DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Tulisan HUT Kemerdekaan Indonesia: Ingin Bebas Dari Rutinitas Nine to Five

image
Presiden Joko Widodo mengenakan baju adat Dolomani asal Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara pada Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 Kemerdekaan RI pada Rabu, 17 Agustus 2022. Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr

ORBITINDONESIA - Hari ini, Rabu, 17 Agustus 2022, merupakan salah satu hari penting dari kalender kehidupan masyarakat Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus tahun 1945, proklamator Indonesia menyatakan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.

Pernyataan proklamasi kemerdekaan itu dibacakan kedua proklamator di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Dari segi usia, bahwa Indonesia sudah merayakan hari kemerdekaan yang ke 77. Suatu usia yang sudah tidak lagi tergolong muda. Bila dilihat dari kategori umur, usia 77 tahun sudah tergolong senior citizen.

Di usia kemerdekaan Indonesia, yang sudah mendekati delapan dasawarsa ini, salah satu persoalan yang belum dapat dituntaskan dengan baik di dalam negeri, apakah itu oleh pemerintah maupun swasta adalah soal kesulitan untuk menciptakan lapangan kerja.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Baca Juga: Denny JA: Soal Korupsi di Sektor Publik, Peringkat Indonesia Lebih Buruk dari Rata-rata Dunia

Pembukaan lapangan kerja setiap tahun belum mampu sepenuhnya menampung jumlah tenaga kerja yang bertumbuh terus. Antara pertumbuhan lowongan kerja dengan pihak yang membutuhkannya masih belum berjalan dengan sejalan.

Masih ada terdapat gap (kesenjangan) antara kebutuhan dengan ketersediaan lapangan keerja. Tenaga kerja bertumbuh dengan sangat cepat di satu sisi, sementara itu di sisi lain ketersediaan lapangan kerja tidak sebanding.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Tenaga kerja bertumbuh ibarat orang sedangan berlari, sedangkan pertumbuhan lapangan kerja adalah ibarat orang sedang berjalan santai di sore hari.

Dengan kelangkaan kesempatan kerja yang sedemikian rupa, salah satu cara yang ditempuh oleh pihak yang membutuhkan pekerjaan adalah bersedia untuk menjadi tenaga kerja di dalam rumah (ART) dan pekerjaan lainnya (helper domestic) di sejumlah negara.

Baca Juga: Sutardji Calzoum Bachri dan Para Penyair Lain Menggebrak dengan Puisinya di Webinar Satupena

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

WNI tersebut bersedia untuk mengadu nasib di negeri orang adalah demi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dengan mengandalkan diri pada ketersediaan lowongan tenaga kerja dalam negeri, dapat dipastikan keinginan untuk bekerja tidak akan tercapai.

Perebutan untuk mendapatkan kesempatan bekerja di dalam negeri masih tetap sedemikian tinggi.

Karena itu, daripada berebut dengan kesempatan kerja di dalam negeri yang masih tetap ketat persaiangnnya, untuk itu salah satu jalan untuk mengatasinya adalah berkelana di negeri orang di seberang sana.

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Untuk sementera pindah domisili dengan meyambung hidup yang tidak bisa ditunda.

Baca Juga: Jack Miller Pilih Nge Camp Bersama Si Nyonya Jelang Balap MotoGP Austria 2022

Di tengah sulitnya untuk mendapatkan pekerjaan, ada salah satu gejala yang menarik untuk diperhatikan di Indonesia adalah soal batas waktu (usia) pekerjaan tertentu.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Dikatakan menarik adalah karena di tengah tidak mudahnya mendapatkan pekerjaan bagi pekerja dengan usia produktif, di sisi lain tidak sulit juga kita menemukan di mana sejumlah pekerjaan dan/atau profesi tertentu ada dan banyak karyawannya yang sudah tergolong berusia tua.

Dari segi umur, seseorang sudah masanya untuk tidak lagi bekerja. Sudah harus pensiun dan momong cucu di rumah.

