DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Satrio Arismunandar: Media Berperan Penting Dalam Melawan Narasi Kebencian dan Mendorong Toleransi

image
Satrio Arismunandar tentang peran media dalam melawan narasi kebencian.

ORBITINDONESIA.COM - Media berperan penting dalam melawan narasi kebencian dan mendorong toleransi, keberagaman, dan kohesi sosial. Hal itu dikatakan Sekjen SATUPENA, Dr. Satrio Arismunandar.

Satrio Arismunandar mengomentari diskusi bertema Media dan Narasi Kebencian di Tahun Politik. Diskusi di Jakarta, Kamis malam, 14 September 2023 itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA.

Diskusi tentang Media dan Narasi Kebencian yang dikomentari Satrio Arismunandar itu menghadirkan pembicara Alex Junaidi, Direktur Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK). Diskusi itu dipandu oleh Anick HT.

Baca Juga: Kabar Terbaru, Kim Hieora Akui Lakukan Pemerasan Tapi Tidak Terlibat Kasus Bully Seperti Diberitakan Dispatch

Menurut Satrio, narasi kebencian bisa berbahaya karena dapat memicu diskriminasi, intoleransi, dan bahkan kekerasan terhadap kelompok atau individu yang menjadi sasaran.

Ada beberapa cara media dapat berkontribusi pada upaya penting melawan narasi kebencian. Pertama, kata Satrio, adalah pemberitaan yang bertanggung jawab.

Media harus melaporkan insiden kebencian dan ujaran kebencian secara bertanggung jawab, akurat, dan tanpa menimbulkan sensasi. “Menghindari sensasionalisme dapat mencegah penyebaran narasi kebencian dan meminimalkan dampaknya,” ujar Satrio.

Kedua, keterwakilan yang beragam. Media harus berusaha untuk secara akurat mewakili keberagaman masyarakat dalam liputannya.

Baca Juga: Sinopsis Film Enter The Fat Dragon: Aksi Kocak Donnie Yen Dalam Dunia Komedi

“Hal ini termasuk memastikan bahwa suara dan perspektif minoritas disertakan dan tidak dipinggirkan atau disalahartikan,” lanjut Satrio, yang mantan Sekjen AJI (Aliansi Jurnalis Independen) 1995-1997.

Ketiga, pemrograman pendidikan. Yakni, media dapat membuat program pendidikan, dokumenter, dan segmen berita, yang mengeksplorasi akar penyebab kebencian dan intoleransi, serta konsekuensi dari tindakan berbasis kebencian.

“Program-program ini dapat membantu masyarakat memahami dampak buruk, yang ditimbulkan oleh narasi kebencian,” jelas Satrio.

Keempat, mempromosikan inklusivitas. Media dapat secara aktif mempromosikan inklusivitas dan toleransi melalui konten mereka. “Hal ini termasuk menampilkan kisah-kisah positif tentang individu dan komunitas yang meningkatkan pemahaman dan empati,” tambah Satrio.

Baca Juga: SMRC: Anies-Muhaimin Iskandar 16,5 Persen, Prabowo-Erick 31,7 Persen, dan Ganjar-Ridwan Kamil 35,4 Persen

Kelima, pengecekan fakta dan pembongkaran. Media dapat memainkan peran penting dalam pengecekan fakta dan menghilangkan prasangka informasi palsu atau menyesatkan, yang berkontribusi terhadap narasi kebencian.

“Hal ini membantu mencegah penyebaran informasi salah yang dapat memicu kebencian,” tambah Satrio, yang pernah jadi dosen Ilmu Komunikasi di FISIP UI.

“Dewan redaksi dan penulis opini juga dapat mengambil sikap melawan narasi kebencian, dengan menerbitkan artikel yang mengutuk ujaran kebencian dan mempromosikan budaya inklusivitas,” tutur Satrio. ***

 

Berita Terkait