DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Perubahan Permen ESDM No 26 Tahun 2021 untuk Mendorong Capaian Energi Baru Terbarukan di Indonesia

image
Ilustrasi proyek PLTB Tanah Laut, salah satu bentuk EBT atau Energi Baru Terbarukan.

ORBITINDONESIA.COM - Pemerintah Indonesia optimistis dapat mencapai target bauran energi nasional dari EBT atau Energi Baru Terbarukan sebesar 23 persen pada 2025.

Pengembangan EBT pada dasarnya mengacu kepada Perpres 112/2022 yang mengatur penyusunan rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL), penyusunan peta jalan (roadmap).

Juga, pengembangan EBT mengacu percepatan pengakhiran masa operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), pelaksanaan pembelian tenaga listrik, serta dukungan pemerintah dalam upaya percepatan pengembangan energi terbarukan.

Baca Juga: Auto Glowing, Ikuti Tips Cara Menghindari Kulit Kering ketika Musim Kemarau Tiba Lengkap dengan Penjelasannya

Untuk mengejar target bauran energi nasional, pemerintah telah melakukan langkah-langkah strategis seperti menambah kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Mikro Hidro menjadi 2,846 MW pada tahun 2025.

Lalu, kapasitas terpasang Biomasa 180 MW pada tahun 2020, kapasitas terpasang angin (PLT Bayu) sebesar 0,97 GW pada tahun 2025, surya 0,87 GW pada tahun 2024, dan nuklir 4,2 GW pada tahun 2024.

Total investasi yang diserap pengembangan EBT sampai tahun 2025 diproyeksikan sebesar 13,197 juta USD.

Tak hanya itu, pemerintah juga melakukan penerapan kuota pengembangan pembangkit listrik tenaga surya atas atau PLTS Atap. Meski demikian bauran energi nasional masih berkisar pada angka 11 persen, masih jauh dari target capaian 23 persen di tahun 2025.

Baca Juga: Relawan Ganjar Pranowo Menyapa Paris Prancis

Belakangan, pemerintah juga merevisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum, yang saat ini sudah memasuki tahap harmonisasi.

Saat ini, substansinya sudah selesai dibahas oleh Kementerian ESDM bersama PLN.

Diantara substansi utama revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap, perubahannya sebagai berikut :

Baca Juga: Hampir Separuh Jemaah Haji Indonesia Lansia, Kemenkes Wanti Wanti Demensia, Apa Itu

(1) Kapasitas PLTS Atap yang sebelumnya dibatasi 100% daya langganan kedepannya tidak diberikan batasan sepanjang mengikuti kuota pengembangan PLTS Atap.

(2) Nilai kelebihan energi listrik dari sistem PLTS Atap Pelanggan ke Jaringan Pemegang IUPTLU ke depannya tidak diperhitungkan.

(3) Permohonan menjadi Pelanggan PLTS Atap ke depannya dilakukan pada periode yang lebih teratur yakni bulan Januari dan Juli.

(4) Biaya kapasitas yang sebelumnya dikenakan kepada pelanggan industri kedepannya tidak akan dikenakan kepada seluruh kategori pelanggan.

(5) Kepada Pelanggan PLTS Atap eksisting masih tetap diberlakukan ketentuan peraturan sebelumnya dengan jangka waktu selama sampai dengan 10 tahun sejak PLTS Atap beroperasi.

Baca Juga: Bocoran Sinopsis Drama Korea The Good Bad Mother Episode 13, Kang Ho dan Mi Joo bertemu dengan Oh Ha Young

Dari sisi industri, revisi dari Permen ESDM tentang PLTS Atap tersebut berpotensi meningkatkan harga investasi di atas kemampuan membayar pelanggan, dan menyebabkan pemasangan PLTS Atap skala kecil menjadi tidak layak secara ekonomis.

Penerapan kuota kapasitas juga bisa menjadi hambatan untuk percepatan penambahan PLTS Atap jika tidak dikelola secara transparan dan diikuti dengan rencana perluasan jaringan dan kapasitas gardu oleh pemilik IUPTLU.

Selain itu, mengenai kelebihan listrik dari PLTS Atap yang ditransfer ke jaringan PLN tidak diperhitungkan sebagai pengurangan tagihan listrik, hal itu akan mempengaruhi keekonomian PLTS Atap.

Untuk itu diperlukan masukan-masukan dari berbagai pihak dalam penyusunan revisi Permen ESDM tentang PLTS Atap tersebut, salah satunya dari pihak industri. Di mana, sektor industri merupakan konsumen energi final terbesar kedua setelah sektor transportasi, yakni 264 juta SBM (setara barel minyak) atau 31 persen dari total konsumsi energi nasional. ***

 

Berita Terkait