DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 dalam Memori Orang Indonesia Modern

image
Yongki Angwarmmas ialah anggota tim Pusat Studi dan Pengembangan Wawasan Kebangsaan Universitas Tribhuwana Tunggadewi (UNITRI) Malang.

Oleh Yongki Angwarmmas*

ORBITINDONESIA.COM - Pada suatu hari tanpa sengaja saya bertanya kepada seorang teman. Kebetulan waktu itu bertepatan dengan hari lahir Pancasila 1 Juni.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

"Brow kamu tahu tanggal 1 juni itu kita memperingati peristiwa apa?”

“Saya tidak tahu,” kata temanku menjawab.

Cerita di atas sebagai salah satu contoh memori orang Indonesia modern.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Sebagian di antaranya telah melupakan suatu peristiwa sejarah yang sangat sakral yaitu pidato Bung Karno 1 Juni 1945.

Pidato ini kusebut sakral karena berisi tentang penyusunan kerangka sebuah negara merdeka yang telah diperjuangkan dengan keringat darah bahkan nyawa  pahlawan selama 350 tahun.

Ini tentang sebuah negara impian dari Bung Karno, Indonesia merdeka.

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Saya mengutip salah satu ungkapan Bung Karno; "Aku dikutuk seperti bandit dan dipuja seperti Dewa" (Cindy Adams: Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat ). Ngeri!

Ungkapan Bung Karno ini mungkin bisa menggambarkan sosok Bung Karno di era Indonesia modern ini, manakala ada sebagian orang yang menjadikannya ilham, sebagiannya lagi menjadikannya perdebatan, ada juga sebagian yang memujinya, tapi ada juga sebagian orang yang megutuknya.

Orang Indonesia modern tidak secara utuh mengenal Indonesia-nya Sukarno tapi membuat pernyataan di berbagai platform media yang memang bertujuan untuk "menyingkirkan Soekarno", seperti upaya Soeharto untuk melemahkan pengaruh Bung Karno dengan agenda de-Soekarnoisasi pada masa rezim Orde Baru.

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Tahun 2019 ke 2024 adalah suatu rentang waktu yang menyeramkan. Saya benar-benar merasakan suatu masa yang mengkahwatirkan. Manakala kita semakin jauh dari konsep Indonesia Merdeka yang diinginkan Bung Karno.

Politisasi agama antargolongan semakin menguat dalam kontestasi politik CAPRES dan CAWAPRES. Dan,berapa banyak cerita sejarah yang dimanipulasi demi kepentingan politik semata.

Isu radikalisme, SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), dan banyak berita hoaks merebak ke suluruh pelosok Tanah air.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Dan, dalam sekejap semua itu telah merusak pengetahuan dan cara berpikir generasi bangsa. Hal demikian sangat berdampak pada memori bangsa Indonesia di era modern ini.

Sebagai contoh mengutip dari laman web Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), bahwa selama bulan November 2019, sebanyak 260 hoaks, kabar bohong, berita palsu berhasil diidentifikasi.

Total kabar hoaks yang diidentifikasi, diverifikasi, dan divalidasi oleh Kementerian Kominfo menjadi 3.901 pada periode Agustus 2018 sampai dengan November 2019". (https://www.kominfo.go.id/content/detail/23054/siaran-pers-no-217hmkominfo122019-tentang-selama-november-2019-kementerian-kominfo-identifikasi-260-hoaks-total-hoaks-sejak-agustus-2018-menjadi-3901/0/siaran_pers).

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Semoga saja hal yang sama tidak terjadi pada Pemilu 2024 Indonesia yanga kita cintai ini tetap ada dan utuh sebagai sebuah bangsa merdeka.

Jujur saja kita ini telah mengusik dan mencabik-cabik jiwa dari Bung Karno. Padahal Bung Karno tidak seperti yang diberitakan wartawan-wartawan itu, tidak seperti yang dihakimi oleh beberapa tokoh agama, tidak seperti yang diklaim oleh tokoh politik kita sekarang, mereka hanya mengangkat hal-hal jelek dari Bung Karno. Imbasnya generasi sekarang banyak yang tidak mengenal para pendahulunya.

Lantas bagaiaman mau mengenang jasa para pahlawannya jika mereka tak mengenal siapa para pahlawannya.

Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota

JASMERAH (jangan sekali-sekali melupakan sejarah) sebatas menjadi slogan aksesoris yang mempercantik ruang-ruang pidato politik. Sementara identitas bangsa rapuh dan kita hampir tidak bisa mengenal Rumah Kita Indonesia Raya ini.

Jika dalam memori kita terhapus cerita tentang Indoesia Raya, maka sejatinya kita sedang menuju masa kahancuran, bukan masa keemasan.

