usung Imam Budi Hartono dan Ririn Farabi Arafiq
Dari siang hingga pagi esoknya, Jiang terus membaca.
Tak terputus.
Baca Juga: InJourney Airports Siapkan 13 Bandara untuk Embarkasi dan Debarkasi Layani Angkutan Haji 2024
Tak tidur.
Air matanya terus menetes.
Selesai membaca, Jiang menangis sesegukan.
“Li Wei, Li Wei.
Baca Juga: Belgia, Denmark, dan Spanyol Menyambut Resolusi tentang Keanggotaan Palestina di Majelis Umum PBB
Buat apa kau rahasiakan ini padaku.
Aku mencintaimu.
Menerimamu apa adanya.”
Baca Juga: Mesir, Arab Saudi, dan Irak Sambut Resolusi Majelis Umum PBB tentang Keanggotaan Palestina
15 tahun menikah.
Kini ia baru tahu.
Baca Juga: Andi Sulaiman Bersama Relawan Mengantar Formulir Bakal Calon Gubernur Kalimantan Utara ke DPC PPP
Dia lah satu-satunya yang tahu,
bahwa Li Wei pernah diperkosa 5 orang, dalam kasus kerusuhan rasial, di Jakarta, Mei 1998.
Jiang menangis.
“Ampuuuun Li Wei, Ampuuun.
Kau perempuan yang kuat.
Baca Juga: Brigade Al Qassam Sergap Tentara Israel di Gaza Selatan
Sangat kuat.”
-000-
Baca Juga: Liga Champions Asia: Hernan Crespo dan Harry Kewell akan Berhadapan di Leg Pertama Final
Hari itu tanggal 13 Mei 1998.
Jakarta rusuh.
Baca Juga: Gol Jay Idzes tidak Cukup Bawa Venezia Promosi Otomatis ke Serie A Liga Italia
Usia Li Wei 21 tahun.
Ia tinggal di perumahan mewah Jakarta.
Baca Juga: Piala Asia Putri U17: Jepang ke Semifinal
Memang banyak orang kaya Tionghoa di sana.
Saat itu Li Wei sendiri.
Baca Juga: Kylian Mbappe Umumkan Tak Perpanjang Kontrak dengan Paris Saint-Germain
Pembantunya pulang kampung.
Ayah dan Ibu ke Amerika Serikat menengok kakak yang sekolah di sana.
Li Wei tak ikut.
Ia ada ujian mid semester.
Baca Juga: Tiga Warisan Dokumenter Indonesia Masuk Daftar Memori Dunia UNESCO
Segerombolan pemuda menyeramkan.
Mereka membawa pentungan.
Ada yang bawa golok.
Sejak di jalan mereka sudah teriak:
“Hei, Cina.
Baca Juga: Sayap Militer Hamas, Brigade Al-Qassam Sergap Pasukan Israel di Rafah Timur, Gaza Selatan
Keluar kalian.
Kalian jadi kaya.
Kami miskin.”
Baca Juga: BMKG: Gempa Magnitudo 5,2 Terjadi di Kabupaten Lumajang Jawa Timur, Sabtu Dinihari Pukul 02.34 WIB
“Duaaaaarr”
Gerbang berhasil mereka dobrak.
Baca Juga: Pertamina Fastron Dukung Festival Musik Pestapora 2024 di JIExpo Kemayoran Jakarta, 20-22 September
Li Wei ketakutan.
Ia segera matikan lampu.
Ia tutup gorden.
Itu masih sore hari menjelang magrib.
Baca Juga: Mohammad Anthoni: Memperingati 100 Tahun Heydar Aliyev, Bapak Reformasi Azerbaijan
Tapi justru aksi Li Wei ini terlihat.
Mereka meyakini rumah ini ada penghuninya.
Baca Juga: Wabah Virus Lassa di Nigeria Sebabkan 156 Orang Meninggal Dalam 4 Bulan Terakhir
Pintu masuk pun didobrak.
Mereka masuk ke ruangan.
Baca Juga: Ardil Johan Kusuma: Ada Peluang PAN-Gerindra-Golkar Usung Ridwan Kamil di Pilgub DKI Jakarta
Li Wei sembunyi di bawah kolong ranjang.
Tapi mereka berhasil menemukannya.
“Jangan, jangan,” ujar Li Wei.
Aku punya uang.
Ambil saja uangku.
Baca Juga: Sekjen PBB Antonio Guterres: Situasi Rafah yang Sedang Diserang Israel Ada di Ujung Tanduk
Ambil saja barang-barang.”
