Abdul Rohman Sukardi: Diplomasi Geopolitik Prabowo-Putin
Oleh Abdul Rohman Sukardi
ORBITINDONESIA.COM - Kunjungan Presiden Prabowo ke Rusia mengundang beragam spekulasi. Khususnya agenda geopolitik Indonesia. Presiden Prabowo bertemu Presiden Vladimir Putin di Kremlin pada Desember 2025.
Pertemuan tingkat tinggi ini terjadi hanya beberapa hari setelah Prabowo lawatan ke Pakistan. Berlangsung pada saat Indonesia menghadapi rangkaian bencana hidrometeorologi besar di berbagai wilayah.
Waktu, urutan lawatan, dan konteks regional membuat kunjungan ini mengandung bobot strategis. Tidak dapat dibaca sebagai sekadar diplomasi rutin. Melainkan memiliki agenda berlapis.
Kunjungan itu berlangsung di tengah naiknya pula tensi keamanan kawasan Pasifik. Menyusul perjanjian pertahanan baru Australia–Papua Nugini (PNG). Berikut munculnya usulan zona penyangga di perbatasan Papua–PNG. Pembacaan kunjungan Presiden Prabowo ke Moskow memerlukan pendekatan geopolitik komprehensif.
Beberapa bulan terakhir, Canberra dan Port Moresby menandatangani perjanjian kerja sama pertahanan. Tujuannya memperkuat kapasitas keamanan PNG. Sekaligus memungkinkan Australia memberi respons cepat terhadap gangguan keamanan di PNG.
PNG kemudian mengajukan gagasan pembentukan buffer zone. Zona penyangga 10 km di sepanjang perbatasan dengan Papua. Tidak boleh dimasuki pasukan. Usulan ini dipandang sensitif oleh Indonesia. Berpotensi menyentuh isu dasar kedaulatan dan pengaturan militer di wilayah Papua.
Interaksi Australia–PNG bukan hanya urusan bilateral dua negara itu. Melainkan terkait langsung dengan persepsi ancaman Indonesia. Dalam teori security dilemma, peningkatan kapabilitas satu aktor dapat dipersepsi sebagai ancaman oleh aktor lain. Bahkan jika motifnya defensif.
PNG memperkuat hubungan keamanan dengan Australia dan mengusulkan zona penyangga. Indonesia mungkin melihat perlunya manuver strategis untuk menegaskan posisinya dan menjaga otonomi di kawasan.
Pada saat bersamaan, Indonesia berada di bawah tekanan domestik akibat bencana besar yang menyapu beberapa provinsi. Situasi ini menempatkan Presiden Prabowo dalam kebutuhan ganda. Memperkuat kapasitas nasional untuk respon bencana. Sekaligus tetap menjaga posisi strategis nasional di tengah dinamika kawasan.
Pertemuan Prabowo–Putin dilaporkan media resmi Rusia sebagai diskusi kerja sama militer, energi. Termasuk ketertarikan Indonesia terhadap pengembangan nuklir serta perdagangan pangan seperti gandum. Rusia menegaskan kesiapannya membantu ambisi Indonesia dalam energi dan pertahanan.
Kunjungan ini bukan peristiwa tunggal. Merupakan rentetan pertemuan sebelumnya pada 2024–2025. Termasuk kunjungan Prabowo ke Rusia sebelum menjabat dan lawatan resminya ke St. Petersburg pada pertengahan 2025. Relasi Prabowo–Putin bukan hubungan tiba-tiba. Melainkan bagian dari pola konsolidasi hubungan strategis.
Banyak pihak menduga isu keamanan kawasan Pasifik dan geopolitik Indo-Pasifik menjadi bagian penting dialog tertutup Prabowo - Putin. Aspek militer adalah agenda yang paling eksplisit disebutkan dalam laporan resmi.
Indonesia memiliki kebutuhan mendesak modernisasi TNI. Terutama di cabang udara dan laut, serta penguatan kemampuan pertahanan udara berlapis. Rusia, selama ini menjadi pemasok peralatan pertahanan global dan berpengalaman dalam transfer teknologi ke negara mitra. Menjadi kandidat alami untuk memenuhi sebagian kebutuhan tersebut.
Agenda ini relevan dengan pola balancing dalam teori hubungan internasional. Indonesia menyeimbangkan pengaruh kekuatan regional (Australia, Amerika Serikat) dengan memperkuat hubungan dengan aktor eksternal besar seperti Rusia. Langkah ini membantu menjaga otonomi strategis Indonesia.
Putin secara eksplisit menyebut kesiapan membantu Indonesia mewujudkan ambisi energi nuklir. Indonesia menargetkan pembangunan PLTN skala kecil sekitar 2032. Rusia—melalui Rosatom—memiliki paket lengkap: teknologi, pendanaan, keselamatan, hingga pengelolaan limbah. Kerja sama semacam ini bisa menjadi batu loncatan penting untuk diversifikasi energi Indonesia.
Proyek nuklir memiliki dimensi strategis. Selain kebutuhan energi, teknologi nuklir sipil memiliki potensi ganda (dual-use). Kerja sama semacam ini dapat meningkatkan kedalaman hubungan Indonesia–Rusia secara signifikan dan menimbulkan perhatian dari negara lain di kawasan.
Indonesia telah lama menempatkan Biak sebagai calon lokasi peluncuran satelit. Posisinya dekat ekuator: ideal untuk efisiensi peluncuran. Rusia memiliki sejarah ketertarikan terhadap penggunaan lokasi ekuatorial untuk peluncuran komersial dan teknologi ruang angkasa.
Tahun 2025 pemerintah Indonesia menyatakan kemungkinan membuka Biak untuk fasilitas peluncuran asing. Rekam jejak rencana penggunaan Biak oleh pihak Rusia di masa lalu, menjadikan topik ini sangat mungkin masuk dalam diskusi tingkat tinggi. Meskipun tidak diumumkan ke publik.
Jika pembicaraan mengarah pada: pembangunan ground station, pusat pelatihan antariksa, kerja sama teknologi satelit komunikasi, atau studi kelayakan fasilitas peluncuran, maka hal itu akan memiliki dampak geopolitik besar. Fasilitas antariksa memiliki sifat dual-use. Berguna mitigasi bencana dan komunikasi. Tetapi juga dapat meningkatkan kapabilitas penginderaan jauh dan kontrol satelit yang relevan bagi pertahanan. Australia dan PNG dipastikan akan mencermatinya.
Kunjungan Presiden Prabowo itu masuk akal untuk menduga Indonesia ingin mengirim pesan strategis. Intensifikasi hubungan ke salah satu kekuatan besar dunia sebagai respons terhadap kedekatan Australia–PNG dan isu buffer zone.
Dalam politik internasional, simbolisme sering kali sama penting dengan substansi. Pertemuan tingkat tinggi dengan Rusia dapat dibaca sebagai bentuk signalling Indonesia memiliki berbagai opsi kemitraan strategis. Tidak akan diam melihat struktur keamanan kawasan berubah tanpa partisipasinya.
Kita bisa mencermati kunjungan itu dari berbagai perspektif teoritik.
Balance of Power (keseimbangan kekuatan) misalnya. Ketika aktor regional seperti Australia memperluas jejaring keamanan hingga ke perbatasan Indonesia, Jakarta berkepentingan memastikan tidak ada ketergantungan tunggal ke blok manapun.
Perspektif Security Dilemma. Aksi Australia–PNG mungkin dimaksudkan defensif. Namun dapat dipersepsi sebagai ancaman. Reaksi Indonesia berupa intensifikasi hubungan strategis dengan Rusia. Inilah dinamika spiral yang perlu dikelola secara diplomatis.
Perspektif Strategic Autonomy & Dual-use Technology. Kerja sama antariksa, nuklir, dan pertahanan. Memungkinkan Indonesia membangun kapasitas teknologi tinggi yang memperkuat otonomi jangka panjang.
Kunjungan Presiden Prabowo ke Rusia berlangsung dalam konteks sarat makna. Paling sensitif secara geopolitik adalah kemungkinan peningkatan kerja sama teknologi satelit atau fasilitas peluncuran di Papua. Jika arah itu benar, Indonesia bukan sekadar memperkuat pertahanan. Tetapi juga menegosiasikan ulang posisi strategisnya dalam arsitektur keamanan Indo-Pasifik.
Dalam dunia yang semakin multipolar, inilah salah satu cara Indonesia mengukir ruang manuvernya sendiri.
Jakarta, 11 Desember 2025
ARS (rohmanfth@gmail.com). ***