IN MEMORIAM: Sehari Dalam Kehidupan Ignas Kleden
ORBITINDONESIA.COM - Saya mengenal Ignas Kleden ketika acara Kongres Bahasa Indonesia di Jakarta (1998) Ketika rehat sidang pembukaan di Hotel berbintang Jakarta.
Mengenal Ignas Kleden sepintas lintas ketika ia duduk sendirian di taman halaman hotel. Ada beberapa figur lain yang ngobrol santai sambil berdiri. Mereka Ratna Sarumpaet, Slamet Raharjo.
Kemudian di sudut tak jauh dari Ignas Kleden duduk kritikus sastra Indonesia, Subagio Sastrowardojo, Saya berminat untuk menyapa Ignas Kleden untuk berkenalan.
Namun, penyair sufistik Abdul Hadi WM mengajak saya menemui sastrawan Danarto yang terkenal dengan cerpen-nya “Adam Makrifat”. Syahdan, niat menjumpai beliau tak kesampaian.
Ketika kegiatan Seminar Kritik Sastra yang ditaja Pusat Bahasa, 21 September 2005, saya mendapat kesempatan diundang untuk menyampaikan makalah di antara pemakalah lain, seperti Puji Santosa, Faruk HT, Hasanuddin,dan Ignas Kleden serta Djoko Pradopo.
Di saat itulah saya berbual-bual dengan tokoh-tokoh pengamat sastra Indonesia, seperti Faruk HT, Hasanuddin dan terutama Ignas Kleden.
Dr. Ignas Kleden menyampaikan pokok pikirannya tentang Pengajaran Sastra di Perguruan Tinggi.
Ignas menyatakan, kritik sastra memiliki dimensi waktu (memiliki nilai kesejarahan/historis). Kemudian, dia juga historis, yakni memilih ruang yang tak terbatas dan juga ruang terbatas/kontekstual.
Kemudian bagaimana pelaku berhubungan dengan lingkungannya. Bagaimana pula peranan penerima (resensi seni) dan peranan pencipta.
Kritik sastra juga perlu memperhatikan kritik bersifat otonom dan kritik bersifat heterotonom (memiliki norma, adat, dan pendidikan serta sosial).
Ignas memaparkan bahwa pendekatan kritik sastra Sutan Takdir Alisjahbana adalah pendidikan sebagai norma kesusastraan.
Pada Lekra adalah politik, sedangkan Chairil Anwar menganggapnya sebuah nonsense. Artinya tidak pernah berkaitan dengan di luar dirinya.
Ignas Kleden tak ubahnya seperti ‘pawang sastra’ yang pemikirannya berkelebat dengan menampilkan uraian dan jurus-jurus pemikiran yang menarik dan memikat peserta seminar.
Hari ini, Senin, 22 Januari 2024, sang intelektual yang cerdas dan tangguh berbicara dan berwibawa ini telah kembali menghadap Khaliknya Tuhan YMK. Beliau lahir 19 Mei 1948 di Flores Nusa Tenggara Timur.
(Oleh: Shafwan Hadi, penulis)
