DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Panggung Politik Tingkat Tinggi Jokowi di Tengah Tekanan AS dan China

image
Presiden Jokowi Dalam agenda kerja meninjau Proyek sodetan kali ciliwung

ORBITINDONESIA - Ketika awal Jokowi berkuasa, yang paling berbahaya secara politik adalah sikap Jokowi yang ingin memaksa Freeport mengakhiri Kontrak Kerja dan patuh kepada UU Minerba.

Karena ini menyangkut kepentingan AS yang Lima Presiden sebelumnya tidak mampu menghadapi. Apalagi Jokowi bukan presiden yang pemimpin Partai, yang tentu tidak punya kekuatan terorganisir di akar rumput menahan gejolak serangan politik dalam negeri.

Benarlah. Tahun 2015, Jokowi menghadapi suhu politik yang memanas dengan munculnya skandal “Papa minta saham” yang berkaitan dengan Dirut PT. Freeport Indonesia dan Setya Novanto bersama Murez.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Baca Juga: Jadwal Tayang Film Mangkujiwo 2 di Bioskop XXI Jakarta, 27 Januari 2023

Isi rekaman itu menyeret nama nama mantan presiden sebelumnya yang terlibat dalam konspirasi tingkat tinggi. Setya Novanto lolos dari kasus ini karena dia tidak mau bersaksi atas isi rekaman itu.

Secara tidak langsung Novanto menyelamatkan muka para presiden sebelumnya. Tanpa operasi intelijen asing tidak mungkin rekaman yang sudah setahun lebih muncul lagi ke publik dan membuat gemetar elite politik.

Ini seakan sinyal kepada Jokowi bahwa jangan main main dengan Freeport. Apakah itu cukup? Belum!

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Pada bulan Februari 2016, Kapal selam AS berkekuatan nuklir mendekati perairan Indonesia.
Ini provokasi yang berbahaya.

Baca Juga: RENUNGAN: Antara ke Masjid dan ke Bar, Kebaikan Tetap Harus Disampaikan Dengan Baik

Jokowi telah memerintahkan TNI AL harus tanpa ragu menjaga teritori Indonesia. Makanya Tim reaksi cepat Western Fleet Quick Response (WFQR) TNI AL dipiloti Kapten Laut (P) S Hayat dan Lettu Laut (P) Asgar Serli bergerak cepat menuju wilayah perairan Nongsa, Batam.

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Pusat Penerbangan TNI AL yang bermarkas di Tanjungpinang harus melaksanakan prosedur tetap dalam Standar operasi tempur untuk menjaga teritory Indonesia. Berita ini tidak begitu di perhatikan oleh Publik.

Padahal saat itu prajurit TNI berhadapan dengan Angkatan laut AS yang menggunakan Kapal selam modern untuk mendekati perairan Indonesia.

Saya yakin apalah arti kekuatan Helikopter Helikopter BO 105 nomor lambung NV-408, di bandingkan dengan kekuatan angkatan laut AS.

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Baca Juga: Azmi Abubakar: Diskriminasi Terhadap Tionghoa Berasal dari Informasi Sesat Warisan Orde Baru

Tapi prajurit TNI tanpa sedikitpun ragu terus me shadow kapal selam itu untuk segera menjauh dari perairan Indonesia. Selesai? Belum!

Masih ada lagi… Di penghujung tahun 2016 atau bulan november terjadi aksi massa umat islam yang dikenal dengan gerakan GNPF MUI untuk memenjarakan Ahok yang dituduh menistakan agama.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Namun sebetulnya diarahkan untuk menjatuhkan Jokowi. Terbukti dalam aksi 411 ratusan ribu orang berdemontrasi mengepung istana negara.

Aparat dengan kesetian tinggi kepada Presiden berhasil menjaga ketertiban demo tersebut walau sempat terjadi gesekan dengan aparat. Selesai? Juga Belum!

Sebulan kemudian diadakan lagi aksi 212, tujuan tetap sama memenjarakan Ahok dengan target Istana negara.

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Baca Juga: Sinopsis dan Daftar Pemain Film GOTTI Tayang di Bioskop Trans TV Malam Ini: Keluarga Mafia Gambino

Kali ini Jokowi datangi peserta demo dengan percaya diri, dan memastikan dia tidak takut dan dia bukan musuh umat islam. Apakah itu cukup? Belum!!

Pada saat hari Pilkada DKI, Kapal induk bertenaga nuklir milik Amerika Serikat (AS) USS Carl Vinson memasuki wilayah Indonesia dengan alasan mengawal kunjungan Wakil Presiden AS Mike Pence ke Indonesia.

Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota

Kunjungan dengan kawalan berkekuatan besar ini secara tidak langsung AS menerapkan smart power terhadap Indonesia. “Kamu jangan coba coba melawan saya“.

Pada bulan itu memang sedang dilakukan perundingan dengan Freeport. Jokowi menghadapi tekanan itu dengan tenang. Dalam pertemuan dengan Jokowi, Mike tidak menyinggung soal Freeport.

