DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Terbukti Melakukan Pelanggaran Berat, Anwar Usman Adik Ipar Jokowi Dipecat Sebagai Ketua MK

image
Terbukti Melakukan Pelanggaran Berat, Anwar Usman Adik Ipar Jokowi Dipecat Sebagai Ketua MK

ORBITINDONESIA.COM- Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) secara tegas memutuskan bahwa Anwar Usman dipecat dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebelumnya, para hakim termasuk Anwar Usman memutuskan perkara nomor 90/PUU-XXI/2003 soal batas usia capres-cawapres.

Adik Ipar dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini, mulanya diduga kuat melakukan pelanggaran etik karena putusan batasan usia calon presiden dan calon wakil presiden boleh di bawah usia 40 tahun, dengan pengalaman pernah menjabat kepala daerah.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Baca Juga: Tiba di Indonesia, Radja Nainggolan Beli Batik di Sarinah: Meriahkan Gelaran Piala Dunia U17 2023

Belakangan, posisi MK juga menjadi sorotan karena Gibran Rakabuming, anak sulung Jokowi akhirnya maju sebagai Bacawapres mendampingi Prabowo Subianto.

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam putusan yang dibacakan, menyebut Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat," kata Jimly dalam sidang yang digelar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa 7 November 2023.

Baca Juga: Prediksi Skor Pekan ke 19 BRI Liga 1, Persib Bandung Melawan Arema FC Waktunya Adu Tajam Da Silva dan Gustavo

Putusan nomor 2/MKMK/L/11/2023 akhirnya menjatuhkan sanksi berat kepada Anwar Usman. Ia docopot sebagai Ketua MK.

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

"Sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," jelasnya.

Sidang MKMK ini dipimpin oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie serta anggota Bintan R Saragih dan Wahiduddin Adams.

Baca Juga: Hasil Pegadaian Liga 2: Sukses Bungkam Kalteng Putra, Persewar Waropen Puncaki Grup 4

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Sebelumnya, putusan Anwar Usman tentang batas usia capres dan cawapres di bawah 40 tahun, dinilai penuh dengan kepentingan politik.

Selain itu, MKMK juha menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif kepada enam hakim konstitusi.

MKMK menyebut, para hakim terbukti secara bersama-sama melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Keenam hakim konstitusi tersebut adalah Manahan M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan M. Guntur Hamzah.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

"Menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif kepada para hakim terlapor," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, Selasa 7 November 2023.

Pihak pelapor adalah Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, Advokat Pengawal Konstitusi, Perhimpunan Pemuda Madani, dan advokat bernama Alamsyah Hanafiah.

"Para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan," kata Jimly.

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Lebih lanjut, Jimly menjelaskan Majelis Kehormatan menyimpulkan bahwa para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti tidak dapat menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim yang bersifat tertutup.

"Sehingga melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan," kata Jimly.

Selain itu, sambung dia, disimpulkan pula bahwa para hakim terlapor secara bersama-sama membiarkan terjadinya praktik pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota

Semua disebut tanpa kesungguhan untuk saling mengingatkan antar hakim, termasuk terhadap pimpinan, karena budaya kerja yang ewuh pekewuh.

"Sehingga kesetaraan antar hakim terabaikan dan praktik pelanggaran etika bisa terjadi. Dengan demikian, para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan," imbuh Jimly.***

Berita Terkait