DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Ali Ahmudi Achyak: Power Wheeling di RUU EBET Justru Akan Merusak Program PT PLN yang Sudah Berjalan

image
Ali Ahmudi Achyak tentang Power Wheeling yang perlu dihapus dari RUU EBET.

ORBITINDONESIA.COM - Pemerintah harus tegas dengan keputusannya menghapus dari DIM Pasal 29A, Pasal 47A dan Pasal 60 Ayat 5 RUU EBET, karena memang tidak ada urgensi pengaturan Power Wheeling dalam RUU EBET. Hal itu ditegaskan Ali Ahmudi Achyak.

Ali Ahmudi Achyak, Direktur Eksekutif CESS (Center for Energy Security Studies), bicara di Kajian dan Diskusi Publik tentang Pro Kontra Power Wheeling dalam Rancangan UU EBET, yang diselenggrakan BP PUSPIN EBT ICMI, 28 September 2023 di Jakarta.

Ali Ahmudi Achyak menambahkan, Power Wheeling itu justru akan merusak program yang telah berjalan. Yaitu, menyelesaikan masalah oversupply listrik dan menguatkan kinerja BUMN (termasuk PT PLN) sebagai salah satu pilar utama mewujudkan ketahanan energi nasional.

Baca Juga: Tanggal Berapa Saja Hari Libur Nasional di Bulan Oktober 2023, Simak Keterangan Lengkapnya di Sini

Menurut Ali, DPR harus berani menolak dan menyatakan bahwa Power Wheeling sangat tidak tepat jika diakomodir dalam pengaturan RUU EBET.

Hal ini karena akan memunculkan masalah baru dalam pengelolaan ketenagalistrikan nasional dan berpotensi melemahkan kinerja Pemerintah (dalam hal ini PT PLN). Padahal PT PLN sedang berjuang keras menyelesaikan masalah oversupply listrik dan menjamin kehandalan pasokan listrik nasional.

Ditambahkan Ali, skema Power Wheeling dipastikan akan membuat tarif listrik mahal dan sangat membebani APBN, yang pastinya akan menimbulkan kerugian negara dan rakyat sekaligus.

"Sehingga masyarakat harus kritis dan aktif mengontrol dan mengawal agar skema Power Wheeling ini tidak sampai masuk ke RUU EBET," ujar Ali.

Baca Juga: Hartoyo: SDGs dan Indonesia Emas Harus Bebas Dari Kebijakan Diskriminatif

Pemerintan (melalui PT PLN) telah menetapkan RUPTL Tahun 2021-2030, yang di dalamnya sudah mengakomodasi pembangkit EBT dengan kapasitas yang signifikan yaitu 20,9 GW atau 51,6 persen dari total penambahan pembangkit.

Ini porsinya lebih besar dibandingkan pembangkit fosil. "Maka berarti tidak ada lagi urgensi penerapan skema Power Wheeling, apalagi akan dipaksakan masuk ke dalam RUU EBET," kata Ali.

Pemerintah (melalui PT PLN) telah mampu dan terus meningkatkan kualitas layanan untuk memenuhi permintaan investor akan energi hijau, dengan pembangunan pembangkit EBT dedicated dan Renewable Energy Certificate (REC), yang sejalan dengan penugasan kepada PT PLN dalam RUPTL 2021-2030. Sehingga tanpa skema Power Wheeling program itu tetap berjalan baik.

Sesuai proyeksi COD pembangkit di RUPTL 2021 - 2030, maka oversupply masih akan terjadi hingga tahun 2030 pada sistem besar antara lain di Sumatera, Jawa Bali, Sulawesi dan Kalimantan.

Baca Juga: Ekspresi Data Denny JA: Putri Ariani Menuju Superstar Dunia

"Berarti penerapan skema Power Wheeling hanya akan memperburuk kondisi keadaan, sehingga keberadaanya di RUU EBET harus ditolak dan dihapuskan," ucap Ali.

Dalam skema Power Wheeling tarif listrik ditentukan oleh mekanisme pasar, sehingga listrik untuk kepentingan umum tidak lagi menjadi sesuatu yang penting yang harus dijaga oleh negara.

Sehingga mulai nampak bentuk nyata liberalisasi sektor ketenagalistrikan yang menyebabkan negara tidak lagi memiliki kedaulatan energi.

"Skema Power Wheeling yang cenderung liberal dipastikan akan membuat tarif listrik mahal dan sulit dikontrol oleh negara, serta sangat membebani APBN yang pastinya akan menimbulkan kerugian negara dan rakyat sekaligus dalam jangka panjang," Ali memperingatkan. ***

 

Berita Terkait