Mereka tertawa.
Baca Juga: Kebakaran di Jalan Piere Tendean Manado Hanguskan Lima Rumah, 25 Jiwa Kehilangan Tempat Tinggal
Golok pun di dilengketkan ke leher Li Wei.
“Jika melawan, aku gorok lehermu.
Baca Juga: Bupati Konawe Utara Terjang Banjir untuk Salurkan Bantuan Bagi Warga Terdampak di Sulawesi Tenggara
Aku cungkil matamu.”
Li Wei seketika lemas.
Baca Juga: Pakar Ilmu Politik Asrinaldi: Prabowo Akan Menimbang Usulan Nama Artis untuk Jadi Menteri
Ia seolah hilang ingatan.
Yang ia ingat, rasa sakit.
Bergantian 5 lelaki itu memperkosanya.
Baca Juga: Kota Gorontalo Kembali Jadi Juara Umum Pada MTQ Tingkat Provinsi Gorontalo
Li Wei hanya bisa menangis.
Baca Juga: Jonminofri Nazir: Bagaimana Prospek eBook?
Setelah puas memperkosa, rombongan itu pergi.
Ada yang membawa TV.
Ada yang mengambil komputer.
Baca Juga: Pasca Lebaran 2024, Sejumlah Agen AMDK di Jakarta dan Depok Kehabisan Stok
Semalaman Li Wei menangis.
Awalnya ia terpikir bunuh diri.
Pisau tajam itu sudah ia dekatkan dengan nadi tangan.
Tapi Li Wei membayangkan Ibu, Ayah, dan Kakaknya.
Betapa sedih hati mereka.
Selaku penganut Kristen yang taat, Li Wei berdoa dengan segenap hati.
Baca Juga: Pilkada Jakarta, Anthony Leong: Ahok Punya Energi dan Modal Sosial Besar untuk Bertarung
“Kuatkan aku, ya Bapa.
Berikan aku cahaya.
Baca Juga: Piala Asia Putri U17: China Menang Melawan Thailand
Tunjukkan jalan.”
Doa ini ia ulang-ulang,
Baca Juga: Zulkifli Hasan Bantah Melobi Kursi Kabinet Ketika Kunjungan Rombongan PAN Temui Presiden Jokowi
hingga tertidur.
Ketika terbangun, hari sudah siang.
Baca Juga: Anggota DPR RI Dedi Mulyadi Sebut Penyanyi Mahalini Dinikahi Rizky Febian Sesuai Syariat Islam
Li Wei rasakan sakit yang sangat di bagian bawah badannya.
Entah datang dari mana.
Baca Juga: Pilkada Solo: Kaesang Pangarep Bikin Target Menangkan Calon yang Diusung PSI
Li Wei akhirnya menyiapkan cerita.
Ia akan katakan pada keluarga.
Baca Juga: Liga 1: Pertandingan Bali United Melawan Persib Bandung Dipindah ke Training Center Tanpa Penonton
Rumah mereka dirampok.
Tapi Li Wei saat itu sedang di luar.
Ketika ia pulang, rumah sudah porak poranda.
Memang mulai terjadi kerusuhan di banyak area Tionghoa di Jakarta.
Li Wei pun bergegas ke hotel di daerah Sudirman.
Baca Juga: Yang Tercecer Di Era Kemerdekaan (7): Wahidin dan Rel Kereta Api Kematian
Agar aman, ia ambil hotel bintang lima.
Dari hotel, ia menelepon Ayahnya.
Baca Juga: Liga Conference Europa: Olympiakos Lolos ke Final Melawan Fiorentina
“Aku lima hari tinggal di hotel, ya Ayah.
Sampai semua reda.”
Baca Juga: Liga Eropa: Bayer Leverkusen Lolos ke Final Melawan Atalanta
Ayah di Amerika Serikat sangat cemas.
“Li Wei, Ayah membaca berita.
Ayah juga dapat kabar dari Pamanmu. Jika ada yang mendesak, jangan sungkan minta tolong Pamanmu. Minggu depan kami kembali ke Jakarta.”
Baca Juga: Presiden FIFA Gianni Infantino Berpesan kepada Indonesia: Banggalah dengan Timnas
Ibu juga mengekspresikan cemas yang sama. Juga kakaknya.
