DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Inilah 5 Jenis Anxiety dan Cara Mengatasinya

image
Phobia slah satu jenis Anxiety Disorder.

ORBITINDONESIA - Rasa cemas atau dalam bahasa medis biasa disebut Anxiety bisa menghampiri siapa saja dan dalam kondisi tertentu.

Anxiety memiliki beberapa jenis yang berbeda dan memiliki gejalanya masing-masing dan memiliki sikap tertentu terhadap penderitanya.

Anxiety ini juga sangat mengganggu aktivitas penderitanya yang tidak bisa menjalani kegiatannya sehari-hari dengan tenang dan selalu terbayang rasa cemas yang berlebihan.

Baca Juga: 120 Personel Militer Selandia Baru Dikirim ke Inggris untuk Melatih Tentara Ukraina

Berikut beberapa jenis kecemasan atau Anxiety Disorder beserta dengan gejalanya:

1. Fobia

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Biasanya orang yang memiliki fobia pasti memiliki ketakutan tersendiri terhadap benda, binatang, atau tempat tertentu.

Orang yang memiliki fobia bisa mengalami serangan panik atau rasa takut yang hebat ketika melihat sesuatu atau berada di tempat yang menjadi pemicu fobia, misalnya serangga, darah, berada di tengah keramaian, tempat yang gelap, tempat tinggi, atau ruangan tertutup.

Baca Juga: Inilah Profil Singkat WR Supratman, Pencipta Lagu Indonesia Raya

2. Gangguan kecemasan umum

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Orang yang memiliki gangguan kecemasan umum akan selalu merasa khawatir secara berlebihan dalam kondisi tertentu bahkan setiap saat.

Masalah yang dicemaskan mulai dari pekerjaan, kesehatan sampai hal sederhana yang sebenarnya terjadi sehari-hari.

Selain munculnya rasa cemas yang mengganggu, penderita gangguan kecemasan umum juga dapat merasa cepat lelah, tegang, mual, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, sesak, dan insomnia.

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Baca Juga: Kendaraan Bermotor Dilarang Masuk Area Stadion Jatidiri Semarang, Netizen: PSIS Dilarang Seri Apalagi Kalah

3. Gangguan panik

Gejala gangguan panik bisa datang secara tiba-tiba dan bisa terjadi karena hal yang sebenarnya sederhana atau tanpa alasan yang jelas.

Ketika gejala panik muncul, penderita gangguan panik biasanya dapat merasakan sejumlah gejala lain, seperti jantung berdebar-debar, keringat dingin, pusing, sesak nafas, serta tubuh gemetar dan terasa lemas.

4. Post Traumatic Stress Disorder

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Gangguan stres pasca trauma atau PTSD dapat muncul pada seseorang yang pernah mengalami kejadian traumatis atau berada di situasi berbahaya yang mengancam nyawa.

Baca Juga: Beredar Gosip Ariel Noah akan Menikahi Bunga Citra Lestari Gara-Gara Fitting Baju, Beneran?

Contohnya, tinggal di daerah konflik atau perang, terkena bencana alam, atau korban kekerasan.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Orang yang mengalami dan mempunyai PTSD sangat sulit untuk melupakan trauma masa lalunya, pengalaman buruknya akan terulang dalam pikirannya dalam halusinasi, mimpi buruk, dan mengisolasi diri.

5. Gangguan obsesif kompulsif

Orang yang menderita gangguan OCD memiliki kecenderungan untuk melakukan sesuatu secara berulang-ulang untuk meringankan rasa cemas yang berasal dari pikirannya sendiri, seperti, mencuci tangan harus sebanyak 3 kali karena berpikir tangannya masih kotor.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Rama Menjemput Kematian

Ada beberapa tindakan atau cara yang bisa Anda lakukan sebagai penderita Anxiety agar rasa cemas bisa berkurang seperti memiliki waktu tidur dan istirahat yang cukup.

Anda juga harus mengurangi konsumsi kafein dan minuman beralkohol.

Pastikan Anda juga rajin berolahraga secara rutin dan bertukar pikiran dengan teman terdekat.

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Baca Juga: Hillary Clinton, Skandal Lewinsky dan Arti Pernikahan

Jika sudah melakukan cara-cara di atas namun tidak berhasil juga, maka Anda harus mengkonsultasikannya dengan psikolog.***

Berita Terkait