DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Heri Herdiawanto: Kemiskinan di Jawa Tengah dan Peluang Ganjar di Pilpres 2024 Dalam Pendekatan Sosiokultural

image
Dr. Heri Herdiawanto, M.Si, Dekan FISIP Universitas Al Azhar Indonesia (UAI)

Oleh: Dr. Heri Herdiawanto, M.Si, Dekan FISIP Universitas Al Azhar Indonesia (UAI)

Pendahuluan

ORBITINDONESIA.COM - Bismillahirahmanirrahim. Penulis adalah orang yang pernah tinggal di wilayah Jawa Tengah, tepatnya di Kabupaten Purworejo, Kecamatan Kemiri Kidul-Kutoarjo, Desa Kemiri Kidul.

Baca Juga: Bupati Konawe Utara Terjang Banjir untuk Salurkan Bantuan Bagi Warga Terdampak di Sulawesi Tenggara

Sedangkan orang tua, khususnya ayah penulis, merantau hampir 40 tahun di wilayah tersebut sebagai pedagang. Sehingga, ia hampir setiap hari berinteraksi bersama warga masyarakat dari desa-desa dan perkampungan sekitar Purworejo, Kutoarjo dan Kemiri.

Latar belakang tersebut penting kiranya disampaikan, sebagai salah satu pertimbangan menarik dalam konteks sosiokultural.

Baca Juga: Terjadi Kebakaran di Museum Nasional Jakarta Malam Ini, Kobaran Api Terlihat Sangat Besar

Baca Juga: Pakar Ilmu Politik Asrinaldi: Prabowo Akan Menimbang Usulan Nama Artis untuk Jadi Menteri

Ini sebelum saya memberikan tanggapan terhadap tulisan Denny JA tentang “Kemiskinan di Jawa Tengah dan Peluang Ganjar Pranowo (GP) di Pemilu 2024.” Fokus pada artikel berjudul: ”Kemiskinan di Jawa Tengah Batu Sandungan Ganjar Pranowo Terpilih Menjadi Presiden?”

Jawaban yang diberikan wajar beragam, yaitu bisa ya atau tidak, bahkan mungkin reaktif, namun penulis lebih cenderung proaktif. Ada kalimat bijak: If you want to be strong, know your weaknesses. Jika kamu ingin kuat, ketahuilah kelemahanmu.

Biasanya dengan menyadari kekurangan, maka ada semangat memperbaiki dan membekali diri lebih baik. Mengapa proaktif?

Baca Juga: Kota Gorontalo Kembali Jadi Juara Umum Pada MTQ Tingkat Provinsi Gorontalo

Di era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi berbasis media cetak, elektronik dan digital sekarang, keterbukaan informasi publik menjadi realitas yang tidak bisa terbantahkan.

Undang-Undang No. 14/2008 tentang KIP atau Keterbukaan Informasi Publik melindungi hak publik untuk tahu, dan semua badan publik harus memberikan layanan secara terbuka dan profesional.

Baca Juga: Hasil Liga Inggris Pekan ke 5, Tertinggal Lebih Dulu Liverpool Bangkit dan Bungkam Wolves

Baca Juga: Jonminofri Nazir: Bagaimana Prospek eBook?

Sekuat apapun menutupi, membantah dan memberikan informasi pembanding serta mengkomunikasikan tentang Kemiskinan di Jawa Tengah, mungkin saja ada celah dis- informasi, miskonsepsi dan miskomunikasi.

Oleh karena itu, tulisan Denny JA tentang Kemiskinan di Jawa Tengah berpotensi menjadi batu sandungan untuk Capres Ganjar Pranowo lebih bijaksana disikapi secara proaktif.

Pembahasan

Baca Juga: Pasca Lebaran 2024, Sejumlah Agen AMDK di Jakarta dan Depok Kehabisan Stok

Pemilu erat kaitannya dengan merebut simpati hati dan pikiran pemilih, sehingga branding, profiling dan selling harus tepat dan akurat. Persoalan merebut hati dan pikiran, bahkan  jiwa masyarakat, berhubungan dengan membangun trust atau kepercayaan masyarakat.

Ir. Soekarno dan pejuang kemerdekaan lainnya memimpin dan memobilisasi rakyat mencapai Indonesia merdeka, bermodalkan kepercayaan. Keyakinan berbagai lapisan masyarakat bukan dengan harta benda atau kebohongan yang ditutupi, melainkan kejujuran yang tulus darui pemimpinnya.