Baca Juga: Sepak Bola Indonesia Gagal Tembus Olimpiade Paris
“Li Wei, tinggal saja di hotel ya, sampai semua sudah normal. Ibu mendengar banyak yang diperkosa.”
Baca Juga: Media Irlandia: Sejumlah Negara Uni Eropa Pertimbangkan Akui Negara Palestina pada 21 Mei 2024
-000-
Li Wei berhasil membuat keluarganya percaya.
Baca Juga: Presiden AS Joe Biden Akui Bom AS Digunakan Israel untuk Bunuh Warga Sipil di Gaza Palestina
Ia mujur bisa merahasiakan kisah ini sampai mati.
Tapi ia tak bisa merahasiakan ini kepada hatinya sendiri.
Li Wei luka.
Sangat dalam.
Trauma menganga.
Baca Juga: Satupena Akan Diskusikan Buku di Era Digital, Dengan Pembicara Bagus M. Adam dan Jonminofri
Kadang ia mimpi sambil teriak.
“Keluar, keluar kalian dari sini! “
Baca Juga: Yang Tercecer di Era Kemerdekaan (6): Samin Terkapar di Anyer Sampai Panarukan
Pernah Ayah dan Ibunya terbangun.
Mereka ketuk-ketuk pintu kamar.
“Li Wei, Li Wei, buka pintu.
Baca Juga: Melawan Guinea, Pelatih Shin Tae Yong Cemaskan Pertahanan Indonesia
Ada apa?”
Li Wei buka pintu.
Baca Juga: Liga Champions: Real Madrid Melaju ke Final Melawan Borussia Dortmund
Ia cerita tadi siang nonton film horor.
Ini sampai terbawa ke mimpi.
Baca Juga: Pemerintah Kamboja Belajar Pencegahan Perkawinan Anak ke Sukabumi, Jawa Barat
Ayah dan Ibunya geleng-geleng kepala.
Hal yang sama soal asmara.
Baca Juga: TNI AU Bertemu Perwakilan Angkatan Udara Seluruh Dunia Dalam Konferensi Kekuatan Udara di Australia
Li Wei sudah 35 tahun.
Tapi ia belum menikah.
Tak punya pacar.
Baca Juga: Air Minum Jernih Belum Tentu Bersih, Nadine Chandrawinata Pilih AMDK yang 100 Persen Murni
Ayah dan Ibu mengajak bicara.
Ada apa denganmu?
Baca Juga: Didiet Maulana: Pengajuan Kebaya Sebagai Warisan Budaya ke UNESCO Dapat Menjadi Bentuk Kebanggaan
Jiang itu lelaki yang baik.
Tapi selalu kau abaikan.
Baca Juga: Liga Champions: Disiarkan Langsung SCTV Kamis Dini Hari WIB, Real Madrid Melawan Bayern Muenchen
Untuk keluarga,
akhirnya Li Wei menikah dengan Jiang.
Baca Juga: Presiden Jokowi Tanggapi Santai Fotonya Hilang di Kantor DPD PDIP Sumatra Utara
Setelah menikah,
tiga bulan lamanya,
Li Wei selalu menghindar hubungan suami-istri.
Baca Juga: Imigrasi Jakarta Barat Amankan 2 Warga Negara Asing Asal Nigeria dan Kamerun
Jiang sempat marah dan kecewa.
“Aku ini suamimu yang sah.
Baca Juga: China Minta Israel Hentikan Serang Rafah
Katamu, dirimu cinta padaku.
Mengapa menghindar.”
Baca Juga: Piala Asia Putri U17: Jepang Menang Telak Melawan Thailand
Li Wei akhirnya pasrah.
Tapi Jiang tahu,
Li Wei sangat dingin, tak menikmati kemesraan itu.
Baca Juga: Liga Champions: Mats Hummels Bawa Borussia Dortmund ke Final
-000-
Baca Juga: PM Banglades Sheikh Hasina Minta Organisasi Pengungsi IOM Cari Sumber Dana Baru untuk Warga Rohingya
Li Wei memang bisa menutup rahasia.
Tapi ia tak bisa merahasiakan ini kepada hatinya sendiri.
Baca Juga: Ketua MPR RI Bambang Soesatyo Ajak Semua Elemen Bangsa Sukseskan Pilkada Serentak 2024
Ia pun sibuk mencari tahu.
Apa yang terjadi di Jakarta saat itu.
Seberapa banyak yang mengalami musibah seperti dirinya.
