DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Satrio Arismunandar: Masyarakat Kita Baru di Tahap Awal Merespon Keberagaman, Belum Sampai Pluralisme

image
Dr. Ir. Satrio Arismunandar, M.Si., MBA, alumnus jurusan Elektro FTUI

ORBITINDONESIA - Masyarakat kita tampaknya baru berada di tahap-tahap awal dalam merespon keberagaman. Mereka belum sampai ke tahap pluralisme. Hal itu dikatakan Satrio Arismunandar, doktor filsafat dari Universitas Indonesia.

Satrio Arismunandar mengomentari tema webinar tentang Imlek dan Merayakan Keberagaman, yang diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA. Webinar itu berlangsung di Jakarta, Kamis malam, 26 Januari 2023.

Satrio Arismunandar menjelaskan, jika mengutip Walzer (1999) dan Frost (2017) ada lima tahap dalam merespon keberagaman dan ketimpangan relasi kuasa. Tahapan ini juga sudah diungkapkan oleh Dody Wibowo, pegiat sosial dari Yayasan Sukma.

 Baca Juga: Dr Abustan: Pemilu dan Kualitas Pemimpin

Tahap terbawah dan paling awal adalah toleransi. Ini kondisi minimal yang bisa dilakukan masyarakat, dan bukan kondisi yang ideal. “Dalam toleransi masih ada unsur ketidaksukaan dan merasa dirinya paling benar,” ujar Satrio.

Tetapi pihak yang merasa paling benar itu memilih tidak menggunakan kuasa yang dimilikinya untuk melenyapkan yang lain. Dia membiarkan perbedaan itu tetap ada.

Tahap kedua ialah ketidakacuhan. Ini keadaan ketika seseorang atau kelompok tidak merasa terganggu dengan perbedaan yang ada, dan memilih tidak memedulikan ataupun membahasnya.

“Setingkat di atasnya, atau tahap ketiga, ialah tahap ketika seseorang mengakui dan menghargai perbedaan yang dimiliki semua individu,” tutur Satrio.

Baca Juga: Yang Sedang Butuh Pekerjaan di Semarang, Ada Lowongan Kerja di PT ID Express Logistik Indonesia (IDExpress)

Pada tahap keempat, seseorang bukan hanya mengakui dan menghargai perbedaan, tetapi juga merasa perlu mempelajari perbedaan tersebut.

“Di tahap keempat ini, orang bersikap terbuka dan menunjukkan antusiasmenya untuk mengenal dan memahami hal-hal yang dia anggap berbeda atau sebelumnya dia anggap salah,” lanjut Satrio. Tapi, belum muncul kerelaan untuk ikut membela.

Pada tahap kelima, atau pluralisme, seseorang merasakan urgensi untuk tidak hanya menjadi teman bagi mereka yang berbeda. Tetapi juga ikut membela dan memperjuangkan eksistensi serta hak-hak mereka yang berbeda.

“Di tahap terakhir ini, seseorang atau kelompok melihat perbedaan sebagai keniscayaan dalam hidup yang perlu dijaga dan dirayakan,” sambung Satrio.***

 

 

Berita Terkait