Baca Juga: Hasil Pegadaian Liga 2, Derby Sumatra Utara Sada Sumut FC Melawan PSMS Medan Berakhir Imbang

Baca Juga: Diskusi Satupena, Bagus M. Adam: Buku Digital Bukan Pengganti Buku Cetak, Tetapi Keduanya Saling Melengkapi

Kajian obyektif tentang kemiskinan di Jawa Tengah tidak produktif jika hanya dibantah, namun lebih baik dijawab dengan ikhtiar nyata terukur dan berdampak langsung pada masyarakat. Apalagi kesempatan yang dimiliki tidak lama menuju Pemilihan Presiden 14 Februari 2024.

Pemilu 2024 diprediksikan berlangsung dinamis dan kompleks, karena dilaksanakan secara serentak antara Pemilihan Umum dan Pilkada dengan payung hukum yang sama, yaitu UU No. 7/2017 tentang Pemilu. Saat ini, pemilu masa reformasi tentu memiliki tantangan dan peluangnya sendiri, yang berbeda dengan masa sebelumnya yaitu Orde lama dan Orde Baru.

Sistem politik demokrasi sesuai UUD 1945 menegaskan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat. Maka pemahaman komprehensif tentang rakyat Indonesia tercinta menjadi penting dan strategis.

Baca Juga: 14 Klub Sepak Bola Papan Atas di Asia Tenggara Siap Bertanding di Kualifikasi ASEAN Club Championship Juli

Oleh karena itu, dalam merespon peluang Ganjar Pranowo sebagai capres dalam pemilu 2024, pendekatan sosiokultural layak ditawarkan dan dikaji, sebagai salah satu sudut pandang dalam memaknai Kemiskinan Struktural, Kultural, Relatif dan Absolut di Provinsi Jawa Tengah.

Baca Juga: Dwayne The Rock Johnson Kembali ke WWE Setelah Pensiun di Tahun 2019 John Cena Ucapkan Selamat Datang

Walaupun kita tahu, kemiskinan muncul tidak hanya disebabkan oleh satu factor, namun beragam faktor. Satu di antaranya adalah faktor kepemimpinan yang melahirkan regulasi pembangunan.

Baca Juga: Pilkada Jakarta, Anthony Leong: Ahok Punya Energi dan Modal Sosial Besar untuk Bertarung

Sosiokultural merupakan istilah yang terkait dengan faktor sosial dan budaya, yang berarti tradisi umum, kebiasaan, pola, dan kepercayaan, yang ada dalam suatu kelompok populasi.

Istilah ini sebagian besar digunakan dalam konteks sosiologis dan pemasaran, serta mengacu pada pendorong paling luar biasa dibalik cara orang membuat keputusan dalam masyarakat.

Pendekatan sosiokultural merupakan model pendekatan yang menekankan pada nilai-nilai sosial dan budaya yang melekat dan berkembang di suatu masyarakat, seperti sistem tatanan sosial, maupun sistem religi.

Baca Juga: Piala Asia Putri U17: China Menang Melawan Thailand

Baca Juga: Maudy Ayunda Tuai Kritikan Karena Ingin Hapus Soal Pilihan Ganda Jika Jadi Menteri Pendidikan

Sehingga melalui pendekatan tersebut bisa didapatkan kesamaan dalam pola pikir, persepsi, keyakinan-keyakinan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku dan bagaimana individu tersebut menjalani kehidupan dalam suatu masyarakat.

Sebab aspek budaya memiliki hubungan yang erat dengan pemenuhan kebutuhan dan pengaruhnya terhadap pembentukan pranata-pranata sosial, sebagai sarana untuk mengukuhkan berbagai tradisi atau kebiasaan yang berlaku dalam struktur masyarakat setempat.

Baca Juga: Zulkifli Hasan Bantah Melobi Kursi Kabinet Ketika Kunjungan Rombongan PAN Temui Presiden Jokowi

Pendekatan dengan menyentuh aspek sosiokultural dapat menjadi alternatif strategi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan menggalang partisipasi asyarakat, untuk ikut serta dalam pembangunan, termasuk mengatasi kemiskinan.

Strategi pendekatan sosiokultural adalah upaya untuk mengubah perilaku masyarakat dengan menggunakan aspek-aspek sosial dan budaya yang hidup di masyarakat setempat.

Metode pelaksanaan strategi pendekatan sosiokultural dilakukan dalam sebuah operasi penggalangan, yaitu suatu aktivitas yang dilakukan secara terencana, terarah, dan terukur.

