DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Perlunya Restrukturisasi dan Audit Forensik, Keanehan Kasus Waskita

image
Direktur Utama PT Waskita Karya, Destiawan Soewardjono usai ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi oleh Kejaksaan Agung. Perlu restrukturisasi dan audit forensik.

ORBITINDONESIA.COM - Sebenarnya program restrukturisasi bagian dari salah satu program recovery perusahaan karena sakit. Sakit bisa karena macam macam. Yang kelihatan cash flow terganggu. Utang tidak terbayar.

Nah kalau ini terjadi maka pemegang saham pengendali harus cepat bertindak, agar tidak sampai stroke perusahaan. Caranya. Pertama tama, sebelum restrukturisasi adalah dilakukan audit forensik.

Apa itu audit forensik? Nah, sebelum restrukturisasi, dilakukan audit untuk mencocokan data dan fakta. Umumnya kan perusahaan itu sistem akuntasinya berpatokan kepada dokumen. Tanpa melihat fakta. Contoh pembelian alat. Yang dilihat itu kontrak pembelian alat. Persetujuan dari setiap lini manajemen yang terlibat.

Baca Juga: Fluktuasi Tingkat Kepuasan Terhadap Kinerja Presiden Jokowi, April 2022 Hingga April 2023

Kalau semua lengkap, maka pengeluaran beli alat itu dianggap valid. Audit forensik beda. Yang dilihat bukan hanya dokumen pendukung tapi juga fakta. Mana alatnya? oh ada.

Benarkah spec nya? minta konsultan ahli menilai spec itu, apakah cocok untuk kebutuhan. Kira kira begitu audit forensik. Jadi sama dengan fakta hukum depan pengadilan.

Setelah audit forensik dilakukan, maka akan diketahui penyakit perusahaan. Kalau karena mismanajemen, maka direksi dan komisaris ganti semua. Lakukan reorganisasi secara luas. Kalau karena kurang modal, ya pemegang saham harus bailout utang itu agar struktur neraca keuangan jadi sehat.

Kalau karena kompetisi, ya lakukan merger atau akuisisi perusahaan pesaing agar terjadi kolaborasi. Kalau karena sarat utang yang berat, ya restruktur utang lewat pejadwalan pembayaran utang dan keringanan suku bunga.

Baca Juga: Selama Idul Fitri, KPK Terima Ratusan Laporan Gratifikasi, Nilainya Capai Rp 240 Juta!

Nah, dalam kasus Waskita, saya sendiri bingung. Ilmu manajemen apa yang mereka jadikan referensi. Karena tahun 2022 mereka lakukan restrukturisasi utang.

Ada dua putaran. Satu putaran restruktur utang bank dan satu lagi utang obligasi. Kenapa baru tahu ada perbedaan data akuntasi SCF dengan fakta. Sehingga terindikasi fraud?

Jumlahnya enggak tanggung tanggung. Yaitu Rp. 2,8 triliun. Anehnya lagi, dirut yang terlibat adalah dirut yang sudah melewati proses pra restruktur oleh pemegang saham (Meneg BUMN). Artinya, memang tidak ada audit forensik.

Artinya ini bukan kejahatan biasa. Tapi udah kejahatan sistematis. Saya enggak yakin kerugian negara hanya Rp. 2,8 triliun (temuan BPKP). Bisa saja lebih.

Baca Juga: JOKE: Kisah Empat Bapak yang Menunggu Kelahiran Anaknya dan Ternyata Kembar Semua

Sebagai catatan utang Waskita Rp. 82 triliun. Udah default. Apakah Meneg BUMN pernah melakukan audit forensik? Kalau enggak, ya fraud itu dilakukan dengan sepengetahuan Kantor Meneg BUMN dan dewan komisaris.

Apalagi jumlah transaksinya masif. Saya berharap, kalau Jaksa Agung tangkap Dirut Waskita, ayolah KPK mulai sidik pejabat meneg BUMN dan komisaris.

(Oleh: EJB) ***

Berita Terkait