Namun sekalipun berdasarkan aturan umum bahwa usia pensiun sudah harus berakhir pada usia 56 tahun misalnya, tidak berarti bahwa orang yang sudah berusia di atas 56 tahun tidak lagi diperkenankan atau diperbolehkan untuk bekerja.

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Baca Juga: MotoGP Austria 2022, Jack Miller Ambisi Naik Podium di Red Bull Ring Spielberg

Bagi orang yang sudah berusia di atasa 56 tahun masih tetap tersedia dan terbuka kesempatan untuk tetap berstatus sebagai pekerja atau karyawan. Bisa jagi orang yang sudah berusia di atas 56 tahun tidak mungkin lagi diangkat sebagai karyawan tetap.

Selepas usia 56 tahun, seseorang tidak lagi berhak untuk menjadi karyawan tetap. Namun di sisi lain bagi yang sudah berusia di atas 56 tahun, bagi mereka masih tersedia kesempatan untuk menjadi karyawan dengan status sebagai karyawan kontrak atau untuk waktu tertentu.

Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota

Status sebagai karyawan tetap boleh berakhir, tetapi kesempatan untuk menjadi karyawan kontrak atau paruh waktu masih tetap terbuka luas. Ada masanya untuk menjadi karyawan permanen dan ada pula masanya untuk berstatus sebagai karyawan untuk waktu tertentu.

Selain itu, untuk jabatan atau pekerjaan tertentu batas usia pensiun (purna tugas) ada bermacam-macam. Untuk bidang pekerjaan tertentu, batas usia pensiun adalah 58 tahun, 60 tahun, 62 tahun, 65 tahun, 70 tahun, 75 tahun, 80 tahun dan lain sebagainya.

Baca Juga: MotoGP Austria 2022, Francesco Bagnaia Bakal Jadi Ancaman Fabio Quartararo

Baca Juga: Peringati Hari Bela Negara, Ibnu Chuldun: Bersatu dan Berkontribusi untuk Indonesia Maju

Bahkan ada juga profesi tertentu yang tidak terbatas atau tidak tunduk pada batas usia. Milsalnya dokter dan advokat. Kedua profesi ini tidak mengenal adanya pembatasan waktu untuk berpraktik.

Selama masih sehat maka tidak ada larangan untuk memberikan jasa. Batas waktu untuk menentukan apakah dokter atau advokat berhenti untuk memberikan jasa adalah tingkat kesehatannya.

Selama masih sehat maka selama itu itu pula berhak untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat luas atau konsumen yang membutuhkannya.

Baca Juga: Permohonan Layanan Melonjak, Sandi Andaryadi: Imigrasi DKI Jakarta Harus Bekerja Prima

Beberapa waktu yang lampau, saya berbincang-bincang dengan salah satu turis asing di sebuah daerah wisata di Bali. Pada saat terjadi perbincangan, salah satu hal yang saya tanyakan kepada turis asing tersebut adalah soal banyaknya turis yang bersantai.

Baca Juga: MotoGP Austria 2022, Francesco Bagnaia Optimis dan Percaya Diri Naik Podium

Saya menanyakan apakah turis tersebut memang tergolong orang berada di negara asalnya, sehingga tidak perlu lagi bekerja guna menyambung hidup.

Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Waktunya Masuk Kampus dan Sekolah

Dalam artian apakah para turis yang sedemikian santainya menikmati pantai dan matahari pula Dewata sudah tidak lagi berhadapan dengan persoalan mengenai kemampuan finansil dalam menopang kelangsungan hidup?

Atau apakah turis tersebut mempunyai sumber penghasilan pasif yang cukup memadai, sekalipun sepanjang hari tampaknya hanya menikmati indahnya alam Bali, namun mereka mempunyai penghasilan sumber penghasilan (income) yang tetap?

Menurut infonya bahwa masa sekarang ini ada sejumlah pihak yang tidak lagi terikat dengan pekerjaan karena mereka sudah mendapatkan penghasilan secara pasif, baik itu sebagai pemegang saham, Youtuber, penemua paten dan lain sebagainya.

Baca Juga: Kepala Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta Ibnu Chuldun Resmikan Laboratorium Peradilan Pidana Universitas Yarsi

Baca Juga: Jelang MotoGP Austria 2022, Francesco Bagnaia Lakukan Hal Ini

Atas pertanyaan yang saya ajukan, turis bersangkutan mengatakan bahwa dari sekian turis yang sedang berjemur menikmati matahari pagi, serta deburan ombak pantai Bali di pagi hari, di antara mereka memang ada yang kebetulan sedang masa libur.

Kehadiran turis tersebut memang sudah disesuaikan dengan jadwal mereka libur. Tetapi ada dan banyak juga turis tersebut, dari segi ekonomi sebetulnya mereka kesulitan untuk menyambung hidup di negara mereka.

Baca Juga: Pembunuh Petugas Imigrasi Tri Fattah Firdaus Jadi Tersangka, Sandi Andaryadi: Kami Apresiasi Polda Metro Jaya

Apabila dibuat kalkulasi biaya hidup, tunjangan sosial yang disediakan pemerintah tidak akan mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di negara asal.

Sekalipun gaya hidup sudah diturunkan sampai kepada tahapan minimal, tunjangan pengangguran yang diberikan oleh pemerintah tetap tidak mencukupi untuk membiaya kebutuhan sehari-hari.

Baca Juga: Hasil Liga 1: Bali United Sukses Atasi Tuan Rumah Barito Putera

Baca Juga: Warga Negara Asing Asal Korea Selatan Jadi Tersangka Pembunuhan Petugas Imigrasi Tri Fattah Firdaus

Dengan hanya mengandalkan tunjangan sosial dari pemerintah, dapat dipastikan tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhkan minimal. Tunjangan pemerintah tidak sanggup untuk menyokong kebutuhkan hidup minimal sehari-hari.

Dengan tunjangan sosial dari pemerintah tersebut, bagi turis asing tersebut salah satu cara untuk mensiasati kelangsungan hidup adalah dengan pindah tempat tinggal.

Jika di negara asal, tunjangan dari pemerintah uangnya tidak cukup, namun apabila tinggal di Bali, tunjangan dari pemerintah dari mana turis berasal masih cukup dan bahkan bagi yang bisa berhemat masih tetap bisa menyisihkannya sebagai tabungan.

Baca Juga: Di Gedung Long See Tong Kota Padang, Mahfud MD Janji Perjuangkan Hak Adat

Jadi selain berkesempatan untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan anggaran dari pemerintah di satu sisi, namun di sisi lain masih ada juga kesempatan untuk menabung.

Baca Juga: Bos Gerai HP PS Store Putra Siregar Divonis 6 Bulan Kurungan, Lebih Ringan Dibanding Tuntutan Jaksa

Orang yang berstatus jobless masih tetap mendapatkan penghasilan bulanan tanpa perlu bersusah payah.

Baca Juga: Muhaimin Iskandar Janjikan Tunjangan Ibu Hamil, Guru Mengaji, dan Bebaskan Pajak Bumi Bangunan

Semua kebutuhan hidup dapat teratasi hanya berkat keputusan pemerintah negara asal yang memberikan tunjangan kepada warga negara yang tidak mempunyai pekerjaan.

Dan tunjangan pemerintah itu, seseorang akan tetap dinikmati masa jobless sampai ada perubahan kebijakan pemerintahan selanjutnya.

Dengan kata lain, berkat adanya tunjangan dari pemerintah, warga negara yang tidak bekerja masih tetap mampu bertahan hidup, di mana salah satunya adalah dengan pindah tempat tinggal ke negara atau wilayah di mana biaya hidup masih lebih murah selama kurun waktu tertentu.

Baca Juga: Syafrin Liputo: DKI Jakarta Bebas Kendaraan Bermotor Malam Natal dan Tahun Baru di Jalan Sudirman-MH Thamrin

Baca Juga: Pemain Timnas U16 Dapat Bonus Rp1 Miliar dari Presiden Jokowi, Sekjen PSSI: Alhamdulillah Dapat Rezeki Lagi

Mahal atau tidak terjangkau di sana di negara asal, namun di tempat lain masih murah dan terjangkau di negara tetangga.

Dalam salah satu penerbangan dari Kota Kinabalu (Sabah) menuju Kuala Lumpur, saya bercakap-cakap dengan salah satu penumpang dengan tujuan yang sama.

Baca Juga: Taman Mini Indonesia Indah Gelar Konser Musik untuk Natal dan Tahun Baru

Penumpang tersebut adalah karyawan dari salah satu penyediaan jasa untuk kebutuhan rumah sakit pemerintah. Tujuannya ke Kuala Lumpur adalah untuk mengadakan rapat kerja dengan mitra bisnis.

Pertemuan di Kuala Lumpur hanya berlangsung 1 hari sahaja. Selepas menghadiri pertemuan di Kuala Lumpur karyawan dengan temannya yang lain akan segera pulang kembali ke Kota Kinabalu.

Baca Juga: Bom Meledak di Masjid Afganistan, 21 Tewas Termasuk Ulama, 33 Luka luka

Baca Juga: Dinas Kesehatan: Pengidap COVID 19 di Jakarta Mencapai 200 Kasus per Hari

Menurut info dari penumpang bersangkutan bahwa batas usia kerja di negaranya adalah 56 tahun. Setelah berusia di atas 56 tahun, seseorang tidak lagi diperkenankan untuk bekerja.

Bagi orang yang sudah berusia di atas 56 tahun harus bersedia untuk memasuki usia pensiun. Ketika waktunya untuk pensiun ia harus pensiun, tidak ada alasan untuk memperpanjang usia kerja.

Hidup setelah pensiun digantungkan atau tergantung pada dana yang disediakan oleh pemerintah.

Baca Juga: Relawan Santri Muda Garut Dukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD

Namun di negeri kami, lanjut orang bersangkutan, pada masa sekarang banyak orang yang mengajukan diri untuk pensiun lebih cepat dari jangka waktu.

Baca Juga: Irjen Ferdy Sambo Bentuk Kekaisaran di Internal Polri, Kadiv Humas: Fokus Kasus Pembunuhan

Adalah hal yang jamak bila sejumlah karyawan mengajukan permohonan untuk berhenti bekerja sebelum masa pensiun berakhir. Karyawan banyak yang ingin pensiun dini.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Ikut Kirab Budaya Nitilaku UGM  Yogyakarta

Salah satu alasan mengapa karyawan untuk mengajukan permohonan pensiun yang dipercepat adalah karena ingin menikmati kebebasan hidup.

Memang bekerja itu adalah suatu keterikatan. Keterikatan untuk patuh pada aturan tertentu. Termasuk di dalamya adalah kesediaan untuk mengerjakan apa yang tidak diharapkan atau tidak diinginkan.

Mengerjakan sesuatu yang tidak diharapkan dan tidak diinginkan tentu tidak selalu bisa dinikmati oleh setiap orang.

Baca Juga: Buruh Rokok di Kudus Deklrasi Dukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka

Baca Juga: Hasil Liga 1: PSIS Semarang Menang, Persik Kediri Terjebak di Zona Degradasi

Karena itu tidaklah mengherankan bila cerita dari salah seorang karyawan tadi, jika di negeri tetangganya banyak orang yang tetap setiap bekerja sekalipun batas usia kerja sudah berakhir, namun di negerinya ada yang tidak mau terikat dengan tenggang waktu Nine to Five karena ingin menikmati hidup.

Ingin bebas dari keterikatan banyak hal. Kebebebasan dan kenikmatan itu memang mahal harganya.

Baca Juga: Pesantren Lirboyo Kediri Dukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar

Selamat Hari Kemerdekaan RI.

Kota Kinabalu – Kuala Lumpur, 17 Agustus 2022.

Binoto Nadapdap

Berita Terkait