DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Esthi Susanti H: Simpati dan Empatiku Pada Bahai

image
Suasana saat Masyarakat Bahai Indonesia mengadakan konferensi

ORBITINDONESIA.COM - Perjalanan Bahai di Indonesia telah berjalan panjang di Indonesia. Tercatat oleh google mulai tahun 1878.

Sebuah perjalanan yang tidak mudah karena di Indonesiapun juga alami persekusi, diskriminasi dan kekerasan. Di tahun 1962 agama Bahai ini dilarang oleh Bung Karno dengan larangan terhadap banyak praktek sosial lainnya.

Tahun 2000 Bahai diizinkan kembali beribadah oleh jasa Gus Dur dan Djohan Effendi. Ijin yang tertuang dalam Keputusan Presiden nomer 69 tahun 2000.

Baca Juga: China Bantah Telah Terapkan Zona Larangan Terbang Dekat Taiwan

Lalu tahun 2014 setelah melalui penelitian oleh balitbang kementerian agama maka dinyatakan bahwa agama Bahai bukan agama sesat.

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan menteri dalam negeri Gamawan Fauzi tentang sesat atau tidak agama ini. Menteri agama-Lukman Hakim Saifuddin menjawab pertanyaan ini bahwa Bahai bukan agama sesat berdasarkan hasil riset.

Sayang izin berpraktek agama Bahai belum diiringi oleh pelayanan sipil di bidang kependudukan sampai sekarang. Akibatnya ada suasana "horor" di pengikutnya.

Akibat masalah yang dihadapi itulah maka simpatiku tertuju. Kemudian aku menjadi berempati dengan adanya kesempatan mempelajari langsung dari pengikutnya.

Baca Juga: Update Kekuatan Gempa di Tuban Jadi Magnitudo 6,9 BMKG Sebut Ada Gempa Susulan

Banyak buku yang diterbitkan telah aku baca. Telah ikuti salah satu dari 9 perayaan keagamaan yang ada. Kali ini aku ikuti pelajaran tentang roh.

Ada perjumpaan yang serius ketika membaca buku "Tujuh Lembah". Buku ini aku jadikan alat refleksi terhadap perjalanan spiritual.

Refleksi ini memberi bantuan pengarahan. Aku terbiasa berpikir prosesual dengan kerangka pikir psikologi perkembangan yang mengenal fase-fase tumbuh kembang.

Pemahamanku meningkat lagi ketika diajak mempelajari tentang roh. Aku semakin memahami paradigma berpikir agama ini. Paradigma yang menarik karena titik tolaknya dari spiritual sebagai hal ideal yang harus dicapai. Agama ini memberi tuntunan operasional seperti di bidang perkawinan.

Baca Juga: PENAK TENAN! Warga Jawa Tengah yang Merantau di Sumatra Mudik Gratis Bersama Ganjar Pranowo

Ketika mempelajari dunia roh ini dalam dialog, ada percakapan serius sekaligus tawa. Aku banyak tertawa karena diri serasa ditelanjangi oleh hal ideal yang dituntut.

Kesempatan bertemu ajaran Bahai dari sumber primer, memungkinkanku bisa bangun pengetahuan tentangnya di Indonesia.

Moga-moga ada buku yang aku tulis tentang agama ini dalam konteks spiritual, psikologi dan sosiologi. Dengan cara ini juga maka akan berinteraksi dengan menggunakan diksi yang nyambung dan sampai ke hati masing-masing. Dialog antar iman terjadi karena ada kesalingan. ***

(Oleh: Esthi Susanti H.)

Berita Terkait