Baca Juga: Anggota DPR RI Dedi Mulyadi Sebut Penyanyi Mahalini Dinikahi Rizky Febian Sesuai Syariat Islam

Baca Juga: Hasil Pekan ke 12 BRI Liga 1, Arema FC Melawan Persita Tangerang Berakhir Tanpa Gol

Aktivitas ini bertujuan mengubah atau menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pihak penggalang, yang dilakukan untuk menanggulangi ancaman atau hambatan, yang akan dilakukan pihak lawan terhadap kebijaksanaan yang akan dilakukan pihak penggalang.

A. Kultur Religius

Baca Juga: Pilkada Solo: Kaesang Pangarep Bikin Target Menangkan Calon yang Diusung PSI

Ini berdasarkan pada teologi tentang perubahan, bahwa “Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa tidak akan mengubah nasib suatu kaum jika bukan kaum itu yang mengubahnya.”  Masyarakat Jawa Tengah berkarakter religius, maka tidak semuanya akan menumpahkan kesalahan pada pemimpin tentang kondisi yang dialami.

Budaya Nrimo ing Pandum atau mensyukuri apa yang ada dan diterima setelah ikhtiar, menjadi ciri khas yang cukup melekat. Masyarakat Jawa Tengah menyadari, sebagai bagian dari pengamalan agama, ia akan berusaha maksimal sebagai subjek dan objek untuk mengubah nasib masyarakat miskin menjadi masyarakat yang sejahtera.

Hal demikian akan menjadi pendorong perubahan jika pemimpin, dalam hal ini GP, tidak menghindar apalagi ber-apologi, namun mengakui secara jujur dan optimis bisa meyakinkan rakyat untuk terus berikhtiar maksimal, memperbaiki keadaan di masa akhir jabatannya.

Baca Juga: Liga 1: Pertandingan Bali United Melawan Persib Bandung Dipindah ke Training Center Tanpa Penonton

Baca Juga: Isyana Sarasvati Akan Catat Sejarah Baru di Billboard Live Jepang Pada Oktober Mendatang

B. Kultur Gotong Royong dan Kerja Keras

Seorang pemimpin sejatinya harus mampu memberikan contoh/uswah kepada rakyat yang dipimpinnya. Figur dan sepak terjang yang berprinsip pada basis budaya kepemimpinan Jawa, yaitu: Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani, akan berdampak cukup signifikan.

Baca Juga: Di World Water Forum di Bali, Sandiaga Uno: Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Siapkan Indonesia Pavilion

Adapun sebagai contoh, merujuk pada situs Diskominfo Jateng, bahwa Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo optimistis tentang problem kemiskinan ekstrem di Jawa Tengah akan tuntas pada 2024.

Hal itu disampaikannya seusai melakukan rapat koordinasi percepatan pengentasan kemiskinan di Magelang, Kebumen, dan Purworejo, di Balaidesa Donorojo, Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Selasa (31 Januari 2023). Gubernur GP menyatakan bahwa:

Optimislah kalau saya melihat Kades (kepala desa) saja punya ghiroh (semangat) untuk memperbaiki data, verifikasi, validasi sampai kemudian dia (para kades)              memperbaiki. Itu yang bikin saya optimis”.  Semangat para kades tersebut,                  lanjutnya, perlu didukung oleh Camat masing-masing, dengan memberikan laporan tiap minggu, sebagai bahan analisis dan evaluasi. “Agar bisa melaksanakan itu,                         teman-teman Camat kita minta untuk jadi supervisor. Tiap minggu kita laporkan,              maka tiap minggu akan kita analisis, sehingga nanti kita akan terjun, ”Ya programnya    sekarang pendataan dan percepatan,” tegas gubernur berambut putih itu (situs         Diskominfo Jateng, 2023).

Baca Juga: Yang Tercecer Di Era Kemerdekaan (7): Wahidin dan Rel Kereta Api Kematian

Baca Juga: Spoiler Drakor The Escape of the Seven Episode 2, Apakah Gadis yang Meninggal Dalam Trailer Adalah Bang Da Mi

Gubernur bahkan berjanji akan menindaklanjuti ikhtiarnya dengan melibatkan kalangan akademis di kampus/perguruan tinggi negeri dan swasta di Jawa Tengah dan DIY. Contohnya, Universitas Gajah Mada, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Muhammadiyah dan Universitas Sebelas Maret.

Hal itu dilakukan dalam rangka target pengentasan kemiskinan habis di 2024. Masyarakat Jawa Tengah menunggu implementasi hal tersebut dalam segala aspek pembangunan, yang berujung pada berakhirnya kemiskinan dan harapan kesejahteraan serta keadilan sosial.

