DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Ramai Isu PHK Besar Besaran di Tahun 2023, Bagaimana dengan 2022, Ternyata Gak Kalah Parah

image
Ilustrasi PHK. Ramai Isu PHK Besar Besaran di Tahun 2023, Bagaimana dengan 2022, Ternyata Gak Kalah Parah

ORBITINDONESIA- Baru baru ini ramai isu PHK besar besaran bakal terjadi di sejumlah perusahaan besar pada tahun 2023.

Isu PHK besar besaran terus bergulir di media sosial seperti TikTok dan Twitter. Lantas bagaimana dengan tahun 2022?

Dikutip Orbit Indonesia dari laman Antara, ternyata kasus PHK besar besaran di Indonesia pada tahun 2022 juga gak kalah parah lho.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Baca Juga: PHK 12 Ribu Karyawan di Seluruh Dunia, Ternyata Ini Alasan Google

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memperkirakan ada lebih dari satu juta pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang 2022.

Hal itu berdasarkan data pengambilan klaim oleh pekerja dengan alasan PHK yang tercatat di BPJS Ketenagakerjaan pada periode Januari-November 2022 yang mencapai 919.071 pekerja.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

"Dari Januari sampai November 2022, sudah ter-PHK 919.071 pekerja. Ini orang yang mengambil Jaminan Hari Tua (JHT)," kata Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani.

Baca Juga: Menengok Kembali Catatan PVMBG Sepanjang 2022 Terdapat 24 Kali Gempa Merusak di Indonesia

"Jadi kalau kita ambil Desember, itu sudah pasti satu juta lebih. Ini yang sudah jelas mengambil JHT karena PHK," tambahnya.

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Hariyadi mengatakan banyak faktor terjadinya PHK sepanjang tahun lalu. Tidak hanya karena imbas kondisi pandemi COVID-19, PHK juga banyak dilakukan perusahaan karena permintaan ekspor yang jatuh.

"Banyak faktor, imbas pandemi, ada masalah ekspor drop. Ada juga faktor perusahaan yang melakukan efisiensi," katanya.

Baca Juga: Ngaku Kaya Raya, Pinkan Mambo Ungkap Kondisi Sebenarnya, Suami di PHK dan Nggak Punya Pendapatan

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Hariyadi menjelaskan kebijakan soal upah minimum juga dinilai turut mempengaruhi langkah perusahaan yang kemudian melakukan efisiensi. Namun, ia menyebut hal itu tidak secara langsung terjadi.

"Ada pengaruh (UMP) juga, mungkin tidak secara langsung pengaruh UMP, perusahaan melakukan efisiensi," imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan dan Pengembangan SDM BPP Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Nurdin Setiawan mengatakan industri tekstil telah mengalami penurunan pesanan (order) sejak 2022 lalu.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Kondisi tersebut telah membuat perusahaan-perusahaan tekstil terpaksa harus melakukan PHK terhadap 60 ribu karyawan.

"Sejak awal 2022 terjadi penurunan order 30-50 persen. Anggota kami yang berorientasi ekspor dan padat karya, di kuartal I 2023 ini rata-rata order hanya 65 persen. Artinya 35 persen secara operasional utility kami kosong, sementara tenaga kerja harus kita bayarkan," katanya.

Bagi perusahaan padat karya seperti industri tekstil, biaya tenaga kerja masuk biaya terbesar kedua setelah biaya material. Oleh karena itu, Nurdin menyebut kenaikan upah di atas rata-rata menjadi beban berat perusahaan.

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Nurdin juga menyebut terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja berdampak terhadap ketidakpastian hukum. Hal itu lantaran isu ketenagakerjaan di Perppu Cipta Kerja yang tidak juga memperoleh solusi.

Ia berharap dengan kondisi seperti saat ini, pengusaha sektor padat karya sangat mengharapkan perlindungan pemerintah karena secara langsung atau tidak langsung telah menyerap banyak tenaga kerja.

"Alih-alih kita ingin melakukan satu upaya bagaimana perusahaan bisa tetap sustain, tapi hubungan kerja tetap terjaga, perlindungan ke perusahaan padat karya berorientasi ekspor, dan ekosistemnya, malah tidak dapat itu dari pemerintah," kata Nurdin.

Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota

Jadi bagaimana menurutmu? Kita memang harus lebih pintar menangkap peluang dan semakin kreatif agar tetap bisa bertahan.***

Berita Terkait