DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Memberi Selamat Itu Sama Dengan Sepakat

image
Dua penyerang AS Roma, Paulo Dybala dan Tammy Abraham saling memberi selamat saat Roma menaklukkan Empoli 1-2, pada pekkan ke-6 Serie A 2022/2023. (ESPN)

ORBITINDONESIA.COM - Budaya memberi selamat atas kelahiran, ulang tahun, masuk sekolah, lulus sekolah, dapat kerja, naik jabatan, pensiun, menikah dan lain sebagainya itu budaya yang baik. Budaya bersukacita atas kebaikan yang diperoleh orang lain. Apa benar demikian?

Seringkali kita hanya nimbrung meramaikan dengan mengucapkan selamat, kadang bahkan tidak tahu apa yang diselamati, apa benar ulang tahunnya hari itu, apa benar sudah lulus, apa benar, apa benar, apa benar.

Lucu kadang melihatnya, sudah ramai diselamati, yang diselamati tampil dengan klarifikasi bahwa selamat itu tidak pada waktu yang tepat, atau hal yang diselamati itu tidak atau belum terjadi.

Baca Juga: Sri Hadiningsih: Generasi Z Melawan Kepalsuan, Tak Mau Pilih Penculik

Ada didikan dalam pemberian selamat, ada hal penting yang sering kita lupakan. Selamat adalah bersukacita atas tercapainya sesuatu hal, berbahagia karena tercapainya hal tersebut.

Kita sering lupa, melihat apakah layak kita memberi selamat? Apakah layak kita bersukacita atas tercapainya hal tersebut?

Kebanyakan memilih diam ketika sadar bahwa 'Selamat' tidak layak diberikan, tidak ada yang mengatakan 'Tidak Selamat' atau secara frontal menegaskan bahwa pencapaian yang terjadi bukan suatu pencapaian, atau tidak layak disebut pencapaian, atau pernyataan lain.

Tidak terlalu penting sebenarnya, tapi mungkin ada baiknya memulai budaya baru untuk mengucapkan 'Tidak Selamat' sebagai bentuk pernyataan pertidaksetujuan atau penegasan bahwa apa yang dicapai dianggap tidak baik, atau... dicapai dengan cara yang tidak baik.

Baca Juga: Sopir Truk Kontainer Terobos Perlintasan Kereta Api di Jember Terancam Pidana, Ini Pasal yang Digunakan KAI

Saya pribadi seperti orang kebanyakan, memilih diam dan tidak mengucapkan 'Selamat' ataupun 'Tidak Selamat.'

saya cenderung mengucapkan 'Selamat' dengan sepenuh dan setulus hati, atau diam ketika melihat bahwa apa yang 'Diselamati' itu sebenarnya tidak layak atau harus ditegaskan sebagai 'Tidak Selamat.'

Saya merasa, memberi selamat pada yang tidak layak diselamati itu sama saja dengan mengamini, mengakui, mendukung, sesuatu yang tidak baik yang terjadi.

Tapi, pun dengan kebiasaan yang dipakai kebanyakan orang untuk tidak memberi selamat atas hal yang dirasa tidak layak diselamati, penerima ucapan selamat bisa melihat dan memastikan persetujuan atas kelayakan dari hal yang terjadi. Cukup untuk bercermin, kecuali cermin di rumah sudah pecah semua.

(Oleh: Roger Paulus Silalahi) ***

Berita Terkait