Herry Tjahjono: Terima Kasih Telah Menjadi Presiden Saya
Oleh Herry Tjahjono
ORBITINDONESIA.COM - Saya bukan mau mengkultuskannya. Saya cuma mau menjelaskan–kalau selama ini saya masih terus mendukungnya, itu karena saya mendukung 'nilai-nilai' baik dari sosoknya. Dia tidak sempurna, tapi nilai-nilai baiknya masih lebih banyak daripada sebaliknya.
Saat saya menonton video pidatonya di hari pamungkas Bloomberg New Economy Forum hari ini –jujur saja saya terperanjat– bahasa Inggrisnya jauh lebih baik bahkan dibanding ketika dia masih jadi presiden. Kemampuan berbicaranya sudah layak untuk standar panggung global. Tentu dia tidak bicara seperti seorang 'native speaker'–tapi dia bicara begitu lancar, mengalir dan jernih.
Dan ketika saya menonton video nya yang lain di Forum tersebut, saat Jokowi diinterview penuh dalam bahasa Inggris oleh seorang jurnalis asing–saya bukan cuma terperanjat–tapi melongo. Jokowi bicara begitu lancar, dan tepat menjawab semua pertanyaan, dengan tata bahasa yang rapi. Saya seperti melihat Jokowi yang lain. Bahasa Inggris nya jauh lebih baik dibanding selama masih menjadi presiden. Semua dilakukannya dengan kepercayaan diri yang tinggi.
Seusai menonton videonya, jujur saja saya merinding. Bibir saya nyeletuk tanpa sadar: "Orang ini memang gila (baca: luarbiasa)! ".
Kesan saya ini hasil dari sebuah analisis: selama menjadi presiden dia dihina habis oleh kaum pecundang soal bahasa Inggrisnya yang belepotan, medok, ngaco, memalukan, dst. Terlepas saya tidak setuju soal penghinaan itu, tapi saya bisa menerima kekurangan Jokowi sebagai fakta.
Namun melihat kemampuan berbahasa Inggrisnya di Singapura selama forum bergengsi tersebut–baik selama pidato maupun wawancara–saya menunduk hormat. Saya bayangkan selama setahun sejak tak menjabat presiden, lelaki ini berjuang habis-habisan belajar dan meningkatkan kemampuan berbahasa Inggrisnya. Habis-habisan! Dan hasilnya memang luar biasa.
Maka ada satu lagi nilai hebat pada dirinya. Pada tahun 2019, Jokowi pernah menulis di akunnya: "Dihina dan difitnah tak akan membuat kita tumbang, karena kebenaran selalu akan menemukan jalannya sendiri untuk keluar ke tempat terang."
Dan sekarang dia membuktikannya secara tandas, membayarnya tuntas. Penghinaan gila-gilaan soal bahasa Inggris nya di masa lalu, dibayarnya juga dengan gila-gilaan hari ini, dibayarnya tuntas hari ini–di Singapura, lewat kemampuan bahasa Inggris yang mumpuni.
Kita sekarang melihat betapa gigihnya seorang Jokowi. Betapa dahsyatnya dia bertahan dari terpaan badai terganas. Betapa kuatnya dia menahan sakit hati, lalu menyublimasikannya menjadi kekuatan untuk memperbaiki serta menyempurnakan diri.
Masa kita tidak mau belajar dari sosok seperti itu? Karakter itulah yang membuatnya menjadi politisi paling sukses di Indonesia: 2 x walikota, 1 x gubernur, dan 2 x presiden. Kita sekarang tahu salah satu kunci suksesnya: 'Jokowi tidak membalas penghinaan dengan penghinaan, tapi dengan perjuangan'.
Seusai menonton pidatonya, pun sesi wawancaranya – saya bergumam sendiri: "Pak Jokowi, saya bukan hanya bangga dengan bapak, tapi saya terharu melihat bagaimana bapak berjuang – bahkan sampai hari ini. Hari ini bapak membuat Indonesia bangga. Dan secara pribadi, saya cuma mau bilang: 'Terima kasih sudah menjadi presiden saya selama sepuluh tahun, pak'. ***