Baca Juga: Liga Conference Europa: Olympiakos Lolos ke Final Melawan Fiorentina

C. Budaya Politik

Almond dan Powell mendefinisikan budaya politik sebagai suatu konsep yang terdiri dari sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan keterampilan yang sedang berlaku bagi seluruh anggota masyarakat.

Termasuk di dalamnya pola kecenderungan khusus serta pola kebiasaan yang terdapat pada kelompok-kelompok masyarakat. Almond lebih lanjut menjelaskan bahwa istilah budaya politik mengacu pada orientasi politik, sikap dan peranan masyarakat dalam sebuah sistem politik.

Baca Juga: Liga Eropa: Bayer Leverkusen Lolos ke Final Melawan Atalanta

Baca Juga: Hasil BRI Liga 1: Persib Bandung Sukses Balaskan Dendam di Derby Pasundan Lawan Persikabo 1973

Dalam konteks peluang Ganjar Pranowo sebagai calon presiden maka budaya politik subjek memiliki relevansi di kultur pendukungnya. Ketokohan dan figur ketua umum PDIP Megawati, Presiden Joko Widodo dan Ganjar Pranowo sendiri, cukup kuat dalam masyarakat Jawa Tengah.

Mereka secara khusus, merepresentasikan trah/keturunan, keberlanjutan kepentingan politik (PNI bentukan Ir. Soekarno) yang masih tetap mendapatkan tempat terhormat di hati masyarakat Jawa. Hal tersebut terbukti pada masa awal pemerintahan GP, yang dengan dukungan PDIP dan partai pendukungnya mampu meraih kemenangan, bahkan menjabat hingga dua periode.

Baca Juga: Presiden FIFA Gianni Infantino Berpesan kepada Indonesia: Banggalah dengan Timnas

Walaupun demikian, budaya politik berbasis figur dan ketokohan/subjek saja tidak cukup, namun semestinya dilengkapi dengan budaya politik partisipatif, yang berbasis pada objektivitas dan rasionalitas. Berkenaan dengan hal tersebut GP dan para pendukung serta tim suksesnya harus mampu mengartikulasikan capaian GP selama memimpin Jawa Tengah.

Para pemilih milenial dan Zilenial cenderung rasional dan objektif di samping ideologis dalam menentukan pilihan politiknya. Mereka berbasis pada informasi (branding, profiling) yang berbasis platform media beragam.

Baca Juga: PECAH! Reality Club Sukses Getarkan Fandom Super Land di Bandung, Begini Keseruannya

Baca Juga: Sepak Bola Indonesia Gagal Tembus Olimpiade Paris

Ceruk pemilih pemula akan cukup signifikan jumlahnya dalam momentum pesta demokrasi 2024, maka sasaran berbagai kekuatan politik termasuk Pilpres akan fokus terhadap potensi suara pemilih pemula ini.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, maka peluang GP pada Pilpres 2024 akan dipengaruhi berbagai faktor, termasuk “berita kemiskinan di Jawa Tengah.” Oleh karena itu, penting memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Proaktif dengan cara merespon positif tantangan isu/fakta kemiskinan di Jawa Tengah sehingga menjadi peluang, untuk berbenah dan berintrospeksi diri serta melakukan aksi nyata, termasuk menggunakan pendekatan sosiokultural dalam mengatasi masalah tanpa tendensi.
  2. Memaksimalkan ikhtiar setelah di usung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan direkomendasikan Presiden incumbent, serta adanya partai (@PPP) koalisi-pendukung yang sudah merapat.
  3. Walaupun GP sudah di usung oleh partai dengan modal cukup signifikan dengan tiket 20 persen suara, yaitu PDIP, namun syaratnya harus menggandeng sosok yang tepat sebagai calon wakil presiden atau cawapres untuk mendulang suara pemilih. Cawapres dimaksud tentu memiliki rekam jejak yang positif secara elektabilitas, aksesibilitas, dan kapasitas.
  4. PDIP tentu mempertimbangkan pula pendukung dari unsur kepartaian yang ada di parlemen, termasuk partai baru yang hadir di kontestasi pemilu 2024. Oleh karena itu, lobi dan kerjasama berbasis ideologi dan program strategis akan dilakukan untuk memenangkan pertarungan di ajang Pilpres, 14 Februari 2024.
  5. Pencapaian berupa keberhasilan atau kekalahan tahapan pemilu Presiden akan berdampak pada Pilkada serentak 27 Nopember 2024. Oleh karena itu, kemiskinan di Jawa Tengah terus diikhtiarkan untuk tidak menjadi batu sandungan bagi peluang GP sebagai cawapres pada pemilihan Presiden 2024. Wallahu’alam bisyawab. ***

Berita Terkait