DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Prof Sumanto Al Qurtubi: Wahabi KW dan Wahabi Ori

image
Ilustrasi demo para polisi penganut Salafi Wahabi di luar negeri. Foto: Arabi21

ORBITINDONESIA.COM - Salah satu fenomena sosial yang saya perhatikan beberapa tahun terakhir ini adalah munculnya sejumlah kelompok Islam yang saya sebut sebagai Wahabi KW, Yaitu sekelompok kaum Muslim di Indonesia yang berdandan, berpikiran, dan berperilaku "mengimajinasikan" diri sebagai "Wahabi".

Wahabi ini adalah sebuah "sekte keislaman" minoritas tapi berkuasa karena "ngupil" dengan kekuasaan (pemerintah), Khususnya di Saudi dan Qatar.

Nama Wahabi ini dinisbatkan kepada pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahhab, seorang reformis-puritan dari Najd, Arabia, pada abad ke-18, meskipun sebetulnya para pengikut Wahabi sendiri jarang atau bahkan tidak pernah menyebut diri mereka sebagai "Wahabi".

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Baca Juga: Jurus Teler Denny Indrayana dan Akal Bulus SBY

Menariknya, para cheerleaders Wahabi di Indonesia atau "Wahabi KW" tadi cukup berbeda secara signifikan dengan para "Wahabi Ori" atau "Wahabi asli" di Saudi maupun Qatar yang saya amati.

Para "Wahabi KW" ini saya lihat jauh lebih militan, konservatif, tertutup, puritan, intoleran, dan bahkan lebih norak, urakan dan tak tahu diri.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Dengan kata lain, para "Wahabi KW" ini jauh lebih "Wahabi" ketimbang kaum "Wahabi Ori" itu sendiri.

Misalnya saja, para "Wahabi KW" ini setengah mati mengharamkan rokok, musik, film, atau bahkan gambar/foto karena dianggap membahayakan "eksistensi" Tuhan. Musik/film dipandang sebagai media "perangkap setan" yang membahayakan iman.

Baca Juga: Gunakan Paspor Palsu, Warga Mesir dan Nigeria Ditangkap Imigrasi Bali

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Padahal, para "Wahabi Ori" biasa saja nonton film, mendengarkan musik, dan foto-foto, dan "udad-udud" (merokok). Ya tentu saja tidak semuanya.

Kemudian, para "Wahabi KW" ini juga "kolot" sekali sikapnya dengan kaum perempuan. Misalnya, kaum perempuan hanyalah sebatas "pelayan lelaki" (sumur-dapur-kasur) yang agak mirip-mirip dengan "budak lelaki" (tapi bukan "budak-budak" dalam Bahasa Malay ce he he).

Tidak lebih-tidak kurang. Padahal di Saudi (apalagi Qatar), pandangan laki-laki terhadap perempuan sudah sangat berubah drastis. Kini, kaum perempuan di kawasan Arab Teluk sudah mengalami kemajuan sangat pesat di dunia pendidikan, bisnis, pekerjaan, politik, dan sebagainya.

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Kaum lelaki bahkan saya amati sudah merasa mulai "terancam" dengan eksistensi kaum perempuan di "ruang publik" yang cukup fenomenal. Emansipasi perempuan kini sudah menjalar di berbagai kawasan Arab Teluk.

Baca Juga: Bocoran Sinopsis Drama Korea The Good Bad Mother Episode 12, Kang Ho Dipenjara karena Membunuh Hwang Soo Hyun

Lalu, para "Wahabi KW" juga antipati dengan batu nisan, kuburan, ritual-ritual kematian, atau patung-patung dan peninggalan keagamaan-kesejarahan.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Padahal, kaum "Wahabi Ori" biasa-biasa saja. Tidak ekstrim banget. Dulu berpuluh-puluh tahun yang lalu memang iya, mereka super ekstrim dalam hal "dunia kuburan" dan "ritual kematian." Tetapi kini sudah mulai berubah.

Meski ritual dan bacaannya cukup singkat (dibandingkan tahlilan ala NU yang cukup panjang dan "menganakonda"), tetapi sebetulnya mereka juga mendoakan orang-orang yang wafat di kuburan.

Mereka juga seperti "menyesali" perbuatan masa lalu mereka yang menghancurkan peninggalan-peninggalan kesejarahan.

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Baca Juga: Pancasila: Moral Privat dan Publik

Kini, mereka minta bantuan UNESCO untuk menyelamatkan situs-situs sejarah yang sudah porak-poranda untuk dikembangkan menjadi "turisme spiritual".

Hal lain, para "Wahabi KW" ini saya amati juga sangat memusuhi setengah mati dan bahkan memaki-maki para "kiai Nusantara" dan ulama-ulama Sunni lain.

Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota

Betul-betul urakan dan tidak tahu diri. Sementara, ironisnya, pada saat yang sama mereka memuji-muji dan memuja-muja "junjungan" dan "tuan" mereka para ulama Wahabi di Saudi dan sekitarnya.

Padahal, kini saya bersama sejumlah ilmuwan sosial Wahabi Saudi sedang bekerja keras meneliti, menulis, dan mendokumentasikan para ulama Nusantara di Arabia, yang memiliki kontribusi luar biasa bagi pengembangan keilmuan keislaman dan dunia pendidikan di Jazirah Arab.

Baca Juga: 30 Quote dari Para Tokoh Bangsa Indonesia tentang Persatuan untuk Memperingati Hari Lahir Pancasila

Baca Juga: Peringati Hari Bela Negara, Ibnu Chuldun: Bersatu dan Berkontribusi untuk Indonesia Maju

Sepertinya memang dimana-mana "anjing kampung" itu jauh lebih galak daripada pemiliknya.

Para "jongos" juga merasa lebih memiliki rumah ketimbang "tuan rumah"-nya itu sendiri. Begitu pula sikap para "Wahabi KW" yang jauh lebih norak ketimbang "Wahabi Ori".

Oleh: Prof. Sumanto Al Qurtubi (Dosen Antropologi di King Fahd Petroleum University, Arab Saudi) ***

Berita Terkait