Puisi Satrio Arismunandar: Dwianto, Penulis Anak, Penyemai Mimpi

ORBITINDONESIA.COM - Di kaki gunung, di Desa Sisir yang sejuk,
dari rahim Claudia, putra Subianto menjelma pelita,
tanggal dua belas Agustus empat sembilan,
lahirlah Dwianto, kelak ia menggambar langit anak-anak
dengan warna-warna ajaib dari pena dan cinta.

Anak “tansar”, dari wetan pasar,mmpi
tumbuh di gang kecil yang tak pernah sempit
bagi dongeng-dongeng yang mengalir dari mulutnya,
anak-anak kecil duduk melingkar
menyimak semesta yang tumbuh dari imajinasi seorang bocah.

Dari Santo Yusup hingga Alun-Alun Bunder,
pelajaran hidup lebih keras dari sekadar kelas.
Ia putus sekolah, namun tidak putus harapan.
Ia merantau ke Jakarta, jadi pekerja kasar,
tapi di balik seragam dapur dan ceceran lelah,
ia tetap memeluk mimpi: bercerita… untuk anak-anak.

Sakit mag membawa ia pulang,
tapi sakit tak mematikan harapan.
Ia menggambar, mengarang, dan menemukan jalannya.
Dalam sunyi malam, ia kirimkan karikatur,
ia kirimkan kisah-kisah kecil dengan hati besar
ke Bobo, Kawanku, Gadis, Femina —
dan Kompas pun menerima pikirannya
tentang dunia kecil yang kadang dilupa: dunia anak-anak.

Buku pertamanya, Si Rejeki,
bukan kisah pangeran, bukan kisah peri,
tapi tentang seekor kuda penarik pedati
yang hidup di lorong-lorong kehidupan sederhana.
Ia tidak menulis dari menara gading,
ia menulis dari tanah, dari pasar, dari jantung desa,
dari mata anak-anak yang menatap langit
dan bermimpi bisa terbang seperti Kapten Pus atau Kapten Surya.

Anak-anak mengenalnya dari halaman-halaman
di perpustakaan sekolah, proyek Inpres, atau toko buku Togamas.
Petualangan Grung-Grung, Teka-teki Kelompok 2&1,
kejenakaan Dulken, siasat Sandi, keberanian Triona—
semuanya bukan sekadar hiburan,
melainkan lentera kecil yang menyala di ruang-ruang baca
di sekolah negeri hingga pondok kecil di kampung pesisir.

Ia bukan sekadar penulis.
Ia penyemai mimpi anak-anak Indonesia.
Ia menuliskan masa depan, bukan lewat teori,
melainkan lewat tawa, teka-teki, dan petualangan
yang membesarkan nyali bocah-bocah yang membaca.

Rumahnya di Samadi, bukan hanya tempat tinggal,
tapi juga sanggar: DS Grup—
tempat seniman berkumpul, melukis dunia anak.
Ia tahu: cerita anak bukan hanya teks,
ia hidup bersama gambar, warna, gerak.
Dan ia rangkul semua pelukis untuk berbagi mimpi.

Ia cinta dunia anak karena ia paham:
anak-anak adalah bangsa yang belum dilahirkan,
dan lewat cerita, ia bimbing mereka lahir
dengan harapan, nilai, dan kegembiraan.

Tidak semua penulis bisa menulis untuk anak.
Butuh jiwa yang jernih, imajinasi yang hangat,
dan hati yang tidak pernah letih bermain.
Dwianto punya semua itu.
Dan ia beri semuanya kepada negeri ini.

Lebih dari seratus buku.
Lebih dari seratus pelita.
Ia telah tiada—Sabtu Wage, 1 Juni 2024—
tapi ia hidup dalam tawa pembacanya,
dalam mimpi anak-anak
yang tumbuh ingin menjadi tokoh dalam kisah-kisahnya.

Wahai Dwianto, engkau tidak sekadar pengarang.
Engkau pembangun jembatan dari dunia kecil ke dunia besar.
Engkau abadi dalam memori yang tak tertulis
di batu nisan, tetapi di halaman buku
yang terus dibuka oleh tangan mungil
yang ingin tahu, ingin bermain, dan ingin percaya.

Terima kasih, penulis anak.
Terima kasih, penyayang anak.
Terima kasih, penyemai mimpi.
Namamu harum, kisahmu hidup,
dan kami akan terus membaca.

Depok, 3 Agustus 2025

*Satrio Arismunandar adalah penulis buku dan wartawan senior. Saat ini menjabat Pemimpin Redaksi media online OrbitIndonesia.com dan majalah pertahanan/geopolitik/hubungan internasional ARMORY REBORN.

Ia saat ini menjadi Staf Ahli di Biro Pemberitaan Parlemen, Sekretariat Jenderal DPR RI. Juga, Sekjen Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA (sejak Agustus 2021).

Ia pernah menjadi jurnalis di Harian Pelita (1986-1988), Harian Kompas (1988-1995), Majalah D&R (1997-2000), Harian Media Indonesia (2000-2001), Executive Producer di Trans TV (2002-2012), dan beberapa media lain.

Mantan aktivis mahasiswa 1980-an ini pernah menjadi salah satu pimpinan DPP SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia) di era Orde Baru pada 1990-an. Ia ikut mendirikan dan lalu menjadi Sekjen AJI (Aliansi Jurnalis Independen) 1995-1997.

Ia lulus S1 dari Jurusan Elektro Fakultas Teknik UI (1989), S2 Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional UI (2000), S2 Executive MBA dari Asian Institute of Management (AIM), Filipina (2009), dan S3 Filsafat dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI (2014). Disertasinya tentang perilaku korupsi elite politik di Indonesia dalam perspektif strategi kebudayaan.

Buku yang pernah ditulisnya, antara lain: Perilaku Korupsi Elite Politik di Indonesia: Perspektif Strategi Kebudayaan (2021); Lahirnya Angkatan Puisi Esai (2018); Hari-hari Rawan di Irak (2016); Mereka yang Takluk di Hadapan Korupsi (kumpulan puisi esai, 2015); Bergerak! Peran Pers Mahasiswa dalam Penggulingan Rezim Soeharto (2005); Megawati, Usaha Taklukkan Badai (co-writer, 1999); Di Bawah Langit Jerusalem (1995); Catatan Harian dari Baghdad (1991); Antologi 50 Opini Puisi Esai Indonesia (Antologi bersama, 2018); Kapan Nobel Sastra Mampir ke Indonesia? (2022); Direktori Penulis Indonesia 2023 (2023).

Pernah mengajar sebagai dosen tak tetap di Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI, Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), IISIP, President University, Universitas Bakrie, Sampoerna University, Kwik Kian Gie School of Business, dan lain-lain.

Kontak/WA: 0812 8629 9061. E-mail: sawitriarismunandar@gmail.com ***