DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

DR H Abustan: Antiklimaks Putusan Mahkamah Konstitusi

image
Dr Abustan tentang putusan MK yang kontroversial.

Oleh: DR H Abustan, Pengajar Hukum Tata Negara S2 Universitas Islam Jakarta

ORBITINDONESIA.COM - Pasca pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (Senin, 16 Oktober 2023) terkait uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017.

Uji materi itu diajukan mahasiswa Universitas Negeri Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru khususnya terkait Pasal 169 huruf q dianggap sangat kontraversi dan mengundang protes keras.

Baca Juga: Pilkada Solo: Kaesang Pangarep Bikin Target Menangkan Calon yang Diusung PSI

Sejauh pengetahuan saya, sejak berdirinya MK tak pernah terjadi kontroversi yang begitu dahsyat dalam proses sidang yang digelar di altar gedung Mahkamah Konstitusi, sebagaimana yang kita saksikan saat ini hasil putusan perkara sengketa penentuan persyaratan calon presiden dan wakil presiden.

Baca Juga: Spoiler Manga Jujutsu Kaisen Chapter 239, Kenjaku Muncul hadapi Fumihiko Takaba si Penyihir Komedian

Sekali lagi, putusan tersebut mengidap "cacat hukum". Sorotan yang banyak disoal adalah klausul "pernah atau sedang menjabat kepala daerah". Tambahan frasa atau tafsir dari hakim MK di kategorikan sebagai sebuah "penyelundupan hukum".

Baca Juga: Liga 1: Pertandingan Bali United Melawan Persib Bandung Dipindah ke Training Center Tanpa Penonton

Selain itu, uji materil undang - undang pemilu terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang bersangkut paut masalah umur bagi calon Presiden / Wakil Presiden sudah ditetapkan minimal 40 tahun.

Dengan demikian, tentu saja tak dibutuhkan lagi tambahan (norma baru) yang hanya bisa berimplikasi putusan MK jadi "cacat hukum".

Sesungguhnya, tambahan norma inilah yang dianggap sebagai "kejanggalan" yang diungkap sendiri Arif Hidayat salah satu hakim konstitusi putusan a quo.

Baca Juga: Di World Water Forum di Bali, Sandiaga Uno: Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Siapkan Indonesia Pavilion

Baca Juga: Teori Harta Karun yang diperebutkan di Turnamen God Valley Manga One Piece, salah satunya Direbut Kaido

Seperti diketahui MK menolak Gugatan Nomor 29, 51, 55/PUU XXl / 2023. Sedangkan pada gugatan Nomor 90 / PUU - XXI / 2023, MK mengabulkan sebagian.

Atau dengan kata lain, pembacaan putusan dari pagi sampai siang berjalan lancar (on the right track) putusan sangat menggembirakan sesuai dengan prediksi saya sebelumnya bahwa MK akan tetap sebagai "penjaga konstitusi".

Baca Juga: Yang Tercecer Di Era Kemerdekaan (7): Wahidin dan Rel Kereta Api Kematian

Ternyata pembacaan putusan berikutnya (waktu sore) putusan mengalami "kebuntuan" yaitu pembacaan putusan ke empat. Kita semua jadi kaget, seperti tendangan bola liar yang berkelok ke arah lain yang pada gilirannya menjadi sebuah "antiklimaks" yang sangat diametral tiga putusan sebelumnya yang sudah dibacakan.

Hemat saya, putusan ke empat inilah yang bakal menjadi bom waktu karena sangat problematik.

Baca Juga: Perhatikan dengan Baik, Inilah 10 Tanda Wanita Memasuki Masa Menopause yang Wajib Kamu Ketahui

Baca Juga: Liga Conference Europa: Olympiakos Lolos ke Final Melawan Fiorentina

Hal senada juga dikeluhkan hakim konstitusi Saldi isra yang videonya beredar luas di publik. Suara kebingungan itu "mengaku heran mengapa Ketua MK Anwar Usman mengabulkan sebagian perkara 90 / PUU - XXI / 2023".

Kejanggalan lain yang cukup fatal adalah hanya ada 3 dari 9 hakim MK yang setuju semua kepala daerah dapat mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres.

Kondisi yang aneh bin ajaib demikian, sejujurnya secara ketatanegaraan mudah untuk menebak/mengatakan bahwa konsekwensi putusan akibat MK terlalu proaktif melapangkan jalan untuk menjadi capres dan/atau cawapres salah satu kandidat dari rezim kekuasaan.

Baca Juga: Liga Eropa: Bayer Leverkusen Lolos ke Final Melawan Atalanta

Maka, secara mudah menjungkirbalikkan open legal policy secara ugal-ugalan dan membiarkan lembaga sekaliber MK yang seharusnya di jaga "kehormatannya" justru di sandera oleh dinasti kekuasaan.

Baca Juga: Profil dan Fakta Menarik Seol In Ah, Aktris Cantik Pemeran Yoon Se Kyeong dalam Drakor Twinkling Watermelon

Padahal, menjadi kewajiban para hakim konstitusi yang diberi kepercayaan oleh negara untuk menjauhkan lembaga terhormat ini agar tidak terkooptasi dengan syahwat kekuasaan.

Baca Juga: Presiden FIFA Gianni Infantino Berpesan kepada Indonesia: Banggalah dengan Timnas

Akhirnya, carut marut konstruksi putusan MK semakin memberi konfirmasi yang jelas kepada kita: bahwa politik masih tetap sebagai panglima yang mengalahkan hukum. Sebab, MK telah memanipulasi hukum demi kepentingan politik.

Bahkan, cenderung menjadi adegan sandiwara terhebat. Seperti kata Denny Indrayana "The most out standing comedy terbesar dalam abad 21".

Betapa dahsyatnya ongkos yang harus kita bayar dari lahirnya produk hukum cacat etika. Dampaknya sangat luas, dan harus ditanggung oleh generasi muda ke depan.

Baca Juga: Sepak Bola Indonesia Gagal Tembus Olimpiade Paris

Padahal, sejak reformasi tonggak sejarah baru dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia diharapkan mengalami perubahan. Dan, perubahan itu sangat di harapkan setelah lahirnya lembaga baru yang bernama Mahkamah Konstitusi.

Jakarta, 18 Oktober 2023. ***

Berita Terkait