DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Satrio Arismunandar: Kampanye Pemilu Sebagai Bagian Pendidikan Politik Dibatasi untuk Universitas Saja

image
Dr Satrio Arismunandar tentang kampanye pemilu di lembaga pendidikan.

ORBITINDONESIA.COM - Kampanye pemilu di lembaga pendidikan, sebagai bagian dari pendidikan politik, sebaiknya dibatasi untuk perguruan tinggi atau universitas saja. Hal itu dikatakan Sekjen SATUPENA, Dr. Satrio Arismunandar.

Satrio Arismunandar mengomentari diskusi Menyoal Pro Kontra Kampanye Pemilu pada Fasilitas Pendidikan. Diskusi di Jakarta, Kamis malam, 28 September 2023 itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA.

Diskusi tentang kampanye pemilu pada fasilitas pendidikan yang dikomentari Satrio Arismunandar itu menghadirkan pembicara Doni Koesoema A, peneliti dan konsultan pendidikan. Diskusi itu dipandu oleh Elza Peldi Taher dan Swary Utami Dewi.

Baca Juga: Inilah Profil Michael Gambon, Pemeran Albus Dumbledore di Harry Potter yang Meninggal di Usia 82 Tahun

Menurut Satrio, jika kampanye pemilu sebagai bagian dari pendidikan politik itu diadakan di lingkungan sekolah menengah, seperti SMA atau SMK, akan lebih banyak merugikan daripada menguntungkan.

Pertama, para calon legislatif, cagub, capres dan sebagainya –ketika berkampanye di lingkungan sekolah menengah—berfokus pada upaya untuk meraup suara dari generasi muda. “Jadi, niatnya bukan untuk pendidikan politik,” ujar Satrio.

“Kampanye pemilu di lingkungan sekolah menengah itu juga berpotensi mengganggu proses belajar mengajar yang ada, minimal memakan durasi waktu tertentu, yang seharusnya dijadwalkan untuk kegiatan akademis,” tuturnya.

Kemudian, kata mantan dosen Ilmu Komunikasi FISIP UI ini, ada prinsip netralitas politik dan perlakuan setara. Lembaga pendidikan tidak boleh mendukung atau menunjukkan sikap pilih kasih terhadap kandidat atau kampanye politik pihak mana pun.

Baca Juga: Jelang Akhir Tahun, Panglima TNI Yudo Margono Mutasi Puluhan Perwira Tinggi, Ini Nama, Jabatan Lama dan Baru

“Kalau suatu sekolah mengizinkan kandidat partai A untuk berkampanye di sekolahnya, maka karena prinsip netralitas dan perlakuan setara, sekolah juga harus memberi akses pada kandidat partai B, C, D dan lain-lain,” jelas Satrio.

“Bayangkan, betapa banyak waktu, sarana, dan energi yang harus dikeluarkan pihak sekolah menengah, jika harus melayani semua keinginan para kandidat partai tersebut,” ucap Satrio.

Menyinggung kebijakan di negara lain, Satrio menyatakan, peraturan kampanye politik di sekolah dan kampus berbeda-beda di setiap negara, dan terkadang bahkan di setiap negara bagian atau institusi.

Baca Juga: Sumbar Talenta Diundang ke Malaysia Pada Acara Festival Warisan Etnik Nusantara, Oktober 2023

“Peraturan ini biasanya dirancang untuk menyeimbangkan prinsip kebebasan berpendapat dan berekspresi dengan kebutuhan untuk menjaga lingkungan belajar yang kondusif,” tambahnya.

Di banyak negara, termasuk Amerika Serikat, terdapat komitmen yang kuat terhadap hak kebebasan berpendapat. Hal ini juga mencakup kebebasan berpendapat dalam politik. Institusi pendidikan pada umumnya tidak bisa menekan ujaran atau ekspresi politik hanya karena bersifat politis.***

 

Berita Terkait