DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Kemerdekaan dan NKRI dalam Naungan Takdir Allah

image
Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar memberikan keterangan pers soal anggaran Rp48,7 miliar untuk penggantian gorden di rumah jabatan anggota dewan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/3/2022). (Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Oleh: Dr. Indra Iskandar, Sekretaris Jenderal DPR RI

ORBITINDONESIA - Kemerdekaan dan NKRI adalah satu tarikan nafas. Tidak bisa dipisah-pisahkan. Pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945 secara terang benderang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu, punya landasan kokoh: Pancasila.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Dari perspektif inilah, kita memahami kenapa Bapak Proklamator Bung Karno menyatakan bahwa Kemerdekaan dan NKRI bukan hanya sebuah pembebasan dari kolonialisme dan pembentukan negara kesatuan yang bersifat sosiologis dan politis, tapi sudah menjadi ideologis.

Baca Juga: Inilah 5 Jenis Anxiety dan Cara Mengatasinya

Dengan demikian Kemerdekaan, NKRI, dan Pancasila adalah satu kesatuan ideologis bagi seluruh bangsa Indonesia. Tanpa kecuali.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Dalam pidato Bung Karno 1 Juni 1945, Proklamator berkata: Allah SWT membuat peta dunia, menyusun peta dunia. Kalau kita melihat peta dunia, kita dapat menunjukkan di mana kesatuan-kesatuan di situ.

Seorang anak kecil pun -- jikalau ia melihat peta dunia -- ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan.

Pada peta ini dapat ditunjukkan satu kesatuan kumpulan pulau-pulau di antara dua lautan yang besar, Lautan Pasifik dan Lautan Hindia; dan di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia.

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Baca Juga: 120 Personel Militer Selandia Baru Dikirim ke Inggris untuk Melatih Tentara Ukraina

Seorang anak kecil dapat mengatakan bahwa pulau-pulau Jawa, Sumatera, Borneo, Selebes, Halmahera, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan lain-lain pulau kecil di antaranya adalah satu kesatuan".

Selanjutnya, dalam pidato tadi, Bung Karno menyatakan bahwa NKRI adalah takdir dari Allah SWT. Artinya, Allah sudah merancang dari alam Azalia bahwa Indonesia menjadi NKRI. Meski demikian, jelas Bung Karno, perwujudan takdir Allah itu harus diperjuangkan.

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Allah mengelompokkan kepulauan di Nusantara, jelas Bung Karno lebih jauh, agar masyarakat Nusantara berjuang meraih takdirnya. Yaitu persatuan dan kesatuan kepulauan itu, meskipun terpisah oleh lautan.

Dalam pidato tersebut, Bung Karno mengajak: Ke sinilah kita semua harus menuju: Mendirikan satu Nationale Staat, di atas kesatuan bumi Indonesia dari ujung Sumatera sampai Irian.

Baca Juga: Inilah Profil Singkat WR Supratman, Pencipta Lagu Indonesia Raya

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

NKRI sebagai takdir Allah sekaligus ideologi seperti halnya Pancasila, belum banyak diperbincangkan orang . Padahal pernyataan Bung Karno yang berbasis UUD 45 dan Pancasila itu mengandung makna yang dalam.

Kenapa demikian? Belakangan ini, ada sebagian WNI yang menyatakan anti Pancasila dan NKRI. Mereka menginginkan negara Indonesia berbentuk kerajaan, khilafah, atau federal.

Orang-orang yang berpikiran dan berkehendak seperti itu jelas adalah pengkhianat bangsa. Pinjam istilah Bung Karno mereka melawan takdir Allah.

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Orang macam itu tidak hanya sesat jalan secara politis dan ideologis. Tapi juga sudah mengingkari takdir Allah.

Baca Juga: Kendaraan Bermotor Dilarang Masuk Area Stadion Jatidiri Semarang, Netizen: PSIS Dilarang Seri Apalagi Kalah

Dalam istilah Islam orang semacam itu disebut kafir. Kata kafir -- pinjam analisis ahli linguistik bahasa Arab Prof. KH Syakur Yasin -- kemudian diadopsi dalam bahasa Inggris menjadi cover. To cover artinya menutupi.

Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota

Jadi kata kafir itu -- jelas Kyai Syakur Yasin -- adalah orang yang menutup hatinya dari kenyataan dan takdir Allah. Perbuatan seperti itu termasuk dosa besar.

Dalam sebuah hadist, Rasulullah menyatakan, kalau anda tidak mengakui dan menolak takdir Allah, maka carilah Tuhan selain Allah!

Akan kemana orang yang tertutup mata hatinya itu pergi? Semua tempat di jagad raya itu milik Allah.

Baca Juga: Peringati Hari Bela Negara, Ibnu Chuldun: Bersatu dan Berkontribusi untuk Indonesia Maju

Baca Juga: Parah, Muhammad bin Anies Shahab Larang Muslim Berteman dengan Nonmuslim Kecuali Urusan Bisnis

Dalam konteks inilah, di hari kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 2022, kita harus bersyukur, bahwa bangsa Indonesia yg terdiri dari berbagai macam suku bangsa dengan berbagai macam bahasa dan agama -- masih tetap bersatu.

Bersatu dalam NKRI yang telah ditakdirkan Allah untuk bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote.

Baca Juga: Permohonan Layanan Melonjak, Sandi Andaryadi: Imigrasi DKI Jakarta Harus Bekerja Prima

Dirgahayu Republik Indonesia ke-77. Jayalah Negeriku. Jayalah Bangsaku. ***

Berita Terkait