Baca Juga: Berbahayakah Jamur Cordyceps untuk Manusia Seperti di Film The Last Of Us, Simak Penjelasannya Berikut Ini

Baca Juga: Peringati Hari Bela Negara, Ibnu Chuldun: Bersatu dan Berkontribusi untuk Indonesia Maju

Provokasi AS di perairan Indonesia dan adanya pressure group sebagai proxy AS yang membuat stabilitas politik dalam negeri terganggu, menguatkan argumen para elite politik dan Jenderal bahwa berhadapan dengan kepentingan AS di Indonesia sangat berbahaya.

Tahun 2017 Prabowo mengatakan bahwa Indonesia harus menghormati kepentingan AS.
Bahkan Prabowo sampai mengingatkan pemerintah Jokowi bahwa Amerika Serikat pernah membantu bangsa Indonesia pada beberapa hal.

Tentu ini berkaitan dengan kekisruhan perundingan dengan Freeport. Sikap Jokowi sudah jelas sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Baca Juga: Permohonan Layanan Melonjak, Sandi Andaryadi: Imigrasi DKI Jakarta Harus Bekerja Prima

Pemegang KK harus beralih operasi menjadi perusahaan IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Kewajiban divestasi hingga 51 persen. Sikap ini dipegang dengan konsisten.

Baca Juga: EG dan DEG Ancam Kesehatan Anak, PDUI Minta Masyarakat Bijak Pilih Kemasan Pangan yang Aman

Teman saya bilang bahwa bukan hanya AS yang dibuat Jokowi tidak berdaya. China juga merasakan sikap keras Jokowi. Dalam pertemuan APEC di Beijing. Jokowi dengan tegas akan memberikan ruang ALKI kepada AS.

Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Waktunya Masuk Kampus dan Sekolah

Dengan demikian tidak berdesakan dengan China di Malaka. Bahkan Jokowi menolak dengan keras klaim China atas ZEE Indonesia di laut China Selatan dan mengganti namanya dengan Laut Natuna Utara!!!

Yang membuat pemerintah Cina geram, tapi apa daya yang dihadapi adalah Jokowi si manusia keras kepala yang sangat mencintai negerinya. Dan kalian masih bilang Jokowi antek Cina?

Setelah pertemuan APEC di Beijing Jokowi akan membangun pelabuhan check point di Nusa Tenggara Barat (NTB) & Sulawesi. Waktu itu baik China & AS setuju untuk mengakhiri konflik Laut China Selatan.

Baca Juga: BRI Liga 1: Borneo FC Datangkan Gelandang Arema FC

Baca Juga: Kepala Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta Ibnu Chuldun Resmikan Laboratorium Peradilan Pidana Universitas Yarsi

Atas kesepakatan itu China merasa aman dengan program OBOR untuk menghubungkan China ASEAN. Pembangunan kereta logistik digelar dari Guangxie melalui Vietnam, Thailand, Malaysia Singapore dan rencana dengan jembatan laut Malaka akan terhubung dengan Indonesia (Dumai).

Saat sekarang jalur kereta sudah sampai di Malaysia. Dan sedang membangun tunnel ke Singapore.

Sementara AS sedang memperkuat investasi explorasi gas di blok Santa Fe dan Marsela (laut Arafuru- Maluku) dan Mahakam, kalimantan timur.

Baca Juga: Pembunuh Petugas Imigrasi Tri Fattah Firdaus Jadi Tersangka, Sandi Andaryadi: Kami Apresiasi Polda Metro Jaya

Tetapi dalam perjalanannya Jokowi tidak pernah komit dengan kesepakatan APEC itu.
Jokowi tidak menanggapi proposal jembatan Selat Malaka yang menghubungkan Dumai dengan Malaka.

Baca Juga: Ini Daftar Pemain Film Mangkujiwo 2 Sekaligus Perannya, Ada Sujiwo Tejo yang Telah Meninggal Dunia

Padahal proyek itu sudah dapat izin prinsip dari pemerintah SBY. Program Tol laut Jokowi bukannya mendukung OBOR malah bersaing dengan OBOR. China pusing.

Baca Juga: Warga Negara Asing Asal Korea Selatan Jadi Tersangka Pembunuhan Petugas Imigrasi Tri Fattah Firdaus

Bagaimana dengan AS? Blok Mahakam di take over oleh Pertamina dan Blok Marsela di bangun di darat dan sekarang justru Jokowi akan membangun pangkalan militer di Kepulauan Arafuru.

AS tambah pusing. “Bagaimana mau kerjasama kalau tidak ada yang komit". Jokowi seenaknya mengabaikan komitment yang dibuatnya, kata teman konsultan Geostrategis kepada saya. Saya hanya tersenyum.

Saya katakan kepada teman bahwa OBOR ( One Belt One Road ) tidak akan dapat peluang menyentuh Malaka sebelum Sumatera terkoneksi dengan tol laut maupun tol darat. Jokowi tidak mau mengorbankan Geostrategisnya untuk kepentingan asing.

