DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Satrio Arismunandar: Xi Jinping Layak Hadiah Nobel Jika Sukses Damaikan Rusia dan Ukraina

image
Xi Jinping, Presiden China coba damaikan Rusia dan Ukraina (Twitter @upholdreality)

ORBITINDONESIA.COM - Presiden China Xi Jinping layak mendapat hadiah Nobel Perdamaian jika ia berhasil mendamaikan Rusia dan Ukraina yang sedang berperang saat ini. Hal itu karena mendamaikan Rusia dan Ukraina jauh lebih rumit dan sulit dari mendamaikan Arab Saudi dan Iran.

Hal itu dikatakan pengamat Dr Satrio Arismunandar di Jakarta, Jumat, 28 April 2023. Satrio mengomentari manuver diplomatik China baru-baru ini, yang mencoba menengahi konflik Rusia vs Ukraina.

Sesudah sukses mendamaikan dua seteru di Timur Tengah --Arab Saudi dan Iran-- China melakukan manuver berani dengan mencoba mendamaikan Rusia dan Ukraina.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Baca Juga: Jadwal Pertandingan Liga Inggris Pekan ke 34: Perebutan Gelar Juara Musim 2022-2023 Kian Panas

Presiden Xi Jinping telah berbicara hampir 1 jam dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy via telepon pada Rabu, 26 April 2023. Xi mengatakan, China tak akan menyulut konflik lebih besar terkait perang yang masih berkecamuk antara Rusia dan Ukraina.

Kata Xi Jinping, China tak akan memanfaatkan krisis itu menjadi keuntungan. China selalu berpihak pada perdamaian dan mendorong pembicaraan damai.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Menurut Satrio, ada pertanda baik bahwa baik Ukraina maupun Rusia tidak serta merta menolak inisiatif diplomatik China.

“Fakta bahwa Zelenskyy bersedia bicara selama satu jam dengan Xi Jinping mengisyaratkan, Ukraina berharap banyak dari langkah China ini. Padahal selama ini, China dianggap sebagai sekutu dekat Rusia di kawasan,” ujar Satrio.

Baca Juga: Indonesia dan 18 Negara Lain Akan Gabung ke BRICS, Apa Implikasi Strategisnya

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

“Di sisi lain, Rusia juga tidak menolak langkah Xi Jinping, walaupun juga tidak buru-buru bilang mendukung,” sambung Satrio, yang lulusan Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional UI.

Masalahnya, kata Satrio, kasus Rusia-Ukraina lebih rumit karena ada keterlibatan NATO dan AS. Padahal hubungan China kurang baik dengan AS. “Apakah mungkin Ukraina membuat kesepakatan damai, tanpa lampu hijau dari AS dan NATO?” tanya Satrio.       

Berbeda dengan konflik Saudi-Iran, ada wilayah Ukraina yang saat ini sudah dikuasai militer Rusia. “Bagi Ukraina, tidak mungkin berdamai jika sebagian wilayahnya masih dikuasai Rusia. Tetapi apakah Rusia bisa dibujuk untuk mundur?” ulas Satrio.

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Baca Juga: Di Saat Elektabilitas Ganjar Melesat, Prabowo dan Anies Melorot

“Jika Rusia diminta mundur dan mengembalikan wilayah yang sudah dikuasai itu ke Ukraina, ini akan dianggap sebagai kekalahan besar bagi Presiden Vladimir Putin. Putin tak akan mau menerima hal itu,” ungkap Satrio.

Menurut prediksi Satrio, karena konsesi-konsesi yang harus diberikan sangat besar dan berisiko tinggi, dan melibatkan banyak aktor kuat seperti AS dan NATO, proses perdamaian Rusia dan Ukraina tampaknya tidak akan mudah tercapai. ***

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Silakan simak berita lain ORBITINDONESIA.COM di Google News.

 

Berita Terkait