DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Satrio Arismunandar: Pemilihan Presiden 2016 dan 2020 di AS Diwarnai Disinformasi, Hoaks dan Ujaran Kebencian

image
Satrio Arismunandar tentang disinformasi, hoaks dan narasi kebencian di pilpres 2016 dan 2020 di AS.

ORBITINDONESIA.COM –  Seperti pemilihan presiden di Indonesia pada 2014 dan 2019, pilpres 2016 dan 2020 di Amerika Serikat diwarnai banyak kasus disinformasi, hoaks, dan ujaran kebencian di berbagai platform digital. Hal itu dikatakan doktor filsafat dari Universitas Indonesia, Satrio Arismunandar.

Satrio Arismunandar mengomentari dan memperkaya diskusi tentang Ruang Digital Indonesia Menuju Pemilu 2024. Webinar di Jakarta, Kamis malam, 22 Juni 2023 itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA.

Diskusi yang dikomentari Satrio Arismunandar itu menghadirkan pembicara Damar Juniarto, Direktur Eksekutif SAFEnet. Diskusi itu dipandu oleh Anick HT dan Swary Utami Dewi.

Baca Juga: Bursa Transfer Liga 1: Resmi, Rizky Pellu CLBK dengan PSM Makassar

Baca Juga: Ini Dia Destinasi Wisata di Bandung yang Cocok untuk Healing Bareng Keluarga di Hari Liburan Idul Adha

Satrio Arismunandar menyatakan, pada Pilpres 2020 di AS, ada klaim kecurangan pemilu. Setelah pemilu, muncul klaim tak berdasar tentang penipuan pemilih, yang tersebar luas di seluruh platform media sosial.

Ini terutama dilakukan oleh pendukung mantan Presiden Donald Trump. “Klaim-klaim ini berusaha merusak legitimasi hasil pemilu, dan sudah dibantah secara luas oleh petugas pemilu dan pemeriksa fakta,” jelas Satrio.

Baca Juga: Ingin Berkebun Tapi Halaman Sempit, Ini Tips Budidaya Kangkung dengan Sistem Hidroponik

Selain itu, ada deepfake dan konten yang dimanipulasi. Penggunaan media yang dimanipulasi, seperti deepfake, mendapat perhatian selama pemilu 2020 di AS.

Baca Juga: Kapal Selam Wisata Titanic yang Hilang Akan Kehabisan Oksigen Hari Ini, Suara Bising Sempat Terdeteksi

Deepfake adalah video yang sangat realistis, yang menggunakan kecerdasan buatan untuk menggambarkan seseorang mengatakan atau melakukan hal-hal, yang sebenarnya tidak pernah mereka lakukan.

Baca Juga: Kemenkumham DKI Gelar Diseminasi Penjaringan Calon Pemberi Bantuan Hukum, Ibnu Chuldun: Semangat Mengabdi

“Meski tidak tersebar luas, potensi deepfake untuk menipu dan memanipulasi opini publik menimbulkan kekhawatiran,” ujar Satrio.

Selain itu, ada kekhawatiran tentang operasi pengaruh asing yang menargetkan pemilu AS 2020. “Rusia, Iran, dan China diidentifikasi sebagai aktor, yang berusaha menyebarkan disinformasi dan memengaruhi opini publik melalui media sosial dan platform online lainnya,” jelas Satrio.

Baca Juga: Dijamin Nagih! Restoran Jakarta dengan Menu Daging Kambing Cocok di Nikmati pada Hari Raya Idul Adha

Baca Juga: Piala AFF U19: Kalahkan Filipina 5-1, Peluang Indonesia ke Semifinal Tetap Terbuka

Satrio menambahkan, berbagai upaya telah dilakukan oleh platform media sosial, organisasi pemeriksa fakta, dan petugas pemilu di AS untuk melawan disinformasi, hoaks, dan ujaran kebencian selama pemilu 2020.

Platform juga menerapkan kebijakan yang lebih ketat, label pemeriksaan fakta, dan kampanye informasi, untuk memberikan informasi yang akurat kepada pemilih dan memerangi penyebaran narasi palsu.***

Silakan simak berita dan informasi menarik lain dari ORBITINDONESIA.COM di Google News.

Berita Terkait