Baca Juga: Di Gedung Long See Tong Kota Padang, Mahfud MD Janji Perjuangkan Hak Adat

Baca Juga: Sinopsis dan Daftar Pemain Film The Divergent Series Allegiant Tayang di Bioskop Trans TV Jam 21.45 Malam Ini

Janji China akan menggelontorkan dana USD 30 miliar untuk jalan toll Sumatera & toll laut, nyatanya hanya 10% saja cair. Mau komit bagaimana?

Amerika juga sama, tidak ada niat baik menyelesaikan masalah Freeport dengan mulus.
Mau komit bagaimana ? Saya rasa ini hanya pertimbangan fairly. Kalau mau bersinergi, China dan AS harus tunjukkan itikad baik.

Baca Juga: Muhaimin Iskandar Janjikan Tunjangan Ibu Hamil, Guru Mengaji, dan Bebaskan Pajak Bumi Bangunan

"Sekarang Indonesia, ada atau tidak ada china atau AS pembangunan jalan terus sesuai agenda. Agenda Jokowi untuk Indonesia", Kata saya.

“Jadi apa usul kamu ?" Kata teman sambil mengerutkan kening.

Baca Juga: Lebih Lama Ada Dari Negara Indonesia, Ini 6 Kabupaten Paling Tua di Jawa Timur

Baca Juga: Syafrin Liputo: DKI Jakarta Bebas Kendaraan Bermotor Malam Natal dan Tahun Baru di Jalan Sudirman-MH Thamrin

"Menurut saya, china selesaikan saja komitment membiayai jalan tol Sumatera dan tol laut, dalam koridor B2B. Kemudian AS gunakan Jepang & Eropa bangun koneksitas Kalimatan & Sulawesi. Dukung penyelesaian masalah freeport.

Nah kalau itu semua sudah selesai, Jokowi akan komit. Mengapa? Karena kalau infrastruktur terbangun, Indonesia juga siap bersaing atas program OBOR nya China dan Grand Pacific nya Amerika. Kan tidak mungkin Indonesia hanya jadi penonton.”

“Wah saya yakin Jokowi akan gagal Pilpres 2019. Terlalu banyak musuh. Apalagi proxy China dan AS ada disemua Partai Politik di Indonesia," kata teman.

Baca Juga: Taman Mini Indonesia Indah Gelar Konser Musik untuk Natal dan Tahun Baru

Saya hanya tersenyum. Memang perjuangan mempertahankan NKRI itu tidak mudah".
Mengapa ?

Baca Juga: Wahyu Sutono: Heru Budi Hartono Bukan Sekadar Lanjutkan Pekerjaan Anies

Musuhnya bukan saja orang asing tetapi juga dari dalam negeri yang berkedok pengamat, tokoh agama, politisi dan mereka tanpa rasa malu secara vulgar menunjukkan keberpihakannya terhadap asing.

Baca Juga: Dinas Kesehatan: Pengidap COVID 19 di Jakarta Mencapai 200 Kasus per Hari

Tidak ada mereka berdemo memberikan dukungan kepada Presiden dalam upaya nasionalisasi SDA kita. Bagi mereka bagaimana caranya agar agenda asing terkabulkan dan Jokowi jatuh, entah bagaimana caranya. Yang penting mereka dapat uang dan kekuasaan.

“Negeri kami merdeka berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Enggak ada yang kami takuti dengan asing apalagi proxy kambing, proxy sapi, proxy kampret. Karena yang menjaga kami adalah Tuhan..Allah SWT.

"Apakah ada yang lebih hebat dari Tuhan? “ kata saya. Tidak percaya? Nah! ...

Baca Juga: Relawan Santri Muda Garut Dukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD

Baca Juga: Waduh.. 10 Daerah Termiskin di Jawa Timur, Tiga Diantaranya di Pulau Madura

Terbukti kini di penghujung tahun kekuasaan Jokowi, Blok Mahakam, Blok Rokan dan divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia selesai dan Jokowi masih bisa tersenyum tanpa beban menyapa rakyat dengan gaya jenakanya.

Belakangan AS dan China harus bermanis muka kepada Jokowi agar Indonesia berperan dalam proposal Indopacifik dan tetap saja Jokowi menentukan arah proposal itu sesuai dengan kepentingan Indonesia.

Sementara gerakan pressure group semakin kehilangan ide dan pijakan politik. Beberapa di antara mereka kini tersangkut kasus pidana dan mungkin ada yang hampir gila karena ngoceh salah terus.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Ikut Kirab Budaya Nitilaku UGM  Yogyakarta

Pemilu 2019 adalah panggung Jokowi, untuk periode kedua dengan dukungan penuh dari koalisi partai yang akan menguasai kursi hampir 70% di DPR. Wahai anak negeri. Jangan biarkan Jokowi berjalan sendiri. ***

Berita Terkait