DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Menparekraf: Okupansi Hotel di Bromo Turun Drastis Dampak Kebakaran

image
Menparekraf: Okupansi Hotel di Bromo Turun Drastis Dampak Kebakaran

ORBITINDONESIA.COM- Kebakaran yang terjadi di kawasan hutan Gunung Bromo, Jawa Timur berakibat fatal untuk sektor pariwisata. Salah satunya, okupansi atau keterisian hunian atau okupansi hotel di kawasan tersebut turun drastis.

Tidak tanggung-tanggung, penurunan tingkat okupansi hotel terjadi hingga 80 persen. Berdasarkan kajian tersebut, ia meminta seluruh pengelola taman nasional melakukan kajian, sehingga aspek keselamatan pengunjung lebih diperhatikan.

Dampak turunnya okupansi hotel di kawasan Bromo ini disampaikan Menparekraf Sandiaga Uno, usai menghadiri kegiatan KaTa Kreatif di Kabupaten Karanganyar, Kamis 14 September 2023.

Baca Juga: Robert Yeung: Bruce Lee Hanya Jadikan Wing Chun untuk Batu Loncatan

Dia mengatakan dampak penurunan tingkat okupansi yang terjadi atas kebakaran tersebut tidak hanya berdampak pada lingkungan tetapi juga pada pariwisatanya.

"Apa yang terjadi di Bromo sangat kita sayangkan, prihatin, karena dampaknya sangat besar. Hotel-hotel di Bromo sekarang tingkat okupansinya di bawah 50 persen karena (dampak) kebakaran hutan," kata Menparekraf Sandiaga, dikutip Sabtu 16 September 2023.

Dengan demikian, akan tercapai sektor pariwisata yang berkelanjutan. Ia juga berharap pihak yang menyebabkan terjadinya kebakaran tersebut diberikan sanksi hukum agar ada efek jera kedepannya.

Baca Juga: Misteri Penemuan Empat Mayat Tanpa Kepala di Lampung, Ini Kata Kriminolog UI

“Sudah diproses hukum dan ada pembelajaran, pembinaan. Kalau ada pengulangan harus ada efek jera. Jadi hukum harus mampu memberikan rasa keadilan karena banyak masyarakat yang terdampak jadi kehilangan lapangan pekerjaan pendapatan akibat ulah dan kecerobohan pelaku,” ujar Sandiaga.

Selain itu, menurut dia, juga perlu dilakukan evaluasi menyeluruh agar wisata berbasis alam agar mengacu CHSE (kebersihan, kesehatan, keamanan dan kelestarian lingkungan).

Sementara itu, terkait dengan target pergerakan wisatawan pada tahun 2023 ini diharapkan bisa mencapai 1,2-1,4 miliar pergerakan. Angka ini mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun 2022 yakni Rp700 juta pergerakan wisatawan.

Baca Juga: Rakyat Sudah Cerdas, Betulkah Cukup Dua Paslon Pilpres

“Akhir Juni lalu masih di kisaran 400-500 juta pergerakan. Harapannya ada dorongan di libur Natal dan Tahun Baru agar mencapai target,” katanya.

Di sisi lain, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus berupaya memulihkan ekosistem tumbuh dan satwa yang rusak akibat insiden kebakaran hutan kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Satyawan Pudyatmoko mengatakan, kegiatan pemulihan ekosistem dapat dilakukan melalui mekanisme alam, rehabilitasi, atau restorasi.

“Bentuk pemulihan ditentukan dengan hasil kajian terhadap beberapa komponen, di antaranya kondisi awal hutan, status keanekaragaman hayati, struktur vegetasi, kondisi klimatologi, ketersediaan pohon induk, wilayah jelajah satwa liar serta potensi gangguan terhadap hutan,” ujarnya.

Satyawan mengungkapkan areal yang terbakar di kawasan TNBTS didominasi oleh ekosistem savana dengan berbagai jenis rerumputan dan terdapat pohon yang tersebar tidak merata.

KLHK melakukan pemulihan melalui mekanisme alam dengan meningkatkan kegiatan patroli pengamanan kawasan serta pemantauan titik api.

Adapun untuk wilayah-wilayah tertentu dengan dominasi pohon dilakukan rehabilitasi berupa penanaman pohon dengan jenis asli TNBTS, yaitu cemara, kesek, dan putihan.

“Rancangan kegiatan pemulihan ekosistem segera dimulai, sehingga pelaksanaan kegiatan pemulihan ekosistem di lapangan bisa segera dilakukan,” kata Satyawan.

Lebih lanjut dia menyampaikan, waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan suatu ekosistem tergantung pada bentuk ekosistem awal.

Semakin tinggi indeks keanekaragaman hayati, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan ekosistem.

Apabila membandingkan ekosistem savana dengan ekosistem hutan dengan tegakan yang rapat, jelas Satyawan, maka kemungkinan ekosistem savana membutuhkan waktu yang relatif lebih cepat dalam pemulihan dibandingkan dengan ekosistem hutan.

“Kegiatan pemulihan ekosistem dengan cara mekanisme alam dan rehabilitasi dapat mempercepat pemulihan ekosistem di areal yang terbakar di wilayah TNBTS,” papar Satyawan.

Seperti diketahui, pada 6 September 2023, kebakaran hutan dan lahan terjadi di Blok Savana Lembah Watangan atau Bukit Teletubbies di wilayah TNBTS akibat percikan api saat sesi foto prewedding.

Akibat hal tersebut kebakaran meluas dan diperkirakan mencapai 500 hektare. Saat ini pihak kepolisian telah melakukan penyidikan dan telah menetapkan satu orang tersangka.***

*Penulis : Daffa Komala

Berita Terkait