DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Gawat, Kepolisian Telusuri Penggelapan dan Pencucian Uang Yayasan STKIP Bima Melalui PPATK

image
Dirreskrimum Polda NTB Kombes Polisi Teddy Ristiawan.

ORBITINDONESIA – Tindak pidana penggelapan dana yayasan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) disidik kepolisian dengan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri tindakan pencucian uang.

Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Komisaris Besar Polisi, Teddy Ristiawan di Mataram, Jumat, 16 September 2022, hasil analisis dari PPATK ini akan menjadi salah satu kelengkapan berkas untuk menangani dugaan penyidikan dana di yayasan STKIP Bima.

Dan, sekarang ini, kata Teddy, kepolisian masih menunggu laporan hasil akhir dari PPATK.

Baca Juga: Terlibat Sepak Terjang Hacker Bjorka, Sang Ayah Ungkap Pribadi MAH di Rumah

Teddy menambahkan, penyidik kepolisian mengusut perkara tersebut sesuai laporan yang merujuk kepada putusan pidana penggelapan dana yayasan STKIP Bima.

"Kalau tidak ada laporan, mana bisa kami langsung ujuk-ujuk TPPU (tindak pidana pencucian uang)," ujarnya.

Hakim banding Pengadilan Tinggi NTB pada tanggal 21 Juli 2022 menguatkan putusan Pengadilan Negeri Raba Bima dengan nomor perkara 69/Pid.B/ 2022/PN Rbi tertanggal 31 Mei 2022.

Putusan pada pengadilan tingkat pertama itu menjatuhi tiga terdakwa, yakni Muhammad Sopyan hukuman 3 tahun penjara; Amran Amir 2 tahun penjara; dan Muhammad Fakhri delapan bulan kurungan.

Baca Juga: Ayah Tersangka MAH Hacker Bjorka Minta Maaf: Mungkin Ketik Ketik Tidak Sengaja

Amran Amir adalah Ketua STKIP Bima periode 2016—2020, Muhammad Fakhri adalah Ketua Yayasan IKIP Bima periode 2019—2020, dan Muhammad Sopyan, Kepala Bagian Administrasi Umum periode 2016—2019 dan Kepala Bagian Keuangan periode 2019—2020.

Majelis hakim pada Pengadilan Negeri Raba Bima menyatakan ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama dan secara berlanjut melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan.

Putusan tersebut sesuai dakwaan tunggal dari jaksa penuntut umum, yakni Pasal 374 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Namun, dalam putusan pidana tersebut tidak membebankan kepada tiga terdakwa untuk mengganti kerugian yang muncul sesuai dengan hasil audit independen pihak kampus senilai Rp19,34 miliar. Hal inilah yang menjadi dasar kepolisian mengembangkan perkara tersebut ke proses TPPU.

Baca Juga: Hasil Liga 1: Drama 7 Gol di GBLA, Persib Bandung Sudahi Perlawanan Barito Putera

"Kerugiannya cukup besar. Makanya, perlu ditindak melalui TPPU," kata Teddy. ***

Berita Terkait