Baca Juga: Kuasa Hukum Irman Gusman Optimistis, Mahkamah Konstitusi Kabulkan Permohonan Pemungutan Suara Ulang
Sekitar tanggal 12 dan 13 Mei 1998, terjadi pemerkosaan di beberapa titik.
Di Jakarta, mulai dari Jembatan Tiga, Jembatan Lima, Glodok, hingga Pluit.
Baca Juga: Anggota DPR RI Kamrussamad: Stabilitas Politik Usai Pemilu 2024 Membuat Ekonomi Nasional Lebih Baik
Pemerintah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
Badan ini menyimpulkan.
Korban perkosaan sebanyak 52 orang. (1)
Mayoritas orang Tionghoa.
Baca Juga: Kemenag Nusa Tenggara Barat Terapkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bagi Calon Haji yang Mau Berangkat
Kekerasan seksual terjadi di dalam rumah, di jalan dan di depan tempat usaha.
Sebagian besar kasus perkosaan adalah gang raped.
Baca Juga: Dubes Iwan Bogananta Dampingi Komisi I DPR RI Kunjungi Pabrik Rendang Bella di Bulgaria
Korban diperkosa oleh sejumlah orang.
Mereka perkosa bergantian pada waktu yang sama.
Ya Tuhan.
Mereka acapkali memperkosa di hadapan orang lain.
Baca Juga: Piala Asia Putri U17: China Menang Melawan Australia
Li Wei juga mendengar kesaksian seorang relawan.
Di jembatan Glodok, di depan Harco, ada seorang perempuan Tionghoa diseret.
Baca Juga: Pilkada Jakarta, Pengamat Ujang Komarudin: Ahok dan Anies Sulit Dipasangkan
Para laki-laki itu menjadi singa ganas. Bergantian mereka memperkosa.
Itu dilakukan di tempat terbuka.
Tempat orang lalu lalang.
Hadir juga lembaga masyarakat seperti Kalyanamitra.
Baca Juga: Hamas Setujui Gencatan Senjata Usul dari Mesir dan Qatar
Lembaga ini menjadi pusat komando.
Mereka membuka posko pengaduan.
Tujuannya melawan tindakan pemerkosaan terhadap perempuan.
Baca Juga: Senator Amerika Serikat Ancam Sanksi ke ICC Bila Perintahkan Menangkap Benjamin Netanyahu
Terutama etnis minoritas, perempuan Tionghoa.
Lembaga ini menceritakan.
Baca Juga: Usman Kansong Mencari Buku Spinoza tentang Konsep Tuhan yang Dianut Einstein
Lebih dari 150-an kasus perkosaan dalam peristiwa Mei 1998, di Jakarta. (2)
-000-
Baca Juga: Yang Tercecer di Era Kemerdekaan (5): Luka Itu Dia Bawa Sampai Mati
Li Wei memang bisa menutup rahasia.
Tapi ia tak bisa merahasiakan ini kepada hatinya sendiri.
Li Wei terkesima pada gadis muda bernama Ita Martadinata.
Ia juga korban perkosaan.
Baca Juga: Pilkada Jakarta, Hasto Kristiyanto: PDI Perjuangan Cermati Figur Ahok dan Anies Baswedan
Ia juga etnis Tionghoa.
Usianya baru 18 tahun.
Ita saat itu siswa kelas 3 SMA.
Baca Juga: Menag Yaqut Cholil Qoumas Bertolak ke Arab Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Haji di Tanah Suci
Begitu berani Ita Martadinata melawan.
Baca Juga: test
Ita anak yang aktif dan pintar. Namun terjadi perubahan prilaku.
Ia menjadi murung dan diam,
setelah diperkosa.
Baca Juga: Gubernur Rohidin Mersyah: 200 Tahun Traktat London Jadi Momentum Bengkulu untuk Makin Strategis
Ita sempat bergabung dengan Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRuK).
Tim ini mengadvokasi perempuan etnis Tionghoa yang diperkosa.
Setelah lama merenung,
Ita bicara.
Baca Juga: Selasa Ini, Vladimir Putin Akan Dilantik Sebagai Presiden Rusia untuk Masa Jabatan ke-5
Ia satu-satunya korban yang berani bersuara.
Ia memberi konseling untuk sesama korban.
Baca Juga: Diberi Tiket Gratis, Klub Qatar Al Duhail FC Minta Bantuan Dukungan Suporter Indonesia
Saat itu, Ita siap pergi ke PBB.
Ia akan testimoni pada dunia.
Akan diceritakannya perkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998.
