DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Entang Sastraatmadja: Kesenjangan dan Kegagalan Pembangunan

image
Ilustrasi kesenjangan dalam pembangunan.

ORBITINDONESIA - Poin ke 10 dari 17 tujuan yang telah dikomitmenkan para Kepala Negara di dunia dalam Sustainabel Development Goals (SDGs) adalah berkurangnya kesenjangan (Reduced inequalities).

Kesenjangan jangan sampai terus terjadi. Kebijakan yang perlu digarap mengurangi kesenjangan di dalam dan di antara negara-negara.

Di negara kita, kesenjangan bukanlah hasil yang diharapkan tercipta dalam melaksanakan pembangunan. Kalau pun kini terekam ada nya kesenjangan dalam kehidupan, hal itu tidak pernah tercantum dalam skenario perencanaan pembangunan yang dirumuskan.

Baca Juga: Jadwal Tayang Terbaru Teaser Transformers Rise of the Beasts, Saingan dengan Fast X dan Ant Man Quantumania

Pertumbuhan ekonomi yang kita kejar, tidak seharusnya melahirkan kesenjangan. Catatan kritis nya adalah mengapa kesenjangan masih terjadi ? Ada apa sebenarnya dengan strategi pembangunan yang kita rancang ?

Hal inilah yang penting kita jawab. Pembangunan yang semestinya mampu meraih kehidupan yang sejahtera, dalam kenyataannya malah melahirkan sebagian besar warga bangsa, yang kondisi kehidupannya tidak sejahtera.

Rakyat yang dapat hidup sejahteta, bukanlah hanya cita-cita negeri ini. Seluruh bangsa di dunia pun mendambakan agar suasana kehidupan masyarakatnya dapat sejahtera.

Semua bangsa sepakat, kesejahteraan rakyat merupakan idealisme pembangunan yang selama ini dilakoni. Bukan kesejahteraan yang cuma dinikmati segelintir warga bangsa saja.

Baca Juga: Komisi V DPR RI Soroti Ketidaksiapan Kemenhub Jalankan Zero ODOL

Sadar akan kondisi yang demikian, akhirnya para pemimpin negara di seluruh dunia sepakat untuk mencantumkan "berkurangnya kesenjangan" sebagai salah satu tujuan dari komitmen pembangunan yang berkelanjutan.

Mulai 2015 hingga 2030, seluruh warga dunia harus mampu menekan kesenjangan dan merubah nya menjadi kesetaraan.

Sampai sekarang Gini Rasio masih dianggap sebagai alat ukur yang cukup populer dan dapat dipertanggungjawabkan dalam menilai kesenjangan suatu bangsa.

Sebagaimana yang diketahui, koefisien Gini adalah ukuran yang dikembangkan oleh statistikus Italia, Corrado Gini, dan dipublikasikan pada tahun 1912 dalam karyanya, Variabilità e mutabilità.

Baca Juga: Gagal Ginjal Akut, Kemenkes Minta Warga Tidak Beli Obat Sendiri, Lebih Baik Ke Faskes

Koefisien ini biasanya digunakan untuk mengukur kesenjangan pendapatan dan kekayaan. Di seluruh dunia, koefisien bervariasi dari 0.25 hingga 0.70.

Semakin kecil angka koefesien Gini, maka kesenjangan antar masyarakat semakin menyempit, namun sebalik nya, semakin besar angka koefisien Gini, maka kesenjangan masyarakatnya semakin melebar.

Angka Gini Rasio di negara kita yang tercatat sekitar 0.4, menunjukan kesenjangan yang terjadi di negara kita terbilang tinggi dan belum sesuai dengan harapan yang direncanakan.

Artinya, jurang kehidupan antara mereka yang diuntungkan oleh ada nya pembangunan, dengan mereka yang dirugikan pembangunan, terlihat masih menganga lebar.

Baca Juga: Syaefudin Simon: Not Happy Family

Pembangunan yang telah kita lakoni lebih dari 77 tahun, rupa nya belum mampu meratakan hasil-hasil pembangunan yang ditempuhnya.

Pertumbuhan ekonomi yang kita kejar selama tiga orde Pemerintahan, ternyata baru mampu membuat sebagian kecil warga bangsa saja untuk dapat hidup sejahtera. Sisanya masih hidup nelangsa dan sengsara.

Teori "trickle down effect" (mengucur ke bawah) seperti nya masih belum dapat diwujudkan. Yang terjadi malah "trickle up effect" (muncrat ke atas).

Hasil pembangunan yang dikumpulkan dengan ada nya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, malah melahirkan perbedaan pendapatan yang cukup menyolok diantara berbagai golongan masyarakat.

Baca Juga: PROFIL LENGKAP Antonio Dedola, Pacar Nikita Mirzani, Nama Lengkap, Agama, Instagram, dan Pekerjaan

Dari gambaran seperti inilah dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, kita akan temukan ada segolongan kecil masyarakat yang pantas disebut selaku "penikmat pembangunan."

Namun di sisi lain, kita akan dapatkan pula sebagian besar warga bangsa, yang masih layak dikatakan sebagai "korban pembangunan". Kedua golongan ini hidup bersama diatas Tanah Merdeka ini.

Kesenjangan yang kita rasakan, bukanlah sebuah prestasi pembangunan yang patut untuk dibangga-banggakan. Justru, kita harus berani bicara dengan lantang dan membuat penegasan, kesenjangan adalah borok pembangunan.

Semua ini tercipta, karena kita keliru dalam melaksanakan konsep dan paradigma pembangunan yang dipilih selama ini.

Baca Juga: Wajib Tahu Plot Twist Spooks The Greate Good, Sebelum Nonton di Bioskop Trans TV Pukul 23.45 WIB

Dihadapkan pada keadaan yang semacam ini, tidak bisa tidak, kita harus serius untuk mengurangi angka kesenjangan. Sekaranglah saat yang tepat untuk mempersempit jurang kehidupan yang makin melebar antara penikmat pembangunan dengan korban pembangunan.

Kita dekatkan jurang tersebut, sehingga kesederajatan sesama anak bangsa akan dapat kita buktikam dalam kehidupan nyata di lapangan.

Upaya mengurangi kesenjangan, sebetul nya sudah sejak lama dijadikan program prioritas oleh Pemerintah. Banyak kebijakan dan program pembangunan yang dirancang untuk mengurangi kesenjangan.

Tidak sedikit anggaran yang dikucurkan untuk mewujudkan keinginan tersebut. Sayang, seabreg ihtiar yang ditempuh, seperti nya belum membuahkan hasil yang menggembirakan kita bersama.

Baca Juga: Sinopsis Spooks The Greater Good, Konspirasi Teroris Adem Qasim Terungkap Tayang di Bioskop Trans TV Malam Ini

Data Badan Pusat Statistik sendiri, masih menunjukan kesenjangan pendapatan antar berbagai golongan masyarakat masih terjadi. Inilah pekerjaan rumah kita bersama.

Kesenjangan perlu ditekan dan dikurangi. Gini Rasio penting diperjuangkan untuk semakin mengecil. Insha Allah kita mampu menggapainya.

(Oleh: Entang Sastratmadja, Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat). ***

Berita Terkait