DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Hilangnya Penciuman atau Anosmia Bisa Jadi Gejala Penyakit Parkinson

image
Ilustrasi penderita Penyakit Parkinson dan gejala hilangnya penciuman atau Anosmia.

ORBITINDONESIA.COM - Hilangnya penciuman, atau anosmia, adalah gejala non-motorik yang umum pada penyakit Parkinson (PD). Hal ini dapat terjadi bertahun-tahun sebelum gejala motorik berkembang dan diperkirakan disebabkan oleh degenerasi sel saraf pada sistem penciuman.

Penelitian telah menunjukkan bahwa hilangnya penciuman mungkin merupakan penanda awal yang berguna untuk penyakit Parkinson dan berhubungan dengan gejala motorik yang lebih parah serta penurunan kognitif yang lebih besar.

Meskipun saat ini tidak ada obat untuk anosmia pada penyakit Parkinson, penelitian telah mengeksplorasi potensi penggunaan pelatihan penciuman dan perawatan lain untuk membantu mengelola gejala ini.

Baca Juga: Bursa Transfer Liga 1: Resmi, Rizky Pellu CLBK dengan PSM Makassar

Baca Juga: KTT ASEAN Sudah Berakhir, Polisi Hentikan Rekayasa Lalu Lintas Kawasan Jakarta

Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tes penciuman dapat membantu dokter mendiagnosis penyakit Parkinson dan memantau perkembangan penyakit.

Gejala lain adalah menyangkut masalah usus. Tentu saja, masalah usus tidak hanya terjadi pada penyakit Parkinson.

Baca Juga: Ingin Berkebun Tapi Halaman Sempit, Ini Tips Budidaya Kangkung dengan Sistem Hidroponik

Namun, ini adalah masalah yang kurang diketahui yang mungkin dialami oleh orang yang menderita penyakit ini.

Studi ini membahas potensi hubungan antara usus dan otak pada penyakit Parkinson, dan mengeksplorasi kemungkinan penggunaan terapi berbasis makanan untuk memperbaiki gejala.

Baca Juga: Mengenal Keraton Kasepuhan Cirebon, Salah Satu Pusat Kebudayaan dan Keagamaan Tertua di Indonesia

Baca Juga: Kemenkumham DKI Gelar Diseminasi Penjaringan Calon Pemberi Bantuan Hukum, Ibnu Chuldun: Semangat Mengabdi

Laporan ini menyoroti peran mikrobioma usus dalam perkembangan dan perkembangan penyakit Parkinson, dan mengkaji dampak berbagai faktor makanan terhadap mikrobioma dan bagaimana pengaruhnya terhadap penyakit.

Teks tersebut menunjukkan bahwa pemahaman yang lebih baik tentang hubungan antara usus dan otak, dan penggunaan terapi berbasis makanan, mungkin menawarkan pendekatan yang menjanjikan untuk menangani penyakit Parkinson.***

 

Berita Terkait