Akan diceritakannya pengalaman dirinya sendiri.
Baca Juga: Piala Asia Putri U17: Indonesia Dipermalukan Filipina
Tapi, pada tanggal 9 Oktober 1998, Ita ditemukan mati terbunuh.
Perut, dada, dan lengan kanannya ditikam hingga sepuluh kali.
Lehernya disayat.
Dan alat kelaminnya ditancap kayu. (3)
Baca Juga: Liga Inggris: Dikalahkan Crystal Palace, Manchester United Keluar dari Zona Eropa
Li Wei semakin takut.
Rahasia diri ia tutup semakin rapat.
Ia tak mau dibunuh seperti Ita.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Deklarasikan Diri Jadi Oposisi di Kabinet Prabowo-Gibran untuk Tegakkan Keseimbangan
-000-
Sehari setelah membaca buku diari Li Wei, Jiang memgambil cuti seminggu.
Ia tak ingin dulu bekerja.
Baca Juga: KPU Kota Cirebon Mulai 5 Mei 2024 Buka Pendaftaran Calon Perseorangan pada Pilkada 2024
Badai berputar-putar di batinnya.
Kata-kata itu selalu Jiang ulang.
“Li Wei, Li Wei. Mengapa kau rahasiakan ini padaku.
Aku mencintaimu.
Menerimamu apa adanya.“
“Jika kau cerita,
Baca Juga: Polisi Buru Komplotan Pencuri Sepeda Motor di Kawasan Koja, Jakarta Utara
tak seberat ini beban hidupmu.
Kanker yang kini membunuhmu,
itu dipercepat oleh beban hidupmu.”
Baca Juga: Menparekraf Sandiaga Uno: World Water Forum Berpotensi Bawa Rp800 Miliar untuk Ekonomi Bali
“Aku suamimu.
Sah menikahimu.
Baca Juga: Presiden China, Prancis dan Komisi Eropa Lakukan Pertemuan Trilateral di Istana Elysee, Paris
Ayah dua anakmu.
Aku bisa ikut memikul bebanmu.
Kau tak harus mati semuda ini.”
Baca Juga: Pilkada Jakarta: PDI Perjuangan Buka Penjaringan Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Mulai Rabu
Jiang menghujat dirinya sendiri.
“Oh, bodohnya aku.
Diriku sialan.
Kok bisa aku tak tahu.
Baca Juga: Piala Asia Putri U17: Korea Utara Menang Telak Melawan Korea Selatan
Kok bisa istriku tak nyaman cerita padaku?”
Hari itu, dua anaknya dititipkan Jiang kepada kakaknya.
Baca Juga: KAS Eupen, Klub Tempat Shyane Pattynama Bermain di Liga Belgia Terdegradasi
Ia ingin menyendiri.
Dalam waktu yang lama.
Baca Juga: THE Asia University: Universitas Indonesia adalah Perguruan Tinggi Terbaik di Indonesia
Jiang naik mobil pergi ke rumah itu.
Rumah tempat Li Wei diperkosa.
Baca Juga: THE Asia University: Universitas Indonesia adalah Perguruan Tinggi Terbaik di Indonesia
Jiang hanya duduk di mobil.
Melihat rumah itu dari jauh.
Kembali menetes air matanya.
Baca Juga: Palyoff Olimpiade 2024: Indonesia Sudah Tiba di Paris
Jiang menangis.
Menjerit tapi tanpa suara.
Baca Juga: Hamid Awaludin: Hamas Minta Mantan Wapres RI Jusuf Kalla Memediasi Upaya Akhiri Konflik di Palestina
“Li Wei, Li Wei.
Kau wanita kuat.
Sangat kuat.”
Bermalam-malam, Jiang menikmati sepi.
Hening.
Sunyi.
Ia menghabiskan waktu di rumahnya.
Baca Juga: Klasemen Formula 1: Max Verstappen Pimpin Klasemen Usai GP Miami
Tak ingin jumpa siapapun.
Malam ini, tengah malam,
Baca Juga: Formula 1: Lando Norris Juara GP Miami
Bulan menjadi lampu di langit.
Empat buku diari Li Wei dipegangnya.
Ia bertanya pada diri sendiri.
Apa yang akan ia lakukan dengan buku diari Li Wei ini.
Baca Juga: Yang Tercecer di Era Kemerdekaan (4): 50 Tahun Kututup Rahasia Itu Rapat-rapat
Empat tahun Li Wei menuliskan emosinya di empat buku.
