DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

IARC dan WHO: BPA Tidak Menyebabkan Kanker

image
ilustrasi BPA yang antara lain ada di kemasan galon polikarbonat, dinyatakan IARC aman dan tidak sebabkan kanker.

ORBITINDONESIA – Hingga saat ini, IARC, badan Riset Kanker di bawah WHO tidak mengkategorikan BPA sebagai zat yang menimbulkan kanker (karsinogenik).

Menurut situs resmi Otoritas Keamanan Pangan Amerika Serikat (FDA), IARC masih mengkategorikan BPA masuk di grup 3 (tidak termasuk zat karsinogenik.

Namun menurut IARC, acetaldehyde (zat yang digunakan dalam pembuatan plastik PET, justru masuk ke grup 2B (berpotensi karsinogenik).

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Baca Juga: Hasil Liga Inggris: Newcastle Menang Besar Atas Southampton, West Ham United Takluk Lawan Crystal Palace

IARC mengklasifikasikan karsinogenik ini dalam 4 grup. Kelompok 1, karsinogenik untuk manusia. Kelompok 2A, kemungkinan besar karsinogenik untuk manusia.

Kelompok 2B, dicurigai berpotensi karsinogenik untuk manusia. Kelompok 3, tidak termasuk karsinogenik pada manusia. Kelompok 4, kemungkinan besar tidak karsinogenik untuk manusia.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

“FDA (The United States Food and Drug Administration) juga menyatakan upaya produsen bisa dibuat menjadi sangat rendah dan mungkin bisa sampai ke level tidak terdeteksi,” ungkap DR Nugraha Edi Suyatma, dosen dan peneliti senior dari IPB.

Otoritas Keamanan Makanan Eropa atau European Food Safety Authority (EFSA) menyatakan, hingga saat ini BPA tidak menimbulkan risiko terhadap kesehatan manusia.

Baca Juga: MotoGP Valencia, Alex Rins Juara, Bagnaia Juara Dunia 2022

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Ini karena paparannya selama ini masih sangat terlalu rendah, masih dibawah ambang batas yang dapat ditoleransi tubuh manusia.

Okeh karena itu EFSA memperbolehkan plastik polikarbonat (yang banyak digunakan untuk galon air minum isi ulang) untuk digunakan sebagai kemasan makanan minuman.

Sementara itu pada jurnal ilmiah Genetics, baru-baru ini mempublikasikan penelitian kelompok peneliti dari Harvard Medical School, yang menunjukkan bahwa BPA bisa dinetralisir oleh zat coenzyme Q10 (CoQ10).

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

CoQ10 secara alamiah mampu diproduksi oleh tubuh manusia, juga ditemukan pada makanan berbahan daging sapi dan ikan.

Baca Juga: Lowongan Kerja Terbaru 2022 di Super Air Jet Butuh Pramugari dan Pramugara

Anggota DPR Komisi IX dari Fraksi PDIP Rachmat Handoyo menyatakan, rencana Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk merevisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, khususnya pelabelan Biosphenol-A (BPA) pada Air Kemasan Galon, tidak ada urgensinya bagi rakyat.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Dr. Nugraha, Dosen dan Peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center Institut Pertanian Bogor (IPB) mengemukakan, bahwa rencana pelabelan BPA ini akan menimbulkan mispersepsi pada konsumen, seolah kemasan plastik lain di luar polikarbonat terkesan aman.

“Padahal BPA ada dimana-mana tidak hanya di galon polikarbonat, ada di kemasan kaleng, bahkan di botol bayi, itu juga harus dilabeli semua,” ujarnya.

Berdasarkan sebuah penelitian, kata Dr. Nugraha, kandungan BPA justru terbanyak ada pada kemasan makanan kaleng.

Baca Juga: Hasil Liga Inggris: Menang Tipis Atas Chelsea, Arsenal Kembali ke Puncak Geser Manchester City

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Yakni, dengan hampir 90% bahan enamel pada kaleng merupakan hasil polesan epoksi yang bahan bakunya adalah BPA.

Upaya menetapkan aturan label BPA menurutnya seperti membuat persepsi bahwa kemasan dengan label BPA free sudah aman.

“Padahal belum tentu. Karena dari PET juga memiliki risiko dari kandungan yang lain, seperti dari kandungan acetaldehyde lalu etilen glikol, dan dietilen glikol,” paparnya.

Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota

Acetaldehyde sendiri telah diakui mengandung unsur karsinogenik (pemicu kanker).

Baca Juga: Lowongan Kerja Terbaru 2022 di PT Bank Muamalat Indonesia Butuh Mulia Teller

Karenanya, Nugraha mempertanyakan apakah wacana pelabelan BPA pada kemasan Polikarbonat memang benar-benar memberikan efek yang positif atau justru akan semakin membuat bingung masyarakat.

Baca Juga: Peringati Hari Bela Negara, Ibnu Chuldun: Bersatu dan Berkontribusi untuk Indonesia Maju

Karena, dia melihat ada pasal-pasal dari revisi peraturan terkait pelabelan BPA ini yang sudah menjadikan wacana tersebut menjadi sangat heboh di masyarakat.

Hal ini juga diperkuat juga oleh Dr. M. Alamsyah Aziz, SpOG (K), M.Kes., KIC, dokter spesialis kandungan yang juga Ketua Pokja Infeksi Saluran Reproduksi Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI).

Ia mengatakan, sampai saat ini tidak pernah menemukan adanya gangguan terhadap janin karena ibu mengkonsumsi air mineral kemasan galon.

Baca Juga: Permohonan Layanan Melonjak, Sandi Andaryadi: Imigrasi DKI Jakarta Harus Bekerja Prima

Baca Juga: Inilah Empat Pelanggaran yang Bisa Dipidana Menurut UU PDP serta Hukumannya, Netizen Wajib Tahu Biar Aman

Karenanya, dia meminta para ibu hamil agar tidak khawatir mengkonsumsi air minum dalam kemasan galon guna ulang, karena aman sekali dan tidak berbahaya terhadap ibu maupun janin.

“Sampai saat ini, BPA yang ditemukan di dalam air akibat luruhan dari kemasannya itu sangat rendah sekali. Masih dalam batas ambang aman, baik itu yang sudah dikeluarkan BPOM dan WHO," ujsarnya.

Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Waktunya Masuk Kampus dan Sekolah

"Data-data yang kita temukan, 1.000 kali lebih aman dibanding batas ambang yang sudah ditentukan. Jadi, jangan khawatir untuk mengonsumsi air dari galon guna ulang,” katanya.

Di saat yang sama, Dr. Nugraha juga menyampaikan kekhawatirannya jika rencana pelabelan ini tetap dilanjutkan, akan muncul praduga dari masyarakat bahwa BPOM mendukung salah satu pihak atau salah satu brand. “Mau tidak mau akan muncul situasi demikian,” imbuhnya.***

Berita Terkait