Di zaman Indonesia modern ini anak-anak kurang diajarkan tentang pelajaran para pahlawan, tidak diceritakan bagaimana proses perjuangan menuju Indonesia merdeka.

Baca Juga: Peringati Hari Bela Negara, Ibnu Chuldun: Bersatu dan Berkontribusi untuk Indonesia Maju

Apa yang mau diceritakan sementara orang tua sekarang krisis pengetahuan sejarah bangsa ini. Atau mungkin merasa tidak menarik menceritakan Bung Karno, tapi merasa menarik menceritakan artis Ki-pop BTS dari Korea.

Sepertinya tidak menarik membahas Indonesia, karena lebih menarik membahas Hollywood di Amerika, atau Mollywood di India, atau menara Eiffel di Prancis, atau gedung-gedung mewah milik para Sultan di Emirat Arab, atau Kungfu di negeri China, atau Ninja Jepang, dan mungkin saja lebih senang membahas Upin dan Ipin dari Malasyia. Sungguh ini suatu kekeliruan bangsa kita.

Orang Indonesia zaman now lebih bangga dengan kelebihan bangsa-bangsa asing, tapi lupa membanggakan kelebihan bangsa sendiri.

Baca Juga: Permohonan Layanan Melonjak, Sandi Andaryadi: Imigrasi DKI Jakarta Harus Bekerja Prima

"Mereka tidak tahu bahwa Indonesia adalah sebuah negeri yang terdiri dari rangkaian kepulauan yang terbesar di dunia, yang terbentang sepanjang 5.000 kilometer, atau menutupi seluruh negeri-negeri di Eropa sejak dari pantai barat sampai ke perbatasan paling ujung di sebelah timur.

Mereka tidak tahu setelah Australia, Indonesia adalah negara keenam terluas, dengan luas daratan dua juta mil persegi.

Mereka tidak menyadari bahwa Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, dan dua buah samudera, Pasifik dan samudera Indonesia.

Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Waktunya Masuk Kampus dan Sekolah

Mereka juga tidak menyadari bahwa Indonesia menghasilkan kopi yang paling baik di dunia, yang menimbulkan ungkapan: secangkir jawa, atau bahwa Indonesia adalah penghasil minyak terbesar di Asia Tenggara, dan penghasil timah kedua terbesar di dunia.

Setelah Amerika Serikat dan Rusia, Indonesia adalah  negara terkaya di dunia karena hal sumber daya alam. (Cindy Adams: Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat).

Pidato 1 Juni Bung Karno pada tahun 1945 adalah awal mulanya Indonesia merdeka itu diletakkan dan dirancang oleh para pendiri bangsa.

Baca Juga: Kepala Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta Ibnu Chuldun Resmikan Laboratorium Peradilan Pidana Universitas Yarsi

Tidak melebih-lebihkan tapi sekali lagi saya katakan pidato ini sangat sakral, ibarat sebuah kitab suci yang berisi tentang ilham Indonesia Merdeka.

Bung Karno adalah penemu ilham itu. Apa yang dikerjakan Bung Karno pada zamannya, membuktikan ia adalah sosok yang sangat mencintai bangsanya sendiri.

Oleh karena itu, berbagai tuduhan keji yang dilontarkan kepada Bung Karno itu tidak benar!

Baca Juga: Pembunuh Petugas Imigrasi Tri Fattah Firdaus Jadi Tersangka, Sandi Andaryadi: Kami Apresiasi Polda Metro Jaya

Sebagaian orang berusaha menyudutkan Bung Karno. Tapi kecintaan Bung Karno kepada Indonesia tak terbendung. Sama seperti ia mencintai dirinya sendiri.

Buktinya Bung Karno pernah mengeluarkan sebuah ungkapan; "Ada suatu alasan mengapa mengapa aku melakukan perlawatan itu. Aku ingin agar Indonesia dikenal orang. Aku ingin dunia tahu bagaimana rupa orang Indonesia, dan melihat bahwa kami bukan lagi bangsa yang tolol seperti orang Belanda berulang-ulang menyebut kami. Bukan lagi inlander goblok yang hanya pantas diludahi. Seperti mereka katakan kepada kami berkali-kali bahwa kami bukan lagi penduduk kelas dua yang berjalan merunduk-runduk dengan memakai sarung dan ikat kepala, membungkuk-bungkukkan diri seperti yang dinginkan oleh majikan-majikan kolonial kami dulu". (Cindy Adams : Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat). ***

*Yongki Angwarmmas ialah anggota tim Pusat Studi dan Pengembangan Wawasan Kebangsaan Universitas Tribhuwana Tunggadewi (UNITRI) Malang.

Berita Terkait