Ia baru berhenti di tahun 2001.
Baca Juga: Piala Thomas 2024: Indonesia Runner Up
Di halaman terakhir itu, Li Wei menulis.
“Aku harus melupakan peristiwa ini selamanya.
Baca Juga: Liga Belanda Eredivisie: PSV Eindhoven Juara
Seolah tak pernah terjadi.
Aku kasihan pada diriku sendiri.”
Baca Juga: Pemain Timnas Jay Idzes Bawa Venezia Menang untuk Dekati Promosi ke Serie A
Sebelum wafat,
Li Wei memang meminta Jiang menuliskan kisahnya.
Awalnya Jiang setuju.
Ia sudah memilih tulisan dalam bentuk novel.
Tapi Jiang berpikir ulang.
Kisah ini terlalu menyakitkan baginya.
Baca Juga: Ketum PKB Muhaimin Iskandar Kumpulkan 230 Bakal Calon Kepala Daerah yang Akan Diusung di Makassar
Walau ia samarkan karakter utama novel ini,
anak-anaknya akan tahu.
Ini pasti kisah Ibu mereka.
Anak-anak tak akan siap.
Tak pernah siap.
Baca Juga: PM Israel Benjamin Netanyahu Sebut Tuntutan Gencatan Senjata Hamas Tak Dapat Diterima
Tidak juga cucu-cucuku.
Mereka juga tak siap.
Tidak juga keluarga Li-Wei.
Baca Juga: Korea Selatan Ikut Pelatihan Perang Siber Multinasional yang Dipimpin AS pada 5-11 Mei 2024
Malam itu juga,
setelah berdoa,
Jiang membakar buku Li Wei.
Semua buku diari menjadi abu.
Sambil berdoa,
Jiang bicara kepada arwah Li Wei.
“Li Wei, Li Wei.
Baca Juga: Setelah Jadi WNI, Maarten Paes: Saya Ingin Menempatkan Indonesia di Peta Sepak Bola Dunia
Aku bakar bukumu dengan niat suci.
Biarlah buku diarimu abadi di alam semesta.”
Baca Juga: Ipswich Town Promosi ke Liga Premier Inggris, Elkan Baggott: Hari yang Luar Biasa
Rahasia yang kau simpan, biarlah terus tersimpan.
Hanya aku yang tahu.
Sebaiknya hanya aku saja.
Baca Juga: Piala Uber 2024: Bulu Tangkis Putri Bawa Pulang Medali Setelah 16 Tahun
Sama sepertimu.
Rahasia ini juga akan kubawa
Baca Juga: Liga Spanyol: Girona Mencatat Sejarah dengan Lolos ke Liga Champions
sampai mati.
Sampai ajal menjemputku. ***
CATATAN
(1) Tim Gabungan Pencari Fakta mencatat terjadi 52 kasus perkosaan dalam kerusuhan Mei 1998. Mayoritas yang diperkosa dari etnis Tionghoa.
Baca Juga: TV Arab Saudi, Al Hadath: Hamas Setuju untuk Bebaskan 33 Warga Israel yang Disandera
https://id.m.wikisource.org/wiki/Laporan_Tim_Gabungan_Pencari_Fakta_(TGPF)_Peristiwa_Tanggal_13-15_Mei_1998/Temuan
(2) Lembaga masyatakat mencatat jauh lebih banyak gadis Tionghoa yang diperkosa dalam kerusuhan Mei 1998 itu.
https://www.idntimes.com/news/indonesia/lia-hutasoit-1/kelamnya-pemerkosaan-di-glodok-1998-yang-menimpa-perempuan-tionghoa
(3) Kasus Ita Martadinata, gadis muda 18 tahun korban perkosaan, yang akan testomoni di PBB, tapi ditemukan mati terbunuh.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ita_Martadinata_Haryono
Baca Juga: Tampil Dalam Konser di Jakarta, Diana Krall Suguhkan Lagu-lagu dari Penyanyi Jazz Legendaris
Puisi Esai Mini ini bagian dari buku “JERITAN SETELAH KEBEBASAN” yang segera terbit (Denny JA, 2022).
Ini kumpulan drama di seputar konflik primordial di Era Reformasi: Konflik agama di Maluku (1991-2002), Konflik suku Dayak versus Madura di Sampit (2001), Konflik Ahmadiyah di Mataram (2002-2017), Konflik Rasial di Jakarta (Mei 1998), dan konflik pendatang Bali dan penduduk asli di Lampung (2012).