DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

MK Tolak Gugatan Ambang Batas Pencalonan Presiden oleh DPD dan PBB

image
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta.

ORBITINDONESIA - Gugatan atau pengujian Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum berkait ambang batas pencalonan presiden yang diajukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Partai Bulan Bintang (PBB) ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).

"Permohonan Pemohon I tidak dapat diterima, dan menolak permohonan Pemohon II untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman ketika membacakan amar putusan perkara Nomor 52/PUU-XX/2022 yang disiarkan MK secara virtual di Jakarta, Kamis 7 Juli 2022.

Selain menolak, Ketua MK mengatakan bahwa Pemohon I (DPD RI) juga tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.

Baca Juga: Inilah Lirik Lagu Beatbox dari NCT Dream yang Puncaki Billboard

Pemohon II (PBB) yang diwakili oleh Yusril Ihza Mahendra memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, tetapi kata Anwar Usman, pokok permohonan Pemohon II tidak beralasan menurut hukum.

Dalam perkara tersebut, pemohon mengajukan pengujian norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Bunyi pasal tersebut ialah pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang penuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR, atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Pada bagian pertimbangan hukum yang dibacakan oleh hakim Manahan M.P. Sitompul, Pemohon I yang terdiri atas Ketua DPD RI AA Lanyalla Mahmud Mattalitti, Nono Sampono, Mahyudin, dan Sultan Baktiar Najamudin masing-masing sebagai Wakil Ketua DPD RI mempersoalkan berlakunya Pasal 222.

Baca Juga: Inilah Manfaat Donor Darah Bagi Kesehatan Tubuh

Pemohon menilai pasal tersebut telah menderogasi dan menghalangi hak serta kewajiban Pemohon I untuk memajukan dan memperjuangkan kesetaraan putra dan putri daerah dalam mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden.

Selain itu, adanya ketentuan ambang batas tersebut hanya memberikan akses khusus kepada elite politik yang memiliki kekuatan tanpa menimbang dengan matang kualitas dan kapabilitas serta keahlian setiap individu.

Padahal, begitu banyak putra dan putri yang mampu serta layak menjadi calon presiden dan calon wakil presiden. Oleh karena itu, berlakunya Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 telah merugikan hak konstitusional Pemohon I.

Menurut Pemohon II, sebagai partai politik peserta pemilu yang meraih suara sebanyak 1.099.849 atau setara 0,79 persen, seharusnya memiliki hak konstitusi mengusung calon presiden dan calon wakil presiden. Hal itu sebagaimana ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. ***

Berita Terkait