Resensi Buku "Hijrah Jangan Jauh-Jauh, Nanti Nyasar", Karya Kalis Mardiasih

ORBITINDONESIA.COM - Hijrah Jangan Jauh-Jauh, Nanti Nyasar karya Kalis Mardiasih adalah buku yang berangkat dari keresahan sehari-hari tentang fenomena hijrah di kalangan generasi muda.

Kalis menulis dengan gaya yang akrab, jujur, dan penuh empati. Ia tidak menolak semangat religiusitas yang tumbuh, tetapi memberi peringatan: jangan sampai hijrah justru menjauhkan seseorang dari kemanusiaan.

Buku ini menempatkan agama bukan sebagai sekadar aturan kaku, melainkan jalan hidup yang penuh kasih, keadilan, dan akal sehat.

Kalis melihat bahwa fenomena hijrah sering terjebak dalam simbol dan citra.

Banyak anak muda merasa sudah “lebih baik” hanya karena perubahan penampilan atau jargon keagamaan.

Namun ia menegaskan, hijrah sejati bukan soal baju panjang atau janggut lebat, melainkan soal bagaimana kita memperlakukan orang lain, bagaimana agama membuat kita lebih adil, rendah hati, dan peduli.

Pesan ini menjadi benang merah dari seluruh tulisan di buku.

Bagian paling menarik adalah ketika Kalis membahas relasi gender dalam konteks hijrah.

Ia menyoroti bagaimana perempuan sering ditempatkan pada posisi yang terbatas dengan dalih agama.

Misalnya soal pakaian, peran domestik, hingga pilihan hidup. Kalis menekankan bahwa hijrah tidak boleh meminggirkan perempuan, melainkan harus menempatkan mereka sebagai subjek yang merdeka.

Pandangan ini penting, karena seringkali narasi hijrah yang populer justru mengekang ruang gerak perempuan atas nama kesalehan.

Kekuatan buku ini juga terletak pada keberanian Kalis mengaitkan isu agama dengan realitas sosial.

Ia membicarakan media sosial, politik identitas, hingga budaya populer yang mempengaruhi cara orang beragama.

Dengan lugas ia menunjukkan bagaimana hijrah bisa tergelincir menjadi sekadar tren atau bahkan komoditas.

Tetapi di sisi lain, ia tetap optimis bahwa hijrah bisa menjadi gerakan spiritual yang sehat jika dijalani dengan kesadaran penuh.

Bahasa yang digunakan Kalis sederhana dan ringan. Ia tidak menggunakan istilah teologis yang rumit, sehingga buku ini mudah diakses oleh pembaca muda. Namun di balik kesederhanaannya, ide yang ia sampaikan kuat dan menggugah.

Ia mengajak pembaca untuk tidak terjebak pada “kulit agama,” melainkan menyelami inti ajarannya: cinta kasih, keadilan, dan penghargaan terhadap martabat manusia.

Buku ini juga memberi ruang refleksi yang personal. Kalis tidak menempatkan dirinya sebagai penghakim. Ia menulis seperti seorang sahabat yang mengingatkan dengan lembut.

Ia memahami bahwa setiap orang punya perjalanan spiritual yang unik. Karena itu, nasihatnya terasa hangat dan membumi, bukan menggurui.

Pada akhirnya, Hijrah Jangan Jauh-Jauh, Nanti Nyasar mengajak pembaca untuk memahami hijrah sebagai proses yang manusiawi. Hijrah bukan garis lurus yang kaku, melainkan jalan berliku yang penuh pilihan.

Yang penting bukan seberapa cepat seseorang berubah, tapi apakah perubahan itu membuatnya lebih welas asih dan adil.

Pesan ini sangat relevan di tengah derasnya arus tren hijrah di media sosial. Kalis mengingatkan: jangan sampai agama yang mestinya membebaskan, justru menjadi penjara baru.

Buku ini layak dibaca siapa saja yang sedang mencari makna hijrah. Ia menawarkan perspektif segar, kritis, namun tetap hangat.

Membacanya membuat kita sadar bahwa tujuan hijrah bukan citra kesalehan, melainkan tumbuh menjadi manusia yang lebih baik bagi diri sendiri dan sesama.***