DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Kemenkumham dan Institut Leimena akan Gelar Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya

image
Direktur Eksekutif Institut Leimena Matius Ho (kiri), Dirjen HAM Kemenkumham RI Dhahana Putra (tengah), dan Senior Fellow Institut Leimena sekaligus Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah dan Organisasi Kerja Sama Islam tahun 2016-2019, Alwi Shihab dalam Konferensi Pers.

ORBITINDONESIA.COM - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan Institut Leimena akan menyelenggarakan Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya pada 13 sampai 14 November 2023.

Kegiatan ini bertujuan meningkatkan pemahaman kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam lingkup pendidikan.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kemenkumham Dhahana Putra di Jakarta Jumat 10 November 2023 mengatakan, konferensi yang mengangkat tema "Human Dignity and Rule of Law for a Peaceful and Inclusive Society" (Martabat Manusia dan Supremasi Hukum untuk Masyarakat yang Damai dan Inklusif) ini sebagai rangkaian dari peringatan 75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Baca Juga: Kepala Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta Ibnu Chuldun Berkomitmen Perkuat Sinergisitas dengan Denma Mabes TNI

Menurutnya, konferensi ini akan menghadirkan narasumber baik nasional dan internasional.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Konferensi ini akan dihadiri oleh Menteri Yasonna H Laoly, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, serta Wakil Presiden Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa Muhammadou M.O. Kah.

Dhahana mengatakan, konferensi ini menjadi forum internasional untuk mendiskusikan konsep martabat manusia sebagai prinsip dasar dan inti dari hak asasi manusia yang melekat, harus dihormati oleh semua orang tanpa memandang latar belakang, ras, jenis kelamin, dan status sosial.

Di Indonesia, pengalaman program Literasi Keagamaan Lintas Budaya yang diadakan Institut Leimena bersama sedikitnya 20 mitra telah menghasilkan ribuan guru dan pendidik dari 34 provinsi di Indonesia, menjadi gambaran bagaimana literasi agama berlandaskan penghargaan harkat dan martabat manusia telah membangun modal sosial untuk masyarakat damai dan inklusif.

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Senior Fellow Institut Leimena dan Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah dan Organisasi Kerja Sama Islam tahun 2016-2019 Alwi Shihab mengatakan, program Literasi Keagamaan Lintas Budaya berfokus meningkatkan kewaspadaan terhadap intoleransi di kalangan guru sekaligus memberi pencerahan tentang hubungan lintas agama.

"Ada sinyalemen bahwa ternyata banyak guru agama Islam, guru-guru agama di Indonesia cenderung intoleran,” kata Alwi Shihab.

“Ini sangat berbahaya kalau dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha dari pemerintah maupun organisasi Islam dan Kristen," tambah Alwi.

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Alwi mengatakan guru berperan strategis untuk membangun generasi muda menjadi pemimpin bangsa ke depan.

Program Litrasi Keagamaan Lintas Budaya melatih guru untuk menguasai tiga kompetensi yaitu pribadi, komparatif, dan kolaboratif.

"Intoleransi yang terjadi di dunia ini dan bahkan pertikaian sampai perang itu disebabkan penafsiran ajaran agama yang keliru, sehingga perlu kita menggali ajaran agama yang betul-betul bersumber dari prime source," ujar Alwi.

Kompetensi pribadi artinya seseorang harus benar-benar memahami ajaran agamanya dan selalu merujuk kepada sumber utama (prime source) dalam memandang relasi dengan orang yang berbeda agama.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Kompetensi komparatif artinya seseorang diajak mengenal agama lain langsung dari penganutnya agar menepis prasangka antar agama.

Kompetensi kolaboratif adalah upaya mencari titik temu dan landasan agar pihak-pihak yang berbeda agama bisa bekerja sama satu sama lain.

"Pendekatan ini memberikan pencerahan kepada guru-guru bahwa pada dasarnya kita harus siap untuk berbeda.”

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

“Perbedaan jangan menjadi pintu masuk pertikaian, sebaliknya perbedaan adalah keniscayaan.”

“Kita hendaknya mengelola perbedaan tersebut untuk kepentingan bersama," kata Alwi.

Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Institut Leimena Matius Ho mengataka, konferensi ini menghadirkan narasumber dari para pejabat pemerintah lintas negara, akademisi, dan petinggi organisasi internasional.

Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota

Peserta konferensi adalah sekitar 20 duta besar negara-negara sahabat dan pemimpin atau tokoh dari mitra lembaga keagamaan dan pendidikan. ***

Berita Terkait