DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Abustan: Gelora Sumpah Pemuda di Thailand

image
Dr Abustan memberi presentasi di kampus Thailand

Oleh: Abustan, Dosen/Pengajar di Magister Ilmu Hukum UID Jakarta

Beberapa hari lalu, 28 Oktober kami (Abustan) berada di Bangkok, Thailand. Jadi, meski kali ini tidak berada di Indonesia.

Akan tetapi, tetap saja mengingatkan kepada kita semua seluruh rakyat Indonesia tentang hari sumpah pemuda. Karena itu, mengingat sumpah pemuda teringat satu bahasa: bahasa Indonesia tanpa diskriminasi.

Narasi itu bertebaran di media sosial, di face book, dan di whatt shaf. Saking bersemangatnya, saking senangnya, banyak tulisan diakhiri kalimat dengan tiga finger heart.

Baca Juga: Untuk Sarana Kontrol Karya Pers, Dewan Pers Luncurkan Aplikasi Aduan Elektronik

Menyilang kan ibu jari dan telunjuk hingga membentuk simbol hati. Artinya, sedang mengekspresikan hati yang tengah berbunga_bunga.

Beruntunglah, kami yang hari itu berada di kampus Dhurakij Pundit University (DPU) Thailand yang lagi siap_siap akan melakukan presentasi paper dengan judul: Dimensional of law, Justice dan gender equality in education (Dimensi hukum, Keadilan & kesetaraan gender dalam pendidikan) di acara Internasional Conference Community Development (ICCD_9).

Mengapa saya katakan beruntung, karena Thema besar sumpah pemuda tahun ini di Indonesia memberi penguatan nilai_nilai kebenaran, keadilan, dan kesetaraan gender dalam pendidikan (right to education).

We are freedom: pemuda & perempuan harus bebas dari zona ketakutan, feodalisme, budaya patriarki, dan semua sistem tiranik, dan totaliter.

Baca Juga: Takut Ganjar Jadi Capres, Pendukung Anies Bikin Dongeng Jokowi Mau Kudeta Megawati di PDIP

Sebaliknya, pemuda dan kaum perempuan haruslah lebih vokal mendorong manusia untuk menegakkan nilai_nilai kemanusiaan universal.

Maka, dari itulah pula, pemuda tak boleh gagap menyikapi prinsip mulia Bhinneka Tunggal Ika. Dan, berbagai hal_hal yang bersifat "bias gender" dan jerat politik identitas aliran yang tidak kondusif.

Dengan demikian, berbagai stigma itu haruslah disingkirkan menuju ke "jalur kesetaraan" (keadilan) dengan prinsip mitra sejajar laki_laki.

Kini, saatnya untuk berpandangan dengan horizon yang lebih luas, serta setting pemikiran yang lebih positif dan edukatif terhadap perkembangan kemajuan zaman.

Baca Juga: AS Akan Tempatkan Pesawat Pembom B-52 Berkemampuan Nuklir di Australia Utara

Untuk itu, demi menjadi bangsa besar haruslah mengubur dalam_dalam berbagai "pertengkaran" atau persilangan pendapat yang tidak memberikan manfaat.

Oleh sebab itu, kita harus merespon kemajemukan/kesetaraan lebih bijak dan arif di tengah dinamika peradaban yang ada.

Baru saja tiga hari berada di negeri yang acapkali diberi gelar sebagai negeri pagoda itu. Kondisi dan situasi yang kami temukan adalah semua wilayah sepertinya tengah "berlomba" menuju kemajuan.

Tak hanya level negara, tetapi juga daerah_daerah tingkat I dan II yang ada di Thailand.

Baca Juga: Rajin Bergerak dan Berolahraga Jantung Jadi Sehat

Ia benar_benar sudah menikmati era otonomi daerah, Provensi dan kota/kabupaten juga sudah "beradu" satu sama lain untuk membujuk invesor datang membawa banyak fulus demi akselerasi pembangunan yang lebih tangguh.

Dalam perlombaan seperti itu, tak dapat diingkari daerah akan sibuk memoles diri untuk memikat dan memanjakan para wisatawan agar membelanjakan duitnya lebih banyak.

Dan, bagi investor tentu saja jaminan kepastian hukum: tak ada suap (pungli), tak ada kongkalikong, birokrasi yang berbelit_belit. Dalam artian, aturan hukum diterapkan secara jelas dan tegas.

Bahkan, tidak hanya itu, tetapi juga memperkuat sumber daya manusia dengan menyiapkan tenaga kerja bermutu tinggi dan pendidikan yang lebih berkualitas.

Baca Juga: Instagram Berulah, Suspend Sepihak Akun Pengguna, Warganet Meradang di Twitter

Serta investor diberi jaminan perlindungan alam (AMDAL), dan jaminan keamanan terhadap kemanusiaan (human right).

Itulah sebabnya, semua area lokasi (locus) wisata 'dipercantik" di poles sedemikian rupa untuk lebih menciptakan kenyamanan dan daya pesona yang luar biasa kepada tamu_tamunya dari luar.

Dalam kondisi keindahan alam kota Chiang May, rasanya tak cukup waktu hanya dua malam menikmati kesejukan wilayah ini.

Tapi itulah hidup, tak pernah berhenti memberikan kejutan. Selalu hadir "the mission impossible".

Jakarta, 31 Oktober 2022
komunitas SATUPENA***

Berita Terkait