DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Ekspresi Data Denny JA: Mengapa Presiden Indonesia Berakhir Sedih?

image
Semoga Jokowi membawa kisah yang berbeda. Ia membawa tradisi yang baru.

 

ORBITINDONESIA.COM - Mengapa presiden di Indonesia, sejak Bung Karno sampai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), berakhir dengan kisah yang sedih?

Baca Juga: Bursa Transfer Liga 1: Resmi, Rizky Pellu CLBK dengan PSM Makassar

Kita bisa membuka kembali sejarah. Tahun 1945, Bung Karno menjadi presiden. Ia dielu-elukan sebagai proklamator dan pahlawan rakyat Indonesia.

Namun sejak tahun 1965, 1966, para mahasiswa dan pemuda yang memujanya berbalik bergerak, demo, protes menjatuhkannya.

Bung Karno pun kehilangan kekuasaannya dengan cara-cara yang sedih.

Baca Juga: Ingin Berkebun Tapi Halaman Sempit, Ini Tips Budidaya Kangkung dengan Sistem Hidroponik

Datanglah Pak Harto menjadi presiden secara resmi di tahun 1968. Ia dipuji, dipuja sebagai Bapak Pembangunan Nasional.

Namun tahun 1998, kembali rakyat bergerak, protes, demo menjatuhkannya. Pak Harto pun berakhir dengan kisah yang sedih.

Kemudian  datanglah Habibie. Ia membawa Indonesia bertransisi menuju demokrasi. Tapi di tahun 1999, laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR.

Baca Juga: Kemenkumham DKI Gelar Diseminasi Penjaringan Calon Pemberi Bantuan Hukum, Ibnu Chuldun: Semangat Mengabdi

Habibie pun berujung pada kisah yang sedih.

Lalu Gus Dur dipilih menjadi presiden Indonesia di tahun 1999. Ia datang dari kalangan budayawan, agamawan, dari kalangan pemikir.

Tapi tak lama kemudian, di tahun 2001, Gus Dur pun dimakzulkan oleh MPR.

Baca Juga: Piala AFF U19: Kalahkan Filipina 5-1, Peluang Indonesia ke Semifinal Tetap Terbuka

Megawati tampil sebagai presiden wanita pertama di Indonesia. Itu terjadi di tahun 2001.

Tapi di tahun 2004, kita menyaksikan PDI Perjuangan (PDIP), partai yang dipimpinnya merosot suaranya.

Pada pemilu sebelumnya, di tahun 1999, PDIP, partai yang dipimpin Megawati mendapat perolehan tinggi sekali: 33,7 persen.

Baca Juga: Piala Dunia U20: Uruguay dan Korea Selatan Amankan Tiket Semifinal

Tapi di tahun 2004, rakyat tak puas, membuat dukungan kepada PDIP merosot hampir separuhnya: 18,53 persen saja.

Megawati dua kali maju sebagai capres (2004, 2009). Dua kali pula ia dikalahkan.

Kemudian datang SBY. Ia presiden pertama yang dipilih rakyat secara langsung. Pada awalnya, SBY juga dipuja dan puji.

Baca Juga: Prediksi Dampak El Nino di Indonesia, Produktivitas Panen Padi Berkurang 5 Juta Ton

Tapi di tahun 2014, partai yang didirikannya, Partai Demokrat, juga merosot hampir separuh. Dulu di tahun 2009, Partai Demokrat peroleh dukungan sebesar 20,85 persen. Ia menjadi partai pemenang pemilu 2009.

Tapi di tahun 2014, Demokrat tinggal 10,19 persen saja. Merosot hampir separuhnya. Banyak pula kemudian pengurus teras Partai Demokrat yang masuk penjara karena korupsi.

Mengapa para presiden Indonesia berujung sedih?

Baca Juga: SEA Games 2023: Prediksi dan Link Streaming Indonesia Melawan Myanmar, Waktunya Raih Puncak Klasemen

Ini perlu riset yang mendalam. Setiap kasus presiden, berbeda-beda penyebabnya.

Tapi akankah Jokowi membawa tradisi yang berbeda, keluar dari tradisi kisah sedih Presiden Indonesia?

Sekarang, rating Jokowi, tingkat approval ratingnya, persentase publik yang menyetujui kinerjanya, tingkat kepuasaan publik padanya, sangat tinggi: di atas 78 persen. Ini hasil survei LSI Denny JA di bulan Agustus 2023.

Baca Juga: Survei Charta Politika: Bobby Nasution Ungguli Edy Rahmayadi di Sumatra Utara

Semoga Jokowi membawa kisah yang berbeda. Ia membawa tradisi yang baru. Tradisi presiden yang tidak berujung secara sedih. ***

Berita Terkait