ORBITINDONESIA.COM - Demokrasi dan elite politik kita terjebak pada siklus lima tahunan. Tidak ada visi jangka panjang atau visi strategis. Hal itu diungkapkan Chappy Hakim, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara.
Chappy Hakim menyatakan hal itu sebagai salah satu peserta dalam diskusi tentang revitalisasi reformasi untuk demokrasi yang berkeadilan, sebagai refleksi sesudah 25 tahun reformasi. Diskusi itu berlangsung di Jakarta, Kamis malam, 25 Mei 2023.
Diskusi itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA. Diskusi open mic yang menghadirkan Chappy Hakim dan banyak tokoh lain itu dipandu oleh Anick HT dan Swary Utami Dewi.
Menurut Chappy, ia bicara dengan berorientasi pada kepentingan masyarakat banyak. “Di sini kita bicara tentang demokrasi. Ada banyak variannya, tetapi ide dasarnya adalah rakyat yang berkuasa,” tuturnya.
Chappy berpendapat, dari pengamatan pribadinya, dalam berdemokrasi itu banyak negara yang mengalami kegagalan atau tantangan yang lebih besar lagi. Filipina adalah salah satu contoh. Tadinya cukup maju, tetapi setelah berdemokrasi dia berubah.
Yang menarik, Chappy mengutip ucapan mantan PM Singapura Lee Kuan Yew. Dalam wawancara dengan Der Spiegel, Lee bilang dia tidak menerapkan demokrasi di Singapura. Ketika orang Inggris pergi dari Singapura, Lee merasa tidak dititipi demokrasi.
“Karena kalau Lee menerapkan demokrasi a’la Barat, negeri Singapura ini tidak bekerja. Tetapi elite politiknya akan selalu ribut saja di DPR. Lee mau bilang bahwa menerapkan demokrasi itu akan menyulitkan negara Singapura dalam menuju cita-citanya,” jelas Chappy.
Baca Juga: Ini Sosok Istri Orang yang Jadi Selingkuhan Wakapolres Binjai Kompol Agung Basuni, Ternyata...
“Kini kita lihat visi para elite (Indonesia) sudah masuk dalam kotak lima tahunan. Jadi tidak ada visi jangka panjang. Industri penerbangan yang sudah dimulai dengan baik, lalu hancur dan bubar,” ucap Chappy.
“Banyak masalah yang memerlukan pemikiran strategis, tapi itu masuk kotak semuanya. Kenapa? Karena kita terjebak dalam siklus lima tahunan. Ini sangat menyedihkan,” ujar Chappy dengan nada prihatin.
Chappy menambahkan, kalau dibilang ini adalah hasil yang istimewa dari reformasi, karena kita berubah dari sistem otoriter ke demokrasi, oke saja.
“Tetapi kalau demokrasi yang ada seperti ini, kita saksikan tiap hari berita tentang korupsi, pejabat yang ditangkap, dan sebagainya. Itulah yang muncul di permukaan dengan bendera reformasi,” tambahnya.
“Mungkin pengamatan saya ini terlalu subjektif. Tetapi jika kita mau maju, kita harus mencari model demokrasi yang mana yang tepat. Karena saya bergerak di lingkungan yang menuntut disiplin yang tinggi, maka kekecewaan saya sangat besar,” ungkapnya.
Artikel Terkait
Webinar Satupena, Satrio Arismunandar: Reformasi Demokrasi Bisa Gagal Akibat Kurangnya Kemauan Politik
Ini Alasan Polisi Tetap Menahan Putri Balqis, Meski Menjadi Korban KDRT di Depok
Drawing Kualifikasi Piala Asia U23 2024, Indonesia Satu Grup dengan Turkmenistan dan China Taipei
Inilah Alasan PSSI Belum Umumkan Harga Tiket Resmi FIFA Matchday Timnas Indonesia Melawan Argentina
Fakta Kakek Usia 64 Tahun di Jember, Tiga Kali Masuk Penjara, Kini Kembali Membobol Rumah Warga
Prediksi Skor Man United vs Chelsea Mainkan Laga Tunda Pekan ke 32 Liga Inggris: Head to Head, Susunan Pemain
VIRAL, Santri Jadi Korban Bullying di Ponpes hingga Alami Gangguan Kejiwaan